Cinta Pada Istri Urakan - Bab 444 Bencana yang fatal

"Dia belum mati, dia belum mati, dia pasti belum mati!" Laras berteriak sambil menangis, di luar aula bisa terdengar dengan jelas suara tangisnya, mencampur aduk suasana hati semua orang menjadi semakin sedih.

Allan di luar untuk mengatur keseluruhan situasi, Anna mengikutinya masuk, lalu langsung menyuruhnya untuk menutup bibirnya "Laras, sebenarnya apa yang ingin kamu lakukan?" Gavin sudah tiada, apa tidak bisa mengantarnya baik-baik di peristirahatan terakhirnya? "

Laras menunjuk keluar, menunjuk ke lencana, "Siapa yang mengatakan dia telah tiada? Apa isi peti mati itu adalah tubuhnya? Bukan! "

"Jadi apa yang kamu inginkan?"

Dia berpikir, tapi dia juga tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan, hanya saja dia tidak ingin mengadakan upacara peringatan ini. Jika diadakan, bukan kah ini artinya mengumumkan kepada seluruh dunia bahwa Gavin sudah tiada?

Laras menangis hingga wajahnya sembab, dia tidak pernah menyangka bahwa jika seseorang menangis, bisa benar-benar dapat menangis selama berhari-hari lamanya, dia mencoba bertahan: "Bisakah.. bisakah aku pergi ke tempat kejadian itu terjadi? Aku yakin aku bisa menemukannya, ya aku bisa, pasti bisa."

Pada saat itu semua orang sedang menyeka air mata, Anna menangis tersedu-sedu, menyesali mengapa malah orang tua yang mengantarkan kematian anaknya lebih dulu, menyesali mengapa orang yang hidup masih begitu bodoh, dia berjalan hingga tepat di depan Laras, dengan lemas menamparnya, "Bagaimana Gavin bisa menyukai wanita sepertimu? Wanita yang tidak mengerti apa-apa, bahkan pengetahuan paling mendasar pun tidak bisa kamu lakukan, benar-benar polos seperti orang tolol. Kamu pikir aku bisa termakan dengan kepolosanmu ini? "

Laras menggelengkan kepalanya sambil menangis lalu berkata: "Aku hanya tidak percaya dia bisa mati, aku tidak percaya, aku tidak percaya dia mati seperti itu. Ma, kamu percaya anakmu mati seperti itu? Dia mengatakan bahwa dia akan menjagaku selamanya, dia tidak mungkin mengingkarinya, tidak akan mungkin. "

Anna mengangkat tangannya, tanpa banyak tenaga menampar-nampar wajahnya, "Kamu oh kamu, kamu ingin membuat Gavin pergi dengan tidak damai? Sungguh sangat kekanak-kanakan dan tidak masuk akal, menangis tak menentu, ini semua ingin kamu tunjukkan pada siapa, ha? "

"Laras, sekarang di luar sedang diadakan upacara peringatan. Nenek sudah di rumah sakit, kakek sudah sulit untuk mengatur keseluruhan kondisi. Aku juga tidak punya banyak waktu untuk menjelaskan kebenarannya, jika kamu tetap tidak karuan seperti ini, sebaiknya kamu pergi saja. Jangan membuat malu disini dan membiarkan Gavin pergi dengan tidak damai."

Laras sekuat tenaga menggelengkan kepalanya, "Aku tidak pergi, aku tidak pergi. Kalian juga tidak diperbolehkan untuk mengadakan upacara peringatan ini, sebelum melihat tubuhnya aku tidak percaya dia mati seperti ini. "

Anna sedih tak tertahankan, dulu dia membenci Laras, dia merasa Laras sengaja berpura-pura lugu dan miskin. Sekarang, anak laki-lakinya telah tiada, dan ia pun sudah tidak menginginkan menantu yang seperti itu lagi.

"Laras, surat wasiat yang diberikan Gavin padamu adalah sepucuk surat perceraian. Aku adalah ibunya, sudah seharusnya bertanggung jawab untuk membantu mengabulkan permintaan terakhir anaknya. Jadi, kembali lagi padamu apakah kamu mau tetap berlama-lama berjaga disini atau kembali ke rumahmu. "

Laras dan para hadirin lainnya semua kaget dan terdiam.

Apa? Surat warisan yang diberikan Gavin pada Laras adalah surat perceraian?

Apa? Tuan muda dan nyonya muda bercerai?

Pada kenyataannya, orang-orang yang berpikiran tajam jelas tahu bahwa perjanjian perceraian ini adalah bukti cinta Gavin yang ingin selalu menjaga Laras. Gavin tidak ingin setelah ia meninggal Laras akan merasa hidupnya kesepian. Tetapi, ini semua malah dibuat seolah-olah berbalik oleh Anna, yaitu malah menjadikannya alat untuk menyangkal Laras.

"mama, perjanjian perceraian itu tidak akan aku tanda tangani, aku selamanya adalah istri Gavin. "

"Lihatlah, baru berapa tahun kamu sekarang? Bisa saja kamu berkata begini sekarang, tapi lihat saja dua tahun lagi, mungkin kamu tidak akan seperti ini lagi. Aku rasa Gavin sudah memprediksikan bagaimana kedepannya, karena tahu bahwa kamu adalah seseorang yang tidak mengerti bagaimana bersikap, cepat atau lambat pasti akan menduakannya, sehingga membuatnya memutuskan meninggalkan surat warisan itu untuk menceraikan mu."

"mama, kamu sedang membalikkan kebenaran."

"Coba saja kamu tanya Gavin apakah artinya seperti itu, bukankah kamu tidak percaya bahwa dia sudah tiada? Ya suruh saja dia datang untuk mengatakannya, bukankah kamu memiliki kemampuan untuk mendatangkannya? Untuk memanggil ibumu aku pun akan sangat bersedia." Anna sulit untuk menyembunyikan rasa sakitnya, lalu terus menangis lagi, "Anakku yang malang, kenapa kamu membiarkan ibumu melihatmu meninggal lebih dulu daripada mama, ibu tidak dapat mengendalikan istrimu yang hebat itu, ibu tidak bisa. Pasti kamu tidak ingin membuatku khawatir sehingga memutuskan untuk bercerai dengannya bukan? Sudah seharusnya kalian bercerai dari dulu, ibu pasti sangat mendukungmu. "

Laras:"??"

Para hadirin:"??"

Saat itu, Allan masuk ke dalam dengan membawa tongkat, berteriak: "Berteriak apa berteriak? Tidak malu? Kamu, dan kamu juga, tutup mulut!"

Suara orang tua itu nyaring, terdengar sangat serak, membawa rasa hormat, dan juga semacam kesedihan. Para hadirin yang datang pun tidak ada yang berani bersuara sedikitpun, bahkan suara isak tangis pun tertahan di tenggorokan.

Tepat ketika para hadirin mengira orang tua itu masih akan meneruskan perkataannya, tiba-tiba terdengar suara ketukan, Allan dengan keras mengetukkan tongkatnya di lantai, sedetik kemudian badannya pun terjatuh.

"Ah, tuan! "

"Paman??"

"Paman??"

"Ayah??"

Suasana kacau.

Upacara peringatan Gavin tetap diadakan, pemakamannya juga diadakan dengan lancar, mahkotanya dimakamkan di makam martir, bersebelahan dengan Jino.

Weiner dan yang lainnya mengenakan seragam militer, berdiri sangat lama di depan makam, suasana dikelilingi keheningan, tidak ada satupun yang berbicara, hanya suara angin lah yang bertiup di telinga.

Allan masuk rumah sakit dikarenakan stroke, untung saja ia dilarikan ke rumah sakit sesegera mungkin sehingga terhindar dari kematian. Sekarang dia terbaring setengah lumpuh di tempat tidur, setengah tubuhnya tidak bisa bergerak, bahkan berbicara pun sudah kedengaran tidak jelas.

Sejak menerima berita tentang pengorbanan yang dilakukan oleh Gavin, Allan adalah salah seorang yang paling tenang. Tapi, tenang tidak berarti dia tidak merasa terkejut, jika anak satu-satunya tidak ada, bagaimana mungkin dia tidak merasakan kesedihan?!

keluarga Pradipta mengalami suatu peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jika pilar atas terjatuh, keluarga Pradipta pun akan ikut terjatuh.

Anna juga jatuh sakit, tak bisa bangun dari tempat tidurnya, matanya pun sembab karena terus menangis, bibirnya terus berteriak, "Dasar pembawa sial, tak cukup hanya menghancurkan keluarga Atmaja, keluarga Pradipta kami pun ikut ia hancurkan, Laras, juga anakku, anakku ah."

Seluruh tumpukan masalah ini membuat Laras belum siap untuk menerimanya. Dia belum menerima pengorbanan yang dilakukan Gavin untuknya, mertua laki-lakinya pun tiba-tiba terjatuh dikarenakan stroke. Ia juga tidak bisa dengan sengaja lepas tangan dan tidak bertanggung jawab atas semua masalah ini. Kemudian dia menyalahkan dirinya sendiri, menyesal, tetapi tidak bersedia untuk mengakui hal ini.

Romo sedih memikirkan putrinya, bersikeras ingin membawa putrinya kembali ke rumah, agar putrinya tidak selalu terbayang-bayang akan Gavin disana.

Di rumah Romo, ada sebuah kamar khusus untuk Laras yang merupakan kamar paling bagus dan paling besar di rumah itu, dan itu adalah tempat yang Romo telah sediakan untuk Laras.

Selama Laras tinggal disana, Reni Bakri mulai gelisah, ia menghalangi Romo lalu bertanya: "Romo, apa maksudmu? Berapa lama dia akan tinggal di rumahku? "

Romo menatapnya dan menurunkan suaranya untuk memperingatkan dia, "Dia adalah putriku, ini adalah rumahnya, dia akan tinggal selama yang dia mau. "

"Kamu kan tahu aku dan dia bagaikan air dan api, kamu sengaja ingin membuat kami berdua bertengkar kan?"

"Untuk apa aku membuat anakku bertengkar denganmu? Sudahlah jangan membuat keributan, apalagi dengan Laras, aku dan kamu belum selesai! "

"Kamu? Oke kamu adalah Romo, sekarang sayapmu sudah keras, sudah memiliki kemampuan, jadi itu berarti kamu tidak memandangku lagi, seperti itu?”

"Tutup mulutmu, jika kamu berbicara lagi, segeralah kembali ke Australia. "

“Kamu??”

Biasanya Reni sangat berisik, Romo lebih memilih untuk mengalah, sudah bertahun-tahun seperti itu sehingga ia sudah terbiasa. Tetapi untuk kasus Laras ini, Romo tidak mungkin terus mengalah, ia memiliki titik terendahnya, yaitu anaknya.

Novel Terkait

Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu