Cinta Pada Istri Urakan - Bab 839 Morales Ingin Membunuhku

“Setelah mama terjadi kecelakaan, bibi Rihana memberitahuku banyak tentang perilaku Morelas yang abnormal, kami telah berjanji di hari berikutnya akan bertemu dan mengobrol lagi, tetapi bibi Rihana malah terbunuh. Apa yang bibi Rihana katakan padaku terekam dalam dokumen, perkataan yang tidak sempat bibi Rihana memberitahuku, mungkin hanya bisa bertanya pada mama setelah dia bangun. Selama aku masih hidup, aku tidak akan membiarkan Morelas pergi tanpa dihukum.”

Mata Romo dipenuhi dengan air mata, dan mengangguk dengan kuat, “Benar, tidak boleh membiarkannya begitu saja, Laras, apa yang bisa kubantu, katakan saja.”

“Ya.”

Eli selalu tidak ada respon, detak jantungnya stabil, tanpa fluktuasi, dia tidak bisa mendengar suara apa pun

Pasangan papa dan putri duduk mengobrol selama beberapa hari, dan bagi mereka, kesempatan seperti ini jarang terjadi.

Beberapa tahun ini, Romo sibuk, Laras juga sibuk, pasangan papa dan putri tidak pernah duduk dan mengobrol seperti begini.

Laras tiba-tiba menemukan rambut di bagian telinga Romo mulai beruban, dan ada banyak kerutan di bagian dahinya.

"papa." Dia memegangi tangan papanya dan berkata dengan penuh perasaan, “Jangan terlalu lelah, kamu sudah tidak lagi muda, kuharap kamu dan mama bisa selalu dalam keadaan sehat, dan selalu menemaniku.”

Romo menyentuh kepala putrinya dan tersenyum berkata, “Bocah kecil, kamu sudah bilang papa tidak lagi muda, orang tua pasti akan pergi suatu hari nanti, bagaimana mungkin bisa menemanimu selamanya?”

Laras: “Aku tidak mau tahu, dulu kamu jarang menemaniku, sekarang harus mengganti rugi, kalau kamu hidup sampai seratus tahun, bukankah masih memiliki empat puluh tahun, ditambah lima belas tahun, maka kamu masih harus menemaniku setidaknya enam puluh tahun.”

Romo: "Enam puluh tahun, tekanannya lumayan besar."

Laras: "Tidak apa-apa, mari kita jalani dengan polos dan sederhana, semuanya akan berlalu dalam sekejap mata."

Berpikir tentang masa lalu, Romo menghela napas dalam-dalam: “Ya, betapa bagusnya hidup polos dan sederhana??” sayangnya, tidak ada obat menyesal dalam dunia ini, hanya dapat terus melangkah maju.

Laras merenung, memutar kepala menatap Eli, dia berbaring di sana dengan mata terpejam, seperti seorang gadis muda yang polos, tenang dan indah.

——

Beberapa hari ini, Alvin selalu merasa ada seseorang yang mengintainya, hatinya selalu merasa gelisah, jadi dia tidak akan keluar kecuali ada urusan penting.

Setelah mengikuti Paman kelima selama bertahun-tahun, dia tahu seperti apa sifat Pamannya, ia menyerahkan semua pekerjaannya dengan baik sebelum pergi, karena berharap Paman kelima dapat melepaskannya.

Namun, baru-baru ini dia semakin merasa dirinya salah.

Dia tidak memiliki rumah di kota Jakarta, dia tinggal di apartemen hotel, meskipun membutuhkan sistem nama asli untuk check-in, serta ada pengecekan ketika masuk dan keluar, namun tidak bisa dihindari ada orang yang rumit.

Mengesampingkan para kekasih, Alvin sebenarnya sendirian di dalam kota, dia bisa pergi tanpa mempedulikan apapun.

Satu-satunya orang yang dia khawatirkan adalah Eli.

“Halo, Nyonya Pradipta, ini aku.”

“Tuan Jin, akhirnya kamu tidak salah panggil, ada apa?”

“Bagaimana situasi mamamu?”

“Kamu yang tanya, atau pamanmu?”

“Aku sudah tidak kerja dengannya.”

“Aku tidak mempercayaimu.”

“Jangan lupa, aku yang mengantar mamamu ke rumah sakit hari itu, kalau aku sama seperti pamanku, mungkinkah aku mengantarnya?”

Laras tidak berkata.

“Nyonya Pradipta, aku tahu identitasku sulit membuatmu percaya padaku, tapi coba kamu pikir kembali, pernahkah aku benar-benar menyakitimu?”

Laras menarik nafas dalam-dalam, dan bertanya: “Apakah kamu benar hanya menanyakan situasi mamaku?”

“Ya.”

“Dia belum bangun, tetapi situasinya sangat stabil.”

“Bagaimana kata dokter?”

“Dokter bilang dia pernah berhenti bernafas, jadi akan mempengaruhi otaknya, dan ada juga kemungkinan, dengan kondisi sebelumnya, dia mungkin tidak ingin bangun dan menghadapi semuanya ini.

“Baik-baik mengawasinya, jangan biarkan anggota Pamanku mendekatinya.”

“Aku tahu.”

“Aku telah memesan tiket, dan akan pergi malam ini, sampaikan sebuah kata kepada mamamu.”

“Apa?”

“Apa pun yang dia perlukan dariku, cukup mencariku.”

“Aku berterima kasih atas mamaku.”

Alvin ingin mengatakan sesuatu, tetapi perkataan yang sudah sampai di mulut tiba-tiba berhenti karena merasa tidak cocok, “Oke, begitu saja, aku berharap masih ada kesempatan untuk bertemu.”

Laras: “Sampai jumpa.” Kuharap jangan bertemu lagi.

Setelah menutup telepon, Alvin mulai mengepak barang-barang, dia segera mengemas beberapa kebutuhan sehari-hari dan kemudian bergegas keluar.

Dia punya firasat bahwa tidak aman lagi di sini, dia hanya ingin segera meninggalkan tempat ini.

Dia tidak mengendarai mobilnya, dia memesan taksi untuk menunggu di lantai bawah.

"Bandara, terima kasih."

Sopir taksi perlahan-lahan mengendarai mobil keluar dari hotel, baru saja keluar, sebuah kaca besar tiba-tiba jatuh dari langit dan jatuh di kaca depan taksi.

Pada saat itu, “Wahhhhh”, pecahan kaca terciprat, supir langsung berada di kolam darah, kondisinya tidak diketahui.

Alvin duduk di kursi belakang, jantungnya berdebar kencang, untungnya, dia duduk di kursi belakang, kalau duduk di bagian depan, konsekuensinya tidak berani dipikirkan.

Banyak orang di dalam hotel bergegas keluar untuk melihat situasi, seorang satpam menunjuk ke atas dan berkata, “Kaca di sana jatuh, bagaimana kaca itu bisa jatuh?”

“Cepat memanggil ambulans, orangnya belum mati.”

Orang-orang di luar segera menghubungi polisi dan memanggil ambulans.

Petugas keamanan membuka pintu mobil belakang dan bertanya, “Tuan Jin, apakah kamu baik-baik saja?”

Alvin masih tertegun duduk di sana, momen tadi terlalu mengejutkan, membuatnya tertegun lumayan lama, “Ya, aku baik-baik saja.”

Dia tertegun melihat supir di kursi depan, wajah supir dipenuhi pecahan kaca, bukan terak kaca, tetapi pecahan kaca yang tajam, supir itu tidak berhenti mengejang dan setiap lukanya berdarah.

Alvin memejamkan matanya dalam-dalam, dia tidak berani melihat penampilan supir saat ini.

Tidak menunggu ambulan datang, dia segera keluar dari mobil dan melarikan diri kembali ke apartemen.

Mungkin, sebelum sampai di bandara, dia sudah meninggal di tengah jalan, kaca tidak bisa membunuhnya, namun ada kecelakaan mobil yang sedang menunggunya.

Menutup pintu, Alvin melihat ke bawah jendela, melihat ambulans datang, membawa supir yang terluka, melihat mobil polisi datang, mengelilingi tempat di mana kecelakaan terjadi, dan juga melihat staf hotel menunjuk ke polisi, di mana posisi gelas jatuh.

Dia sudah tidak bersuasana hati berpikir apakah ini kecelakaan, yang dia pikirkan adalah bagaimana pergi ke bandara dengan aman dan bagaimana meninggalkan Kota Jakarta dengan aman.

Dia mengotak-atik ponsel dan melihat nomor Laras di kontak panggilan, dia berpikir mungkin orang yang bisa membantunya sekarang hanyalah........ Gavin.

Jadi, sekali lagi dia menelepon Laras.

“Halo, Nyonya Pradipta, aku lagi.”

“Ada apa?”

“Morales ingin membunuhku.”

Laras kaget, “Jadi?”

“Aku mengetahui banyak hal tentang dirinya, aku merasa Tuan Gavin akan membutuhkanku, beritahuku nomor kontak Tuan Gavin.”

Meskipun Laras merasa ragu, namun dia tahu Gavin selalu mengintai pasangan paman dan keponakan keluarga Jin, jadi dia berkata dengan hati-hati: “Aku akan memberitahunya tentang apa yang telah kamu katakan, dan tunggu saja apakah dia akan menghubungimu.”

“Boleh juga, tapi harus cepat, tolong.”

“Oke.”

Novel Terkait

Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu