Cinta Pada Istri Urakan - Bab 476 Paman Dita

Laras merasakan sangat bersalah, jongkok dan memohon maaf, "mohon maaf, ibu lupa bawa kartu, tidak bisa masuk, sebenarnya ibu adalah orang yang pertama menunggu di sini, benar, dia bisa membuktikannya.

Laras menunjuk Gavin yang berdiri di belakang, kelakuan Laras menbuat Gavin tidak bisa menganggapinya, baguskah berbohong kepada anak?!

Laras menatapnya, segera memberi isyarat kepadanya.

"Benar, ibumu adalah yang pertama disini."

Nana mengangkat kepalanya 180 derajat baru bisa melihat Gavin, karena Gavin terlalu tinggi.

Sambil menghapuskan air matanya, Nana dengan ingin tahu berkata: "Yang berbohong jadi anjing, kamu tidak boleh berbohong loh."

"......" Gavin tersenyum, "Aku tidak berbohong."

Guru melihat Laras dan berkata: "Hari ini sewaktu makan siang Bobi muntah, tanya dia apakah kurang sehat, dia bilang sehat, tetapi habis bangun siang badannya panas, kita mengukur suhu badannya, 38 celcius, panas rendah, sementara Nana tidak mempunyai gejala. Dirumah kalian harus perhatikan Bobi, lebih bagus dipisahkan kedua anak ini.

Laras memegang kening Bobi, lebih panas dari biasanya, "baik, terimakasih guru."

Biasanya Bobi pendiam, sekarang demam, satu kata pun tidak ingin bicara.

"Ke rumah sakit saja." Gavin berkata.

Laras melihat kondisi Bobi masih bagus, lalu lihat Nana, berkata: "Tidak perlu, pulang rumah dulu, mohon antar kami pulang saja.”

"Baik." permintaan ini bagi Gavin adalah keinginannya sendiri juga.

Laras menggendong Bobi berjalan didepan.

Gavin dengan segan menarik Nana, masih memikirkan cara untuk mendekatinya.

Malahan Nana, dengan agresif menarik celana Gavin, mengangkatkan kepala, dengan matanya yang besar, berkata lembut: "Paman Dita, kamu gendong aku bisa?"

Gavin meraskan denyutan jantung berdetak, perasaan aneh, pandangan mata dan gaya bicaranya sama persis seperti Laras yang memohon maaf sewaktu bersalah, mirip sekali.

Memang sungguh anak ibu.

Tanpa berbicara lagi, dia jongkok dan menggendongnya.

Sambil berjalan mengikuti Laras, dia berkata: "Tadi kamu memanggil aku apa?"

Nana merangkul lehernya, dua tangan putih kecil menaruh di lehernya, "Paman Dita ya."

"Kenapa memanggilku paman Dita?" Gavin merasakan keanehannya.

Bola mata Nana memutar, ketawa gembira; "Coba kamu tebak."

Gavin tertegun, kelincahan anak perempuan ini sama seperti Laras.

Walaupun Bobi digendong ibunya didepan, tetapi dia selalu menatap kepada Gavin, diam-diam dia bertanya kepada ibunya, "Mama, apakah benar dia adalah Paman Dita?"

Laras dari tadi tidak bisa menanggapinya, apa itu Dita, Dito, dia tidak mengerti.

"Bukankah Paman Dita sudah dibawah tanah?"

Laras mulai mengerti, sewaktu dia pertama kali ke taman pemakaman, mereka pernah melihat foto Gavin di batu nisan, karena kesulitan membaca “Pradipta”, Nana membaca huruf Pradipta, hanya sebelahnya “Dita”, jadi mereka memanggil Gavin "Paman Dita".

Laras merasakan lucu sekali, tidak tahu mesti bagaimana menjelaskan kepada anak-anak.

"Mama, apakah Paman Dita keluar dari bawah tanah?"

Anak yang polos, tidak mengerti hantu, mereka hanya takut didalam kegelapan tidak melihat ibunya, selain itu mereka tidak takut..

Tetapi Laras mendengarkannya, merasakan hatinya dingin, secepatnya mengalihkan pembicaraan ini, "Nana Bobi, panggil paman, berterima kasih kepada paman telah mengantar kita pulang.

"Terima kasih Paman." Nana dan Bobi serantak berkata.

Nana yang lincah berkata lagi: "Paman apa?"

Laras: "ya paman."

Nana: "Ada Paman Uno, Paman Chris? Paman Guang juga, jelasnya ini paman yang mana?"

Laras: "........." mulut aneh ini, keturunan dari siapa?

Gavin sengaja bertanya: "Di samping mama mempunyai banyak paman? Masih ada paman apa lagi?"

Nana berhitung dengan jari tangan, "Em, ada Paman Zhang, Paman Li, Paman supir, Paman sekuriti, Ya, ada Paman penyewa rumah."

Laras hampir mau muntah darah, anak perempuan ini memang tidak bisa diandalkan, "Nana, ucapanmu terlalu banyak, mana ada begitu banyak paman?"

Nana berkata dengan serius: "Mama tidak tahu, mereka minta nomor telepon mama, tapi aku tidak memberikan kepada mereka."

Bobi membuka rahasianya, "Kamu tidak hafal nomor telepon mama."

Nana dengan tidak gembira, "Ok, aku tidak mau baik sama kamu lagi."

Naik ke mobil, ibu anak bertiga duduk di belakang, badan Bobi kurang sehat jadi dia berbaring di pelukan Laras, Nana masih marah dengan muka cemberut, bagaikan tidak memuji aku, aku takkan memaafkannya.

Apartemen yang disewa mereka berada di sebelah taman kanak-kanak, Gavin menyetir mobilnya sepintas saja, hampir sampai Laras masih belum sempat memberikan alamat lengkap.

Waktu turun dari mobil, Laras merasakan kondisi Bobi tidak sebagus tadi, pandangan matanya buram, seperti tertutup, sekujur tubuh berbaring di badannya.

"Aku bantu kamu menggendongnya ke atas." Gavin menawarkan.

"Tidak perlu, aku sudah berterima kasih bisa antar kami sampai sini. Bobi, apakah bisa bertahan?"

Bobi tidak berkata, hanya menganggukkan kepalanya.

Gavin melihat kondisi anak berbeda, berjalan ke belakangnya, mengulurkan tangannya, "Bobi, paman gendong kamu keatas."

Tetapi Bobi takut dia, memeluk Laras lebih erat.

Sewaktu sakit anak selalu lebih tergantung kepada ibunya.

"Baik, Mama gendong, sini." Laras menggendong didalam pelukannya, turun mobil dengan pelan-pelan.

Nana dengan suara besar berkata: "Paman, bisakah kamu gendong aku?"

Gavin memang ingin sekali, anak perempuan ini memang imut, "baik."

Dengan tersenyum Nana dalam pelukan Gavin, dengan gembira berkata; , "Paman, gendongan paman lebih tinggi dari mama, aku sekarang lebih tinggi dari semua orang."

Laras tidak bisa menolaknya, dengan hati yang ingin secepatnya menbawa anaknya pulang untuk mengukur panas tubuhnya.

Gavin mengendong Nana dengan cepat, berjalan cepat di belakang Laras, sambil berjalan dia menatap ke anak perempuan yang di pelukannya, makin lihat makin sayang, tidak ingin melepaskannya.

Dia sangat imut, persis duplikat Laras, rambut depan menutupi alis mata, sepasang mata yang hitam, bulat, kepala dan hidung yang bulat, mulut yang bulat, dan dagu yang bulat, seluruhnya bulat.

Gavin berpikir, kenapa ada anak perempuan yang seperti ukiran, makan apa menjadikan dia imut?"

Dia menyelidiki lingkungan disekitarnya, ini apartemen seperti hotel, apartemen selain disewakan, dan sebagian disewa seperti hotel, banyak orang luar keluar masuk, keluar dari lift kanan kiri adalah lorong jalan, kecil dan gelap.

Sesaat dalam pemikirannya, "Apakah aman tinggal disini?"

Novel Terkait

Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu