Cinta Pada Istri Urakan - Bab 497 Namaku Almora Ren

Gavin: "Ekhem......Hebat sekali, murid khusus Universitas Pelita Harapan, nilai ujian masuknya pasti sangat tinggi."

Wajah Farah sangat bangga, "Benar, kalau bukan penambahan nilai aerobik, Momo juga akan masuk ke Universitas Pelita Harapan, hanya saja jurusannya perlu disesuaikan. Momo sangat rajin dalam belajar, aku tidak pernah mengkhawatirkannya."

Wajah Momo masih tetap tersenyum, dengan patuh duduk di sebelah Farah, para senior memujinya, wajahnya memerah malu-malu.

Anna melihat Momo, semakin dia lihat, dia semakin suka, "Tahun itu waktu kami pergi ke Hainan, Momo masih kelas 3 SMA, sebentar saja sudah masuk perguruan tinggi, bagus sekali."

Farah: "Benar, aku masih merasa kalau Gavin adalah tuan muda yang berumur 10 tahunan, sebentar saja sudah sebesar ini."

Anna: "Waktu kami pergi ke Hainan, kamu sangat menjaga aku dan Allan, sekarang Momo sudah datang ke kota Jakarta, kami akan menjaganya seperti anak kami sendiri. Momo, kamu ada apa-apa cari Gavin saja, jangan takut repot."

Farah: "Momo malu, kalau begitu aku menggantikannya berterimakasih pada Gavin dulu."

Tidak menunggu Gavin menjawab, Anna dengan sendirinya berkata: "Jangan segan, kita semua sekeluarga tidak perlu berterimakasih."

Awalnya Farah dan Momo mau tinggal untuk makan, tapi tiba-tiba Momo teringat akan sesuatu, oleh karena itu dia buru-buru mau pergi, "Aduh, aku besok ada lomba, tapi aku belum mempersiapkan baju, ma, aku harus pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli, mendesak sekali."

Anna menenangkannya: "Momo, jangan panik, biarkan Gavin membawamu pergi beli, Gavin, setelah beli lalu antarkan Momo pulang ke sekolah dengan selamat."

"......" Wajah Gavin sedikit tidak senang, cepat sekali menjebaknya.

Anna dengan mulus berkata: "Kamu lihat, akhir-akhir ini kasus mahasiswi hilang komunikasi begitu banyak, anak perempuan naik taxi sendirian bahaya sekali, kamu tidak antar apa kamu bisa tenang? Kamu tenang, aku malah khawatir, cepat, jangan sampai menunda perlombaan Momo."

Gavin melotot beberapa kali, Anna masih bersikeras dengan pendapatnya sendiri.

Baiklah, dia mengalah.

Oleh karena itu, Farah tetap tinggal, Momo naik mobil Gavin, Gavin mengantarkannya ke pusat perbelanjaan untuk membeli barang.

Di dalam mobil sangat tenang, Momo seperti kucing begitu patuh, dengan tenang duduk di kursi penumpang.

Dia menolehkan kepalanya sedikit, dengan sisa tatapannya melihat Gavin, seperti ini dengan hati-hati melihatnya beberapa kali, setiap kalinya jantungnya selalu berdetak kencang.

Nama Gavin ini, sangat terkenal, dulu hanya ada di mulut para senior, sekarang berjumpa dengan orang aslinya, dia sedikit seperti bermimpi.

Dia tau sangat banyak cerita pahlawannya, dia sudah melihat penghargaan di rumahnya, dindingnya dipenuhi dengan medali militer, lebih banyak dibandingkan dengan medali yang dia dapatkan dari kecil sampai besar.

Dia adalah seorang pahlawan yang sesungguhnya.

Yang paling penting, orang aslinya lebih tinggi lebih tampan dari yang dia pikirkan, dia ada semacam daya tarik yang mempesona, menariknya sampai tidak berhenti ingin mendekatinya.

"Namaku Almora Ren, Momo adalah nama panggilanku." Ini adalah kalimat pertama yang Momo katakan pada Gavin.

Gavin sedikit mengangkat alisnya menandakan kalau dia sudah mendengarnya.

Momo memberanikan dirinya berkata: "Aku dari kecil sudah sangat memujamu, merasa kalau kamu sangat hebat, hari ini bisa bertemu langsung denganmu, aku masih tidak percaya."

Mungkin saja perkataannya terlalu berlebihan, atau karena, ketika dia berbicara ekspresinya terlalu jelas, Gavin tiba-tiba tertawa.

Momo melihatnya tertawa, wajahnya tiba-tiba memerah, "Kenapa? Kamu tidak percaya?"

"Percaya, tapi, aku hanya orang biasa, tidak pantas untuk kamu puja, anak kecil di umurmu, bukankah lebih suka mengejar artis? Seperti......Wang Kaijun." Dia teringat dengan Laras yang begitu terpesona saat mengungkit Wang Kaijun, semakin merasa lucu.

"Tidak kok, aku tidak mengejar artis, aku suka pahlawan sepertimu."

Senyuman di bibir Gavin berubah menjadi canggung, "Hehe......"

Sesampainya di pusat perbelanjaan, melihat produk yang mempesona, Momo menjadi lebih aktif, menarik Gavin melihat kesana kemari.

"Wah, disini ramai sekali, jauh lebih banyak dibandingkan toko kecil di sekolah."

"Tidak pernah keluar berjalan-jalan?"

"Tidak, selain belajar aku juga harus latihan, setiap hari latihan, sama sekali tidak ada waktu untuk keluar jalan-jalan."

"Benar juga."

"Tentu saja, seperti yang dikatakan orang, 10 menit dipentas, penghargaannya 10 tahun setelah turun dari pentas, jika ingin mendapatkan juara satu, bagaimana mungkin bisa kalau tidak bekerja keras?"

Gavin mengangguk, dia sudah tidak memiliki kesabaran untuk menemaninya berjalan-jalan, mendesaknya: "Kamu lihat dulu ada tidak yang kamu suka, setelah selesai beli cepat pulang."

Almora: "Oh, baiklah."

Di waktu yang sama, Laras sedang berkeliling santai di lantai tiga area baju anak-anak, cuaca sudah mulai menghangat, dia harus menyiapkan baju musim semi dan musim panas untuk anak-anak.

Sambil berjalan, tiba-tiba dia melihat di sebrang lantai dua, Gavin sedang berjalan di lorong.

Dia bersembunyi di tiang, lalu melihat kebawah, melihat Laras bersandar di tiang, tangannya mengangkat banyak kantong belanjaan, wajahnya sangat tidak sabaran untuk menunggu.

Dia sedang menunggu siapa? Rupanya dia juga bisa datang ke pusat perbelanjaan untuk berbelanja? Bukankah dia membawa papanya pergi ke rumah sakit untuk berobat, kenapa ada disini?

Ada banyak pertanyaan di benak Laras, tidak masuk akal, tempat seperti pusat perbelanjaan ini, tidak cocok dengan gaya Gavin.

Ketika sedang bertanya-tanya, tiba-tiba dia melihat seorang wanita langsung berjalan ke arah Gavin, dia berdiri di lantai tiga, melihat keadaan yang terjadi di lantai kedua, jelas sekali.

Rambut wanita itu terkucir satu pendek, mengenakan sweater pink biru, bawahnya adalah celana kuncup hitam, menggunakan sepatu putih, juga menyandang ransel hitam di pundaknya, dandanan yang sangat muda.

Laras hanya melihat ke sebrang dengan diam, wanita itu berjalan di depan Gavin, sambil berkata sambil tertawa, langkah kecilnya kadang melompat dengan senang, tatapannya hanya melihat Gavin.

Hatinya ada sebuah rasa yang tak bisa dijelaskan, sakit yang terpendam, rasa sedih yang dangkal, mati rasa yang tipis, dan juga......benci yang samar.

Gavin membelakanginya, jadi dia tidak melihat jelas wajah Gavin, hanya tau kalau Gavin mengikuti wanita itu berjalan, dan juga mengangkat sangat banyak belanjaannya.

Sedangkan wanita itu, wajah muda yang dipenuhi dengan senyuman cerah, senyum dimatanya semuanya karena Gavin, yang ada di mata wanita itu, semuanya adalah Gavin.

......

Sore harinya, Gavin menjemput anak-anak pulang ke apartemen, begitu masuk sudah mencium aroma masakan.

"Kamu memasak?" Dia melihat Laras keluar dari dapur, melihat lekat bahunya, "Dokter sudah berpesan setidaknya kamu harus istirahat 2 bulan, tidak boleh mengangkat barang berat, kenapa kamu tidak menurut?"

Wajah Laras tidak berekspresi, hanya melihat anak-anak, "Tidak berat sekali, yang penting pelan-pelan saja, Nana kenapa kamu keringatan sekali? Apa karena memakai baju yang terlalu tebal? Sini, coba aku pegang punggung......"

"Lihat kamu bermain sampai punggung penuh keringat, ayo, ikut mama ke kamar mandi, kita ambil handuk kering bersihkan keringat."

"Bobi, kenapa airmu tidak diminum habis? Masih ada setengah botol lagi, kenapa tidak minum lebih banyak?"

"......"

Gavin melihatnya sedikit aneh, menjaga Nana dan Bobi, tapi malah tidak mempedulikannya, bahkan matanya pun tidak melirik Gavin.

Sikap dingin ini, sangat jelas.

Gavin tidak tau dia sendiri berbuat kesalahan apa, apa karena......siang hari dia tidak pulang?

Novel Terkait

Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu