Cinta Pada Istri Urakan - Bab 186 Ibu Guru Laras Yang Bekerja Dengan Penuh Tanggung Jawab

Kepala sekolah mengetuk pintu kayu yang bobrok itu dengan pelan, seorang gadis kecil dengan pipi dan juga mata yang merah keluar untuk membukakan pintu.

"Kakek kepala sekolah?" gadis kecil itu menatap kepala sekolah dengan terkejut dan juga bingung serta gembira.

Saat dia melihat orang asing yang ada di belakang kepala sekolah, dia mundur sedikit dengan gugup.

Kepala sekolah memperkenalkan mereka : "Mon, mereka berdua adalah Guru Atmaja, yang ini adalah komandan Dimas Agung."

Mata Mon sangat bersinar, matanya bagaikan menyembunyikan sebuah bintang di dalam ruangan kecil yang rendah dan gelap itu, begitu mendengar kalau mereka berdua adalah guru, sepasang matanya yang bagikan bintang yang indah itu tiba-tiba saja mengeluarkan tatapan yang berbeda.

Namun gadis kecil itu merasa ragu, dia tetap tidak mengatakan apapun, melainkan berbalik dan berlari ke dalam rumah.

Dari dalam rumah kembali terdengar suara kakek tua, "Apakah itu adalah kepala sekolah? Anda jauh-jauh datang kemari untuk melihat Mon kami, tapi kami tidak mempunyai apapun untuk menyambut anda, cepat masuk dan duduk, Mon, tuangkan air."

Mereka berempat masuk ke dalam rumah, di dalam rumah yang hampir tidak ada perabotan apapun, seorang kakek tua terbaring di atas ranjang, seorang anak laki-laki kecil sedang duduk dan bermain di atas tanah.

Laras dan Manda yang terbiasa hidup di kota besar selamanya tidak akan mampu membayangkan pemandangan saat itu.

Manda bahkan merasa sangat menyesal karena kemarin pagi sudah membuang sarapannya yang berupa semangkuk bubur sarang walet.

Sebelum kepala sekolah mengatakan maksud kedatangannya, kakek sudah berkata : "Kepala sekolah, anda datang untuk membujuk cucuku bukan, aku sangat setuju untuk membiarkan cucuku pergi ke sekolah, namun cucuku tidak mau mendengar perkataanku."

Kepala sekolah berkata : "Mon, kamu bisa membawa adikmu pergi belajar, jika begitu apakah kamu bersedia untuk datang? Kesempatannya sangat jarang, kedua guru Atmaja ini adalah mahasiswi Universitas Pelita Harapan, bukankah keinginanmu adalah kelak kamu ingin bisa masuk ke Universitas itu?"

Mon merasa sangat gembira, namun dia juga mengkhawatirkan kakeknya, "Tapi bagaimana dengan kakek?"

"Kakek bisa mengurus satu kali makan kakek sendiri, kamu pergi saja."

Setelah mendengarnya, barulah Mon mengangguk gembira dengan air mata yang mengalir keluar.

Kepala sekolah juga berkata : "Kalau begitu Mon, besok aku menunggumu di pintu gerbang sekolah."

Mereka berempat tidak tinggal terlalu lama di sana, mereka masih harus bergegas pergi ke rumah yang lainnya.

Beberapa keluarga sesudahnya, tidak tahu apakah karena tidak ada orang di rumah atau karena sengaja bersembunyi dari kepala sekolah, bahkan pintu rumah saja tidak dibuka, kepala sekolah juga sudah berteriak tapi tidak ada yang menjawabnya.

Mereka hanya bisa bergegas kembali ke sekolah sebelum hari mulai gelap.

Begitu kembali ke sekolah, berita yang semakin membuat putus asa terdengar--6 orang mahasiswa pergi.

Dengan kepergian mereka, maka jumlah relawannya tidak mencukupi.

Saat istirahat di malam hari, Manda tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengeluh : "Pagi ini aku masih merasa beruntung, sekarang aku benar-benar menyesal, jika aku ikut dengan Kamen dan yang lainnya pergi memotong rumput, aku pasti akan pergi dengan mereka. Hais, awalnya yang jumlah relawannya mencukupi sekarang menjadi tidak cukup, aku sangat takut jika besok mereka menyuruhku untuk pergi memperbaiki atap rumah."

Laras : "Bukankah masih ada kakak-kakak tentara yang bisa naik untuk memperbaiki atap, kamu tidak akan kebagian tugas itu. Jika kita juga ikut pergi, apa yang akan dipikirkan oleh murid-murid itu? Kita tahan-tahanin saja, besok Mon juga mau datang, kita gantian menjaga adik kecilnya."

Manda : "Aku tahu, aku kan cuma mengeluh saja, eh iya, bukankah ketua tim berkata kalau besok akan ada orang yang datang untuk membantu?"

Laras : "Emm, benar."

Manda : "Aku berharap yang datang adalah seorang pria yang kuat, dengan begitu ada orang yang bisa melakukan pekerjaan berat."

Laras sudah sangat lelah sampai-sampai tidak bisa membuka matanya lagi, "Tidurlah."

Keesokan harinya ketua tim mengatur kembali pekerjaan untuk semua orang, Laras mengajar murid-murid selama setengah hari sampai tenggorokannya sakit, sore hari gantian Manda yang mengajar.

Setiap anak-anak yang ada di sini mendengarkannya dengan sangat serius, membuat mereka yang bertugas menjadi guru tidak berani bermalas-malasan sedikitpun.

Menjelang malam, orang yang bertugas untuk membantu sudah datang, yang membuat mereka semua merasa sangat terkejut adalah, orang itu ternyata adalah Rendra.

"Kak Rendra, kenapa kamu bisa datang kemari?"

"Aku tidak ada kerjaan di rumah, aku dengar dari Gavin kalau kamu datang ke Gunung Sumbing untuk mengajar, jadi aku memutuskan untuk datang juga, bukankah kalian kebetulan sedang kekurangan orang?"

"Iya iya, sudah ada beberapa orang yang pergi, kebetulan sekali kamu datang kemari."

Laras menarik keluar Manda yang sedang bersembunyi di belakangnya, "Kakak sepupuku datang bersama denganku, oh salah, kakak sepupuku yang menarikku untuk datang kemari."

Manda merasa canggung dan juga malu, OMG, aku tidak berdandan, dia dari awal memang sudah tidak suka padaku, sekarang dia pasti benar-benar tidak akan melihatku sama sekali.

Rendra merasa sangat terkejut, "Oh ya, aku hanya mendengar Gavin berkata kalau kamu datang kemari, ternyata Manda juga datang kemari, benar juga, kesempatan seperti ini bisa melatih seseorang, kalian memang harus datang kemari untuk melatih diri kalian."

Rendra berkata dengan santai, suaranya rendah dan penuh dengan daya magnetis, Manda berusaha keras untuk menahan dirinya, namun dia tetap tidak mampu menahan hatinya yang melompat liar.

"Kak Rendra, ayo kita pergi makan, selesai makan kita diskusikan lagi soal bahan untuk megajar besok, ini benar-benar sudah di luar kemampuanku dan Manda, jadi kami harus menyiapkan bahan pelajaran di malam sebelumnya, jika tidak besok kami tidak tahu harus mengajar apa."

"Baiklah."

Mengajar murid sekolah dasar sama sekali bukan masalah bagi Rendra, dia bukan hanya bisa mengajar kurikulum yang sudah ditetapkan, dia juga bisa menceritakan beberapa hal menarik yang di luar pelajaran.

Bukan hanya murid-murid saja yang mengaguminya, bahkan relawan lainnya dan kakak-kakak tentara juga sangat mengaguminya.

Kepala sekolah masih tetap sibuk ke semua tempat, dengan upayanya yang keras dan tiada henti-hentinya itu, murid-murid yang datang untuk belajar dari 12 orang meningkat menjadi 18 orang.

Seperti Mon, dia setiap hari harus menggendong adiknya untuk berjalan selama 2 jam untuk sampai ke sekolah, sepulang sekolah ia kembali harus menggendong adiknya untuk pulang ke rumah selama 2 jam.

Meskipun seperti itu, dia tetap bertahan untuk datang ke sekolah.

Kehidupan di dalam gunung membosankan, tidak ada televisi, tidak ada hiburan dan juga tidak ada internet, bahkan sebagian besar waktu tidak ada sinyal handphone.

Setiap hari hanya mengajar lalu mempersiapkan bahan pelajaran, terus berulang seperti itu, sangat melelahkan namun sederhana dan bahagia.

Laras sangat jarang memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Dimas, saat bertemu juga hanya bisa menyapa dengan menganggukkan kepalanya saja, sepertinya selain datang untuk melindungi sekolah, mereka masih memiliki pekerjaan lainnya.

Rendra juga sangat sibuk, selain setiap hari harus mengajar, sisa waktunya dia habiskan di dalam kamarnya, membungkuk di atas mejanya menulis sesuatu.

Laras tidak berani mengganggunya.

Manda lebih tidak berani lagi.

Pada suatu hari di setengah bulan kemudian, selesai kelas Dimas langsung memanggil Laras di depan pintu.

Dia berkata dengan lirih : "Halo kakak ipar, bos mencarimu."

"????uhuk uhuk, ponselku terus tidak mendapatkan sinyal, jadi aku akhirnya malas untuk mengecasnya."

"Karena itulah bos mencariku, cepatlah, bos sedang menunggumu."

"Oh oh oh."

Laras mengikuti Dimas ke kamar yang ditempati oleh kakak-kakak tentara, kamarnya sangat rapi dan tidak ada debu sedikitpun, dia merasa sedikit malu jika mengingat keadaan kamarnya.

Di atas dua buah meja yang disatukan untuk menjadi meja kerja diletakkan sebuah laptop, setelah Dimas membuka panggilan videonya, dia langsung tahu diri dan pergi dari sana.

Laras duduk di sana dan melihat wajah Gavin yang luar biasa tampan di jendela video.

Saat tidak melihatnya dia tidak merasakannya, tapi begitu melihatnya dia langsung merasa ingin menangis.

"Kenapa tidak berbicara? Jadi bodoh yah?" Gavin menatapnya sambil tersenyum, dia terlihat kurus, hitam dan juga lelah, namun orangnya terlihat semakin bersemangat.

Laras tertawa dan bertanya : "Bagaimana caranya kalian bisa berkomunikasi?"

"Kami mempunyai cara kami sendiri."

"Huh, kenapa tidak memberitahuku lebih awal."

"Jika aku memberitahumu, nanti kamu sebentar-sebentar mencariku, bukankah itu akan mengganggu pekerjaanmu?"

"Cih, memangnya aku orang yang seperti itu? Aku adalah ibu guru Laras yang bekerja dengan penuh tanggung jawab."

Novel Terkait

The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu