Cinta Pada Istri Urakan - Bab 555 Wajah Yang Hampir Rusak

“Kurang satu, jatuh ke dalam rongga dada, perlu dilakukan tes lebih lanjut untuk melihat letak dan ukuran serpihan, jika Nyonya Laras tidak merasakan sakit atau keanehan lainnya, itu tidak masalah, jika merasakan sakit atau tidak nyaman, harus melakukan tindakan operasi untuk mengeluarkan serpihan itu.”

“Apakah serpihan itu besar?”

“Dilihat dari bagian tulang rusuk yang hilang, ukurannya sebesar jari kuku, jika sepotong, harus segera dikeluarkan, tapi jika sudah hancur menjadi beberapa bagian kecil, itu tidak masalah.”

“Jika sudah hancur menjadi beberapa bagian kecil, tidak sakit, gatal dan tidak mempengaruhi kesehatannya, tidak melakukan tindakan operasi untuk mengeluarkannya maka serpihan itu akan terus berada di dalam?”

“Kemungkinan seperti itu, asalkan serpihan kecil itu tidak menyakitkan, bukan masalah.”

Gavin mengangguk, dia bertanya lagi: “Apa sekarang aku boleh pergi melihatnya?”

“Boleh.”

Setelah Gavin mengucapkan terima kasih kepada dokter dia pergi menjenguk Laras.

Di ruangan yang penuh dengan obat disinfektan, Gavin melihat mata Laras tertutup dan terbaring disana, dia tersiksa ketika melihat wajahnya yang penuh dengan luka.

Laras bernafas dengan bantuan tabung oksigen, kedua lengannya dibalut dengan kain kasa, terdapat sebuah detector dijarinya.

Mungkin karena obat biusnya mulai memudar, tidurnya tidak begitu pulas, dilihat dari monitor bahwa detak jantungnya juga sangat cepat.

Gavin berjalan dengan pelan ke arahnya, duduk di sebelah tempat tidur, sangat dekat dengannya, dia melihat wajahnya yang terluka karena serpihan kaca.

Sebelumnya wajah dia putih dan mulus, dia juga tidak tau apakah kelak luka ini akan meninggalkan bekas atau tidak, ketika dia sadar dan melihat wajahnya sendiri mungkin dia akan menangis, jika dilihat oleh anak-anak, mungkin mereka juga akan terkejut.

Tapi, tidak peduli wajahnya akan berubah seperti apa, di hatinya, dia akan selalu terlihat sama seperti dulu.

“Ras….” Gavin memanggilnya dengan pelan, dia tidak berani menyentuhnya, seluruh badannya adalah luka.

Alis Laras bergerak, dia ingin membuka matanya, namun tidak bisa dibuka.

“Ras? Apakah kamu sudah sadar? Ras?” Gavin sedikit menundukan kepala, mendekat ke arah telinganya, suaranya sangat kecil dan pelan, “Ras, aku adalah Gavin, aku ada di sampingmu, jangan takut, Ras?”

Laras mengeluarkan air mata dari ujung matanya, dia mencoba untuk menggerakkan jarinya, namun terasa sangat sangat sakit.

Gavin dengan hati-hati mengangkat tangannya, kedua tangannya dibalut dengan kain kasa, hanya bagian kuku yang tidak dibalut, dia mencoba dengan sekuat tenaga untuk menahan dirinya, dia dengan suara kecil menenangkannya: “Kamu jangan tergesa-gesa, pelan-pelan, tidak apa, kalau sakit tidak perlu bergerak.”

Semakin banyak air mata yang keluar dari matanya, air matanya sudah seperti sebuah garis, mengalir keluar dari matanya, dan mengalir terus ke rambutnya.

Air matanya tidak berhenti keluar, hingga membasahi sarung bantal.

Gavin menghapus air matanya dengan tangan, dia takut air matanya akan membuat lukanya perih.

“Jangan menangis, jangan menangis, semuanya hanya sementara, dokter bilang tubuhmu tidak ada masalah besar, benar-benar tidak masalah, jika kamu lelah maka tidur lah sebentar, aku akan terus berada disini untuk menemani mu.” Katanya, dia menahan ekor matanya, tidak membiarkan air matanya mengalir, “Jangan menangis jangan menangis, tolong berhenti menangis, oke?”

Bulu mata Laras yang basah bergetar dengan hebat, dan dia akhirnya membuka mata.

“Sakit……” ini ada kata yang pertama dia ucapkan setelah dia tersadar.

Dia sakit, Gavin juga ikut sakit, “Kamu jangan bergerak, juga jangan menangis.”

“Aku…” dia merasa wajahnya sendiri sedikit kaku, “Aku ingin melihat wajahku sekarang.”

“Tidak perlu, kamu istirahat saja, apakah dadamu sakit?”

Laras menarik nafas panjang, dan berkata: “Tidak tau….rasanya seluruh badanku sakit…..”

Gavin dengan pelan menepuk tangannya, dia berhasil mengalihkan pikiran Laras untuk bercermin, dia bertanya: “Apakah kamu masih ingat kejadian waktu itu?”

“Hm, lampu besar itu jatuh.”

“Apa kamu bodoh, menahannya dengan tanganmu, apa kamu tidak memerlukan tanganmu lagi?”

“putuskah?”

“Belum, beberapa serpihan itu melukai hingga daging, sisanya hanya luka luar.”

“Kalau begitu tidak masalah, jika terkena orang lain, bisa muncul masalah, kalau kamu berada di posisiku juga pasti akan melakukan hal yang sama.”

“Benar…..tapi aku lebih memilih kalau kamu tidak melakukan itu….”

Laras memejamkan matanya, dia tersenyum, dan mengatakan, “Aku tidak apa-apa, rasanya juga sudah tidak begitu sakit.”

Dia tersenyum, Gavin pun ikut tersenyum, dia menundukkan kepalanya dan mengecup bibir Laras dengan pelan, dan berkata: “Kamu sangat berani, aku bangga padamu.”

“Hehe…..”

“Aaron dan Suli baru saja pergi, aku yang menyuruh mereka untuk pulang, untuk menghindari dikenal oleh orang dan menyebabkan masalah yang tidak perlu, bagaimana menurutmu?”

“Hm, bagaimana situasi terakhir tempat kejadian?”

“Tenang lah, Fanny sudah menelepon kemari, tempat kejadian semuanya ok, kamu tidak perlu khawatir.”

Laras melihat ke arah luar jendela, warna langit diluar sudah gelap, “Apakah orang rumah tau? Kamu berada disini, Nana Bobi tidak apa-apa?”

Gavin benar-benar khawatir padanya, “Sangat banyak orang di rumah, tidak akan terjadi apa-apa pada mereka, Ras, sekarang kamu tidak sendiri lagi, aku akan ikut membantumu, aku akan mengatur semuanya dengan baik, kamu tidak perlu mengkhawatirkan apapun.”

“Terima kasih.”

“Bodoh….kamu baik-baik saja sudah cukup, mengagetkanku saja….”

Malam itu, di rumah sakit, Laras tertidur dan terbangun, terasa sangat sakit ketika obat biusya memudar, sebenarnya tulang rusuknya tidak bermasalah, saat berbaring dia tidak merasakan sakit yang besar, hanya merasa kedua tangannya seperti digigit berjuta-juta semut, rasanya sakit pedih dan gatal, dia ingin menggerakkannya sedikit, namun sangat sakit.

Gavin tidak tidur semalaman, dia selalu membantu memijat kedua tangannya, setidaknya membantu Laras untuk mengurangi sedikit rasa sakit.

Setelah seminggu berturut-turut, Gavin terus menolak orang untuk menjenguk Laras, dia bahkan melepaskan cermin yang berada di dalam toilet kamar pasien miliknya.

Sampai kerak luka yang ada di wajah Laras membaik, dia baru berani memberinya cermin.

Laras sudah membaik, tulang rusuknya sudah tidak merasakan sakit apapun, luka yang berada di kedua lengannya juga sudah membaik, luka yang ada di tangannya hanya perlu ditempelkan pembalut luka kecil, itu juga mulai sembuh secara perlahan.

Dia setengah duduk di tempat tidur, dia sedang memegang cermin dan melihat bayangan yang ada di dalam cermin itu, “Wah, sangat banyak luka, wajahku rusak.”

Wajahnya penuh dengan luka, ada beberapa yang keraknya sudah terkelupas, warna kulitnya jelas terlihat lebih segar, ada yang keraknya belum terkelupas, dilihat dari jauh, seperti ada wijen yang tumbuh di wajahnya.

“Sedikit menyeramkan, sebelumnya pasti lebih mengerikan, pasti sudah mengagetkan banyak orang?’

Gavin mengatakan: “Ehn, Aaron hampir sadar untuk melakukan percobaan bunuh diri.”

“Kamu berlebihan, sangat kejam terhadap adikmu sendiri.”

“Hidup memang akan selalu kejam padanya.”

Saat itu, terdengar suara ketukan dari pintu kamar pasien, “Masuk.”

Panjang umur.

Aaron membawa sebuah keranjang buah dan sebungkus plastik, dia masuk dengan wajah bersalah, “Kakak ipar, apakah kamu sudah membaik?”

Laras memberikan sebuah pose tangan “OK” kepadanya.

Dia memberikan kantung plastik itu padanya, “Suli menyuruhku untuk memberikan ini padamu, katanya sangat bagus untuk bekas luka.”

“Terima kasih, bantu aku ucapkan terima kasih padanya.”

“Baik.” Dia melirik Gavin dengan takut, “kakak kedua, hehe….untungnya kakak ipar baik-baik saja, kalau tidak aku tidak akan berani untuk datang menemuimu.”

Gavin mendesah, “Duduklah.”

Aaron kaget mendapatkan perlakuan seperti itu, dia melihat Laras dengan penuh khawatir, “Kakak ipar, orang rumah sangat mengkhawatirkanmu hanya saja kakak kedua tidak membiarkan kami datang untuk menjengukmu.”

Laras menghina diri sendiri: “Takut menakuti kalian.”

Aaron: “Kakak kedua sangat memperdulikan perasaanmu, keadaan saat itu, kalau kamu melihatnya sendiri mungkin perasaanmu akan sangat hancur, aku juga sangat kaget.”

Saat mengatakan kejadian waktu itu, sampai hari ini Aaron juga masih sangat takut.

Gavin berdiri, dia menepuk pundak adiknya, dia memperingatkan: “Lain kali kalau meminta bantuan istriku, bisakah kamu meningkatkan tingkat keamanan? Setidaknya cari tempat yang lebih aman.”

Aaron mengangguk: “Hm, pasti, pasti.”

Novel Terkait

My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu