Cinta Pada Istri Urakan - Bab 147 Kehilangan Kasih Sayang Ayah

Rama dengan canggung menarik sudut mulutnya, dulu dia adalah tulang punggung keluarga ini, sekeluarga mengelilinginya berputar, sekarang malah berbalik, adik menjadi tulang punggung keluarga.

Menurutnya perbedaan ini sedikit besar, juga menyangkut harga diri sebagai laki-laki.

Setelah turun dari mobil, Romo memapah ayah berjalan sampai kedepan, Rama sekeluarga bertiga berjalan dibelakang, masuk kerumah dengan bergaya.

Halaman sudah dibersihkan, bunga, rumput, dan tanaman di hamparan bungan semua juga yang baru, tidak sampai sehari sudah menyelesaikan begitu banyak pekerjaan, menunjukkan efisiensi kerja Romo.

Intinya, juga kegunaan uang, ketika uang ada di tempat, makan orang juga sampai ke tempat itu juga, hal yang ingin dikerjakan tentunya berjalan lancar.

Memasuki aula, tercium wangi lezat dari dapur, Romo berkata: "Pa, aku memperkerjakan koki di rumah kita, hari ini anda coba dulu masakannya, kalau tidak cocok, kita ganti yang lain."

Si tua senang sampai tidak bisa berkata apa-apa, masa depan anaknya terang, lebih baik dari apapun.

Romo berkata kepada Rama: "kak, kamu urus dulu, panggil saudara dan teman yang dulu untuk makan bersama, aku traktir, satu untuk memberitahu semuanya kalau aku sudah pulang, yang kedua cari koneksi."

"Baik."

Nagita bertanya: "Adik ipar mau buat kecil-kecilan atau besar-besaran?"

"Romo: "Tentunya lebih besar lebih baik."

Nagita sudah memikirkan rencananya dengan baik berkata: "Baik, serahkan pada kami."

Rama sekelurga menetap digedung depan, Romo memapah ayahnya ke gedung kecil di belakang.

Bangunan kecil berlantai tiga ini masih bangunan dulu, waktu itu mereka sekeluarga tinggal disini semuanya, lalu kakak pertama mendirikan usaha, jadi dibangun lagi villa yang lebih bagus dan besar di depannya.

Ketika bank datang menyita, barang berharga di gedung depan semuanya diambil, dan barang yang di gedung kecil tidak tersentuh sama sekali.

Memapah ayah duduk di sofa, Romo menuangkan dua gelas teh panas, "Pa, minum teh, bagaimana juga rumah sendiri lebih nyaman bukan?"

Si tua menyicip teh, melihat sekeliling, "Tentu saja, dimana-mana pun tidak bisa sebaik rumah sendiri."

Romo tidak menyuruh pelayan ikut masuk, hanya ingin berdua dengan ayahnya ngobrol dengan tenang, dia berkata: "Pa, disini tidak ada orang, aku hanya ingin menanyakan beberapa hal, tentang Laras, aku harap anda bisa memberitahuku dengan jujur."

"Baik, kamu tanya."

"Kakak dan kakak ipar bagaimana memperlakukan Laras?"

Si tua terdiam, pertanyaan anaknya sama dengan yang dia pikirkan, dia mengangkat kepalanya,

Mata keruhnya melihat ke arah foto istrinya yang sudah meninggal, tidak berkata apa-apa.

Romo berkata lagi: "Pa, anda tenang, aku tidak akan menyulitkan kakak dan kakak ipar, rumah ini masih atas nama kakak, aku hanya ingin tau keadaan anakku 15 tahun yang lalu."

"Di hadapan mamamu, aku tidak berdiri di sisi siapapun, kalian sebagai orang tua tidak memperdulikan Laras, masih berharap orang mengajarkan anak kalian? Karena kamu sudah bertanya, aku akan memberitahumu, Laras di keluarga Atmaja lebih parah dari pelayan, pelayan kalau tidak senang boleh ganti majikan, tapi Laras tidak bisa. Dulu di rumah yang jadi ketua kakak dan kakak iparmu, aku dan mamamu sudah tua, merasa tidak tahan juga bisa ngomong apa, hanya bisa membesarkan dan mengawasi anak."

"Tidak apa, Laras hanya ditertawai karena tidak ada ayah ibu, hanya dimarahi sebagai pembawa sial, hanya menjadi barang pelampiasan orang saja, sekarang sudah besar, sudah nikah dengan orang, nasib Laras baik, menikahi suami yang baik, keluarga kita, benar-benar tidak memberikan dia apa-apa."

Si tua tidak mau berbicara terlalu banyak, hanya beberapa kalimat ini, setiap kata-katanya membunuhnya, kata-kata penuh darah, sudah mengaduk hatinya menjadi sarang lebah.

Romo datang ke kamar dulu yang ditempati Laras, itu masih kamarnya dan mantan istrinya dulu, tempat tidur, lemari, meja dandan, masih yang lama, hanya ditambah satu set meja belajar.

Dia pelan-pelan berjalan menuju meja belajar, menarik kursinya dan duduk disana, didepan rak buku terletak begitu banyak tas.

Dia bisa membayangkan Laras yang masih kecil duduk disini membaca dan menulis, itu semua yang ingin dia lihat tapi malah kehilangan seumur hidup.

Dia mengeluarkan sebuah buku, itu adalah buku latihan menggambar, tertulis nama "Laras" yang berantakan, dia mengingat buku latihan ini, dia yang menggenggam nama Laras menuliskan namanya, juga salah satu kenangan dari masa-masa dia bersama Laras yang begitu singkat.

Dia membukanya, judul dihalaman pertama adalah~Ayah dan Ibuku.

Melihat gambaran itu, hatinya sungguh sakit, rupanya yang digambar Laras dalah ayah ibu dan dia bergandengan tangan bersama, tapi sekarang gambar ini menjadi Laras berdiri diantara dua tiang hitam, Laras menggunakan pulpen hitam mencoret ayah dan ibu.

Waktu itu Laras masih 5 tahun, sebenarnya anak yang berumur 5 tahun mengerti semuanya, ayah sudah pergi, ibu sudah pergi, baginya sudah kehilangan seluruh dunianya.

Rasa bersalah, penyesalan, menyalahkan diri sendiri, semua bercampur menjadi satu, seperti gumpalan gas menekan dadanya, membuatnya sulit bernafas.

Air mata Romo keluar, dia bersyukur memutuskan untuk kembali ke dalam negri, untungnya dia bisa menebus kesalahannya dengan anak perempuannya.

Diluar, Nagita mendesak suaminya mencari Romo, "Kamu cepat tanya dia, dulu dia bilang mau membantumu mendirikan perusahaannya lagi, masih dihitung tidak?"

Rama benar-benar dilema, "Untuk apa begitu tergesa-gesa, baru saja pulang."

"Mumpung belum lama, cepat, cepat, kamu pergi tanya!"

Nagita mendorong suaminya masuk, "Adik ipar, mencarimu kemana-mana rupanya disini, kakakmu ada sesuatu mau tanya kamu."

Romo menenangkan dirinya, "Ada apa?"

Rama benar-benar dilema, menolak untuk membuka mulut, Nagita mengedipkan matanya, terus menerus mendorongnya, Rama hanya bisa dengan ragu berkata: "Kemarin aku menyarankan rencana kepadamu, aku sekarang dirumah juga tidak ada kerjaan, ingin membuat usaha lagi, bagaimana juga papan merek keluarga Atmaja masih berharga."

Romo membalikkan badannya, juga terang-terangan, "Kakak, kakak ipar, begini, aku sudah mencari orang untuk menilai, papan merek usaha keluarga Atmaja tidak berharga, daripada menghabiskan waktu tenaga di usaha keluarga Atmaja, lebih baik kamu kesini bantu aku, aku baru pulang ke dalam negeri, membutuhkan banyak tenaga."

Dulu dia juga tidak berjanji, tidak disangka kakak dan kakak ipar begitu pintar membalikkan fakta, sudah lama tidak bertemu, dia sudah banyak pengalaman sosial, tentunya bisa melihat jelas kakak iparnya orang seperti apa, menginginkan apa.

Dan kakaknya, jujur saja, dia tidak merasa kakaknya pintar dalam berbisnis, kalau dia meneruskan warisan ayahnya, keluarga Atmaja tidak akan berkembang sampai seperti sekarang ini.

Tentu saja, kalau mereka baik terhadap Laras, dia pasti akan membantu kakaknya bangkit lagi.

"Ini......kalau begitu aku pikirkan dulu." Rama tidak rela bekerja untuk orang lain.

Mata Nagita tajam, langsung melihat gambaran diatas meja, tiba-tiba dia menghelakan nafas dan brkata: "Aih, beberapa tahun ini sudah membuat Laras menderita, dia sepertimu, otaknya cerdas, dari kecil nakal, aku juga susah, kuurus atau tidak semua akan menjadi pembicaraan orang, kami hanya bisa menjanjikan dia cukup makan cukup hidup, kuharap kamu bisa mengerti."

Romo mengangguk-anggukkan kepalanya, "Kakak ipar, kalau begini aku harus berterimakasih pada kalian, jadi villa ini masih atas nama kakak, anggap tanda terimakasihku kepada kalian karena sudah membesarkan Laras."

Nagita pintar, Romo juga sangat licik, sebuah kalimat langsung membuat kakak dan kakak ipar kehilangan alasan untuk menjadi-jadi, kedua suami istri hanya bisa dengan tegang tertawa.

"Kakak, aku kebetulan membutuhkan seorang eksekutif bisnis, kamu mengerti pasar dalam negeri, sudah paling cocok, aku harap kamu bisa memikirkannya baik-baik."

"Baik, baik."

Novel Terkait

You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu