Cinta Pada Istri Urakan - Bab 43 Dicurigai (2)

“Lalu kemudian?”

“Selanjutnya aku pulang ke rumah.”

“Ada saksi mata tidak?”

“Keluargaku.”

“Keluargamu yang mana?”

Laras terdiam, ini apakah berarti dia perlu mengakui kenyataan bahwa dia sudah menikah kah? di hadapan kepala jurusan, mana enak dia mengakuinya?

Polisi melihat dia tidak bisa menjawabnya, kecurigaan pun semakin besar lagi, kepala jurusan yang berdiri di samping juga sudah bercucuran keringat dingin di sekujur kepalanya.

“Baik lah, kita lompati pertanyaan ini, kalau begitu Laras, apa saja yang kamu lakukan beberapa hari? Ada saksi mata tidak?”

“Beberapa hari ini aku selain di universitas yah di rumah saja, ada teman kelas dan keluarga yang bisa membuktikan.”

“Naik MRT?”

“Iya.”

“Tolong keluarkan catatan pengesekan kartu MRT-nya.”

Laras mengambil handphone dan memperlihatkan catatan pengesekan kartunya ke polisi, polisi memotret dan juga men-scan, menyelidiki dengan seksama tidak meloloskan satu pun.

*****(MRT di kisah ini sudah bisa memakai virtual card di HP)*******

“Kami pihak kepolisian bisa menghubungi saudara Christian, tentang keluargamu, tolong berikan ke kami nomor telponnya, kita juga mau menginterogasinya sebentar.”

Laras agak sedikit tidak tahu harus bagaimana, “Aku boleh tidak meminta izinnya dulu baru memberikannya?”

Polisi sangat heran tersenyum, balik bertanya sepatah, “Kalau dia tidak setuju, kamu juga tidak mau memberi?”

“…..”Laras ditanya sampai terdiam, hatinya langsung agak gelisah, masalah ini kalau sampai mau ditanyakan ke Gavin sana, pria itu pasti marah lagi.

“Tidak kasih juga boleh, tim kita bisa pergi ke rumahmu untuk melakukan penyelidikan.”

“….” Kalau begitu seluruh kota bakal hancur diledakan deh, lebih baik menelpon, “Kalau begitu aku kasih nomor handphonenya, dia sekarang sedang dinas luar kota, mungin sekarang tidak bisa dihubungi.”

Kecurigaan polisi semakin berat lagi, di benak petugas pemeriksa kasus pun ada pemikiran, hati polisi pun mencurigai “keluarga” yang disebut oleh Laras ini, tentu saja, Laras juga tidak bisa tidak terlibat.

Supaya tidak gegabah, polisi memutuskan untuk bertanya sampai di sini saja, “Cukup, kalau perlu bantuan, kita akan menghubungimu lagi.”

“Oh.”

Polisi pun lanjut menginterogasi teman lainnya, Laras mengikuti kepala jurusan berjalan ke samping, dengan cemas bertanya: “Bu, Yana sudah hilang 5 hari kenapa baru lapor polisi?”

Kepala jurusan menghelakan nafas, berkata: “Teman asramanya juga baru semalam melaporkan ke pihak universitas, kita pun langsung melaporkannya ke polisi.”

“Teman asramanya yang mana?”

Kepala jurusan juga tahu perselisihan antara dia dan Nadira, dengan suara kecil berkata: “Nadira, hmph, benar-benar tidak mengerti anak muda seperti kalian ini, bukannya baik-baik belajar, seharian malah benci sana benci sini ngapain?!”

“Bu, aku tidak benci siapa pun, mereka lah yang sangat membenciku…. Tapi, aku sekarang juga sangat menyesali berkonflik dengan Yana, aku sungguh berharap tidak ada apa-apa dengan dia.”

Kepala jurusan menepuk sebentar pundak Laras, menghibur berkata: “Jangan lah membebani diri sendiri dengan hal yang tidak ada hubungan denganmu, kita semua orang berharap tidak ada apa-apa dengan Yana, sekarang ini juga hanya bisa menunggu kabar dari pihak kepolisian.”

Laras mengangguk-anggukkan kepala, “Oh ya Bu, Christian dia….”

“Polisi sudah menelepon bertanya ke dia, sama seperti yang kamu bilang.”

“Sama?” Laras dengan sangsi bertanya, “Dia juga bilang keluargaku datang menjemputku?”

“Iya.” Kepala jurusan melihat ekspresi wajah Laras yang bersemangat itu, pun berekspresi “Sudah tahu semua tuh”, “Keluarga, keluarga, kalau aku lihat dia itu pacarmu kan?”

“…..”

“Tidak enak hati mengakui di depan polisi ya? Kenapa, kamu juga bisa tidak enak hati kah?”

“…..”

“Laras, harus belajar yang baik, kalau tidak kamu bisa menyesal di kemudian hari.”

“Iya aku tahu, Bu.”