Cinta Pada Istri Urakan - Bab 948 Kalau Tidak Coba Bagaimana Bisa Tau?

Amanda dan Yuka tidak banyak berbicara, situasi aneh sekali, Laras di bawah meja menendang kaki Gavin, terus berkedip memberi kode.

Tuan Pradipta duduk dengan tenang, setenang batu besar.

"Katakan sesuatu Gavin." Laras mendengar dan mengatakannya dengan pelan.

Sinyal permintaan tolong istrinya, dia tidak berani tidak menerimanya, oleh karena itu, Gavin baru mengeluarkan sedikit suaranya, "Kalau tidak pesan beberapa sayur lagi?"

Suasana ini, lebih canggung lagi.

Laras meliriknya, wajahnya tak bersalah, kalau tidak mau mengatakan apa?

Laras hanya bisa maju sendiri, "Kalian pergi melihat apa saja?"

Dua orang luar negri, datang ke kota yang asing, tidak mengerti bahasa sini, lingkungan juga tidak kenal, malam-malam membiarkan mereka keluar, mereka bisa bermain apa?! Laras sendiri merasa sedikit tidak sanggup mengatakannya, oleh karena itu, dia mengikuti perkataan Gavin, berkata: "Ekhem, kalau tidak, pesan beberapa sayur lagi?......Lagipula hari ini masih belum malam sekali......"

Sebenarnya sudah malam, toko di jalanan sudah tutup setengah, pengunjung juga tidak banyak, hanya ada pendatang di luar pintu restoran, masih dengan ramah mengantri untuk masuk, mereka menunggu masuk ke dalam untuk makan.

Oh bukan, makan tengah malam.

Akhirnya sudah keluar dari restoran, bahan Laras yang bertanggung jawab atas kehidupan suasana, sampai tidak mau mengatakan apa lagi.

Metropolis dibawah malam hari, cahaya terang, neon bersinar, puncak malam sudah berlalu, udara menjadi lebih asri dan dingin.

Laras menjulurkan tangannya merasakan sebentar, di tengah udara bercampur sedikit hujan, lembab dan dingin.

"Achiu!" Merasakan udara dingin yang datang, membuatnya tidak bisa menahan untuk bersin.

Setelahnya, Gavin yang dibelakang langsung memakaikan jas yang ada di tangannya untuk Laras, lalu memeluk pundaknya, membawa badannya yang kecil dan mungil ke dalam pelukannya, menghadangkan angin untuk Laras, memberikan kehangatan untuknya.

Perbuatan ini bukan sengaja, sebaliknya, Laras juga dengan biasa bersandar kepada Gavin si sumber kehangatan ini, tidak perlu bahasa, tidak perlu gerakan yang sengaja, mereka mempunyai pemahaman yang cukup, di tengah suara sunyi, memamerkan kemesraan mereka, tapi juga tidak membuat orang disekitar jijik.

"Kami naik mobil pergi, kalian bagaimana?" Tidak menunggu Laras mengeluarkan suaranya, Gavin bertanya duluan, sepertinya tidak ingin membiarkan Laras kesulitan untuk memeras otaknya.

Dirga berkata dulu: "Kalau begitu aku antar nona Yuka pulang dulu......"

Lalu berbalik, menggunakan bahas Vietnam bertanya temannya, "Nguyen Song, Amanda, kalian pulang naik taxi, masih ingat nama hotelnya bukan?"

"Masih, tenang saja, kami bisa pulang."

Amanda telat selangkah, membuat Nguyen Song berkata duluan, pandangannya diam-diam sedang memperhatikan ekspresi Dirga , bagaimana juga dia tidak bisa melihat, tatapannya melihat Yuka tidak sama dengan biasanya, bahkan nada berbicara juga tidak sama.

Taxi sudah datang, Dirga kesana membantu mereka membuka pintu, dan juga memberitahukan lokasinya kepada supir.

Nguyen Song naik ke mobil dulu, sedangkan Amanda lama sekali tidak masuk, dia bertanya: "Kamu kalau sudah pulang kirimkan pesan wechat kepadaku, kalau tidak aku akan khawatir."

"Oke, naiklah, sudah hujan."

Hujan semi yang kecil semakin deras, Amanda melihat rambut dan pundak Dirga sudah basah, dia dengan perhatian berpesan, "Kamu cepat pulang ke rumah, jangan kehujanan."

"Tau, setelah kembali ke hotel tidurlah, besok aku pergi cari kalian."

Amanda baru mengangguk, membungkukkan punggungnya dan masuk ke dalam taxi.

Tak terasa hujan ini sudah deras, hanya butuh 1 sampai 2 menit, antrian yang awalnya panjang sekali menjadi bubar, ada yang bersembunyi dari hujan, ada yang pergi.

Gavin merangkul bahu Laras, berkata: "Ayo kita juga pergi."

Laras menarik Yuka, dengan matanya menunjuk Dirga , "Kamu tanya dia saja, kalau tidak coba bagaimana bisa tau?"

Kecanggungan Yuka masih belum menghilang, rasa malu menyambar wajahnya, sungguh, pada malam musim dingin yang awalnya hangat dan dingin, dia malah sedikitpun tidak merasakan dingin, malah darah di seluruh tubuhnya sedang mendidih.

"Abang sepupu, kami pergi dulu, kamu harus mengantarkan orang sampai ke rumah." Laras berteriak kepada Dirga .

"Baik, kalian hati-hati di jalan."

Gavin membawa Laras pergi, pengunjung yang bersembunyi dari hujan di depan pintu restoran semakin banyak, badan Yuka yang kurus kecil tidak berhenti di dorong dari belakang.

Sepatu putih di kakinya sudah bukan warna tadi lagi, baju rajut yang dia pakai juga tidak sekembang tadi lagi, dia tidak mau bersempitan dengan orang lain, penampilannya sedikit kacau.

Dirga langsung berlari kesana, sambil berlari sambil membuka bajunya, menggunakan jasnya sendiri menutupi Yuka dari hujan, "Pergi kesana."

Yuka tidak melihat disana masih ada tempat untuk bersembunyi dari hujan, tapi Dirga mengangkat jasnya melindunginya membuatnya mempercayainya dari lubuk hatinya, ikut dengannya pergi.

Hujan ini terlalu mendadak, tidak ada sedikitpun rasa was-was, memadamkan keramahan banyak orang, juga mendinginkan hati orang yang berkeliaran diluar sana.

"Dingin tidak?"

"Masih bisa kutahan, mobilku ada disana, jangan memikirkanku saja, kamu saja sudah basah kuyup."

"Tidak apa-apa, cepat lari."

Dua orang ini berlari ke dalam mobil, seluruh tubuhnya basah kuyup, terutama Dirga , tidak ada jas yang menutupi, punggung dan pundaknya semuanya basah, rambutnya sampai meneteskan air.

Yuka masih lumayan, baju rajutnya hanya basah di bagian luar, tidak masuk ke dalam, dia langsung mengambil jas wanita kepada Dirga dari tempat duduk di belakang, "Kamu lap dulu, rambutmu sudah basah."

Dirga melihatnya, lalu melihat jas berawarna merah tomat di tangan Yuka, menolaknya, "Tidak apa-apa, jangan mengotori bajumu."

"Tentu saja tubuhmu penting, baju dicuci saja sudah bersih."

Dirga tersenyum, langsung menerima jas itu, langsung memakaikannya di pundak Yuka, "Jangan bergerak," Dia meletakkan jasnya yang basah dibelakang, "Terpaksa membuat mobilmu kotor."

Yuka menggeleng, setelah kehujanan badannya terasa sangat dingin, dia saja sudah seperti ini, apalagi Dirga , dia cepat menghidupkan mobil, menghidupkan mesin pemanas.

"Sebenarnya.......sebenarnya aku bisa pulang sendiri, aku saja menyetir sendiri datang, kalau tidak, aku antar kamu pulang saja, kamu......apa kamu tinggal bersama mereka?"

"Sudah bilang mau antar kamu, aku sudah berjanji kepada Laras."

Yuka sedikit kecewa, dia tidak menjawab pertanyaannya, yang Dirga jawab, juga tidak membuatnya senang.

Begitu mesin pemanas menyala, mobil dengan cepat menjadi hangat, Yuka memberikan tisu kepada Dirga , "Keringkan dulu, kalau tidak bisa flu."

"Aku kan bukan kamu, kehujanan sedikit langsung flu, bagiku ini hanya masalah kecil."

Yuka tau dia tidak sedang melebih-lebihkan, tiba-tiba sebuah rasa murung melanda hatinya, dia dengan wajah kecewa terdiam disana, bahkan bernafas saja dibawa dengan kesedihan.

Dirga tidak tau salah berbicara apa, bertanya: "Ada apa?"

"Tidak apa-apa."

Tapi dia jelas-jelas melihat wajah Yuka tertulis "ada apa-apa", "Tidak apa-apa, kalau ada sesuatu, katakan saja."

"Sungguh tidak apa-apa."

"......." Dirga tidak bertanya lagi, pemikiran pria lurus tidak bisa berputar, Yuka bilang tidak apa-apa, maka tidak apa-apa.

"Kamu pakai sabuk pengaman, aku sudah mau menjalankan mobil." Yuka mengingatkan.

"Ehn."

Novel Terkait

Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu