Cinta Pada Istri Urakan - Bab 259 Saat sore, pendaftaran klub ditutup.

Dalam pertempuran sengit, klub tari dan klub cheerleader terbagi sama rata. Meskipun klub cheerleader awalnya sudah laris, klub tari datang dari belakang dan akhirnya menyeimbangkan kompetisi.

Setelah selesai, Laras dan Fanny kembali ke asrama dengan setumpuk besar formulir.

Matahari terbenam memperpanjang bayangan mereka dan menyaksikan persahabatan mereka.

"Hasil yang bagus, presiden klub. Dengan anggota lama kita, kita memiliki lebih dari cukup untuk menang dari Vita."

"Jangan mengolok-olokku, Dewi tentara."

Dua orang saling memandang dan tersenyum. Di bawah cahaya keemasan matahari terbenam, senyum ceria dan nakal gadis-gadis itu sangat cerah.

Ketika berjalan dan mengobrol, Laras seperti bertanya pada dirinya sendiri dengan keraguan, "tidakkah menurutmu sekolah sekarang jauh lebih tenang daripada sebelumnya?"

Fanny menunjuk dengan tajam, "mana ada, banyak lalat dulu mengelilingi kamu, tetapi sekarang mereka terbang menjauh, jelas saja tenang kan?"

Laras tidak bisa menahan tawa dan membalas.

"Bagaimana dengan nona tentara? Bagaimana rasanya menjadi publik figur?"

"Huh, meskipun telingaku tenang, aku selalu merasa bahwa ada banyak mata yang menatapku. Aku harus berhati-hati dengan kata-kata dan perbuatanku setiap saat. Aku merasa bahwa aku tidak bebas."

"Kamu tidak bisa dapat semuanya, salah satu memangharus dikorbankan. Sekarang jauh lebih baik, setidaknya tidak begitu banyak gosip buruk yang sampai ke telingamu."

"Itu benar juga."

Ketika telepon berdering, itu adalah panggilan Gavin. Laras mengambilnya dengan cepat dan bertanya dengan gembira, "halo? Ada apa?"

"Kenapa kamu belum keluar? Aku sudah menunggu sampe tua."

"Kamu dimana? Di luar sekolah?"

"Ehn."

Laras tersenyum manis. Dia tidak keberatan kejutan datang beberapa kali. Dia berkata dengan nada meminta maaf, "mengapa kamu tidak memberitahuku lebih awal kalau kamu datang untuk jemput aku? Aku mau kembali ke kamarku sekarang. Kamu tunggu aku sepuluh menit lagi."

Gavin tidak mengeluh, perlahan berkata, "Oke."

Bahkan jika itu hanya panggilan telepon, itu membuat orang merasakan cinta yang kuat. Korban terbesar adalah Fanny, masih jomblo. Ini adalah pukulan besar untunya.

"Nona tentara, cepat pergi, aku yang bawa saja."

"Aku akan membantumu. Bagaimana kamu bisa membawanya sendiri?"

"Ya, aku takut dimarahi oleh Komandan."

"Bareng aja, dia tidak begitunya berhati sempit. Ayo jalan, aku bantu bawa."

Melihat dia bertekad untuk melakukannya, Fanny tidak lagi sungkan. Dia mempercepat langkahnya dan pergi ke asrama. "Nona tentara sangat mendukung keadilan, dan sama sekali tidak memberatkan pacar dibanding teman ."

"Ha ha ha ha ha, sama pacar baru lebih penting, kita sudah jadi suami istri."

"Poof ~" Fanny ingin muntah darah saat ini, dia tidak tahan dengan serangan besar ini.

"Dan kamu? Apa perkembangan dengan Jino?"

Mengungkit Jino, Fanny patah hati. "Oh, masih di tempat awal."

"Aku pergi, kamu terlalu bertele-tele. Dengan berat badanmu, bukankah kamu bisa menekannya dengan melompatinya langsung? Ha ha ha ha."

Fanny memutar matanya dengan keras, dan kapal persahabatan itu seperti akan terbalik.

"Sudah, sudah, tidakberckamu lagi, aku hanya peduli padamu, Jino itu orang yang hebat, dan orang tuanya semua adalah pemimpin militer yang terkenal. Dia adalah kue manis di tentara. Jika kamu tidak terburu-buru, kamu akan disalip oleh orang lain. "

"Aku juga sudah coba mengambil kesempatan loh, orangnya memang tidak terjangkau, mengirim pesan saja balasnya lama, balas juga berapa kata saja. Kadang baru bicara sedikit saja sudah tidak jawab, lalu seminggu kemudian baru balas, maaf, tugas dinas, baru saja kembali, kamu coba bilang, aku masih bisa menangkapnya?”

Untuk tujuan ini, Laras tidak bisa berkata-kata, hanya bisa menghiburnya, "tentara, sifat tugasnya ditentukan."

"Jadi, yang di rumahmu juga begini? Bilang pergi lalu pergi?"

"Betul sekali, kadang-kadang mereka sedang terburu-buru. Mereka harus pergi di tengah malam. Ketika perintah militer diterima larutpun, mereka harus melakukan apa pun yang diminta oleh atasan mereka untuk mereka lakukan."

Fanny menghela nafas dalam-dalam dan mulai ragu untuk menemukan pacar militer.

"Kenapa, kamu menyerah sekarang? Sama seperti kamu berteriak untuk menurunkan berat badan setiap hari, menyerah pada hari berikutnya, kan?"

"Apaan, menyerah tidak menyerah juga harus memiliki alasan yang bisa membuatku bertahan kan? Dia juga tidak bilang jelas, aku mana tahu dia sama aku beneran mau ada perkembangan atau tidak."

"Kalau begitu aku akan bantu kamu tanya?"

Fanny menggelengkan kepalanya. "Jangan, bantu aku seperti aku tidak sabaran, kelihatan cewek murahan."

"hei, kelihatannya kamu masih punya gengsi begitu?"

"Tepat sekali, aku memang gendut, tapi gendut bukan berarti murahan."

Laras terketuk dari lubuk hatinya. Terkadang dia iri pada kepercayaan dan kebanggaan diri Fanny.

Fanny berasal dari keluarga yang bahagia. Dia adalah anak kesayangan satu-satunya dalam keluarga. Semua upaya orang tuanya fokus untuk merawatnya. Ketika kondisi ekonominya memungkinkan, dia menggunakan barang yang terbaik, pakaian yang terbaik, kursus terbaik dan pergi ke sekolah terbaik.

Keluarganya adalah penduduk asli kota Jakarta. Generasi keluarganya sudah mengakar di kota ini, dan mereka sudah dikenal sebagai keluarga yang “superior” kota ini.

Rasa superioritas ini diberikan oleh keluarga asli, dan itu juga sesuatu yang dicari Laras.

Laras membantu Fanny memindahkan formulir itu ke kamarnya dan melambaikan tangan.

Keluar dari gedung asrama perempuan, dia langsung berlari ke gerbang sekolah.

Namun, di gerbang sekolah, dia dihentikan oleh Reni Bakri, yang tiba-tiba muncul, di tempat yang jauh dari Gavin.

"Bibi? Kenapa kamu ada di sini?" Laras sedikit tidak terkejut.

Reni jelas sudah mempersiapkan untuk datang, buka pintu, melihatnya dari atas sampai bawah, berkata: “Laras, aku sudah lama menunggumu di sini, ayo, pergi dengan bibi, ayo cari tempat untuk ngobrol."

"Eh ... Bibi, ada urusan langsung katakan saja, aku buru-buru mau pulang."

"ngobrol satu dua kalimat tidak jelas, ayo jalan, naik ke mobil"

Laras bersikeras, "Bibi, aku benar-benar terburu-buru. Bisakah kamu mengatakannya di sini?"

Sebenarnya, dia tidak berpikir Reni akan berbicara tentang properti Romo, karena properti Romo, dia sudah mengatakannya dengan jelas tidak akan meminta satu sen pun.

Rebi mengekspresikan ketidaksenangan di wajahnya, bertanya dengan nada interogasi: "kamu yakin mau bicara di sini?"

"Ya, bilang saja, ada apa?"

"Baiklah, kalau begitu aku bicara."

Reni mengubah wajah dan menjadi sangat serius. Begitu dia membuka mulutnya, dia bertanya, "apa hubungan antara kamu dan Christian?"

"..." Pertanyaan ini membuat Laras bingung menjelaskan. Dia menjawab ya salah, menjawab tidak malah seperti mengakui ada yang disembunyikan dengan Christian.

Jadi dia berkata dengan tegas, "Bibi, aku pikir kamu salah paham, aku dan Christian tidak ada hubungan apapun selain hubungan kerabat."

"Kalian bukan teman sekelas?"

"Ya, memang kenapa, ada lebih banyak teman yang sudah sekelas denganku lebih lama, daripada dia."

"Lalu kenapa kamu tidak mengatakannya saat kita bertemu?"

"Karena tidak perlu. Apakah perlu? Hubungan antar kerabat lebih dekat daripada hubungan antara teman sekelas. Tentu saja, aku memilih mengatakan kerabat."

Pada saat ini, Laras telah berjaga-jaga. Dia tidak pernah kalah dalam debat mulut.

Novel Terkait

Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu