Cinta Pada Istri Urakan - Bab 1079 Pulang Terima Hukuman

Festival latera, dari atas melihat ke bawah, seluruh area ini dipenuhi lampu berwarna-warni yang indah, setiap pohon di sepanjang jalan dipenuhi buah berwarna emas dan perak, orang-orang berjalan di jalan, seperti berjalan memasuki dunia dongeng.

Di plaza bisa disebut jadi lautan manusia, setiap area ada tema yang berbeda, lampu-lampu warna-warni yang besar dan juga tinggi sangat indah sekali.

Nana, Bobi dan juga Laras mengenakan bando yang berlampu berbentuk tanduk iblis, sekeluarga tidak kurang satupun semuanya keluar, semuanya keluar meramaikan.

Dibilang sekeluarga satupun tidak kurang, juga benar, tidak hanya Allan dan Anna keluar, bahkan Paki Ayubi dan Alena juga keluar, masih ada Musa, Dirga, Amanda, mereka sebarisan ini bisa buat satu kelompok.

Di pentas yang berbentuk bulat di tengah-tengah juga ada pertunjukan, orang yang melihat keramaian mengerumuni dengan padat, tiga lapis di dalam tiga lapis di luar, bisa masuk dengan mudah tapi tidak bisa keluar.

Namun, penonton yang tidak bisa masuk juga tidak menyesal, karena setiap tempat juga sangat bagus, tidak bisa habis untuk dilihat.

Gavin menggendong Nana, membuat anak itu duduk di atas lehernya.

Ayah sangat tinggi, duduk di pundaknya tambah lebih tinggi lagi, awalnya Nana agak sedikit takut, tapi, pemandangan di ketinggian 2 meter ternyata jauh lebih bagus dari pemandangan 1.2 meter, kelihatan tempat yang bagus, Nana terus berteriak, senang bukan main.

“Wah, di sana ada kera sakti, wah, kera sakti itu juga bisa bergerak, ayah buruan lihat, aiyaya, kera sakti menyulap banyak sekali monyet-monyet kecil, ajaib sekali.”

Bobi yang berdiri di atas lantai tidak kelihatan pemandangan ajaib ini, dia tak sabaran melompat dan menarik kaki adik perempuannya, “Gantian aku, gantian aku, gantian aku.”

Kemampuan Bobi melompat sangat hebat, tenaganya juga tidak kecil, dengan satu tarikan ini, juga sungguh membuat Nana tartarik hampir jatuh.

“Ah, kakak kamu jangan tarik aku, aku bisa jatuh.” Nana berteriak sambil tertawa, juga dengan sangat nakal mengaitkan kaki ke belakang, bersih keras tidak turun, bersih keras tidak membiarkan kelihatan.

Bobi melompat dengan kuat, “Ayo turun, aku juga ingin melihat.”

Gerakan ini sebenarnya sangat berbahaya, Gavin langsung menggeram, menghentikan berkata: “Hanya demi melihat lantera sampai keselamatan adik juga tidak peduli lagi?”

Bobi sedih, memipihkan mulut, juga tidak berani membantah ayah.

Laras melihat ini, agak kasihan dengan putranya, dia bisa merasakan dengan jelas Gavin pilih kasih, maka dari itu, dia segera menjongkok dan menghibur putranya, “Bobi, ibu gendong kamu, sini.”

Namun Bobi menggeleng, “Tidak perlu, ibu adalah seorang perempuan, bagaiman mungkin aku membiarkan seorang perempuan gendong aku?”

“…..” Melihat putranya yang begitu dewasa, Laras semakin merasa kasihan, “Tidak masalah, aku adalah ibumu, kamu masih kecil, mumpung sekarang ibu masih bertenaga gendong yah sering-sering gendong kamu, nanti kalau kamu sudah besar lebih tinggi dan berat dari ibu, saat itu ibu tidak bertenaga untuk menggendongmu lagi.”

Laras membalikkan badan, kedua tangan menjulur ke belakang, “Ayo cepat.”

Ekspresi muka Bobi jadi tersentuh dan juga serba salah,”Tidak tidak tidak, ibu, aku tidak perlu kamu gendong”

Nana yang duduk di pundak ayah dan nakal itu dari atas melihat mereka yang ada di bawah, berkata: “Ibu, kamu terlalu pendek, menggendong kakak, kakak juga tidak kelihatan.”

Laras: “…..” Bobi apa yang kamu mau?

Bobi: “….” Adik, asal cemplosmu ini benar sekali?

Yang paling mengesalkan itu adalah Gavin, dia tidak hanya tidak membela Laras, masih menertawakan dan mengejek, “Nana, di luar juga perlu hormati ibu sedikit.”

Laras: “……”

Bobi: “…..” Ayah, siap-siap pulang nanti terima hukuman saja.

Saat ini, Dirga yang berada selangkah di belakang maju dan tiba-tiba langsung mengangkat Bobi.

“Ah, ah, ah….” Bobi yang kedua kakinya tiba-tiba meninggalkan permukaan, terkejut berteriak.

Dirga mendudukkan Bobi di atas pundaknya, hampir sama tingginya dengan Nana, “Bobi, paman gendong kamu, apa bisa kelihatan?”

Bobi melihat ke tempat yang jauh, terus menepuk tangan senang, “Waah, sungguh cantik, terima kasih paman….. Bu, kamu lihat, sungguh ada kera sakti.”

Gavin dengan jujur mengatakan: “Dengan ketinggian badan ibumu, mungkin tidak kelihatan, perlu berjalan ke sana baru bisa.”

Laras: “…..”

Romo tersenyum ikut-ikutan berkata: “Kalau begitu Laras, apa perlu ayah mengangkatmu ke atas?”

Laras: “…..”

Laras menyampingkan pandangan mata ke Gavin, membuang muka, marah, juga menghembus nafas sebentar, “Hmph, di saat seperti ini baru bisa tahu, siapa yang sungguh bisa diandalkan, siapa yang bermulut besar hanya bisa bicara tidak bisa praktek.”

Gavin akhirnya sadar dirinya sudah membuat kesalahan, tapi ada orang sebanyak ini, dia seorang pria yang gagah juga perlu menjaga muka, pria itu menoleh berkata ke Nana: “Duduk yang baik, duduk yang mantap, ayah bawa kamu pergi ke dalam lihat-lihat.”

Mengganti topik pembicaraan? Laras langsung membanting kaki.

Dirga yang mengendong Bobi juga mengikuti, lalu Amanda juga ikut pergi, Laras juga tidak bisa tidak ikut.

“Laras, terlalu banyak orang di dalam, kita tidak pergi. Nanti kita kumpul di petak bunga sana.”

“Baik, ayah, kamu jaga semua orang yang baik.”

“Iya tahu, pergi main sana.”

Melihat anak-anak perlahan bercampur di dalam gerombolan orang, langsung tenggelam tidak kelihatan, mereka beberapa orang yang menjadi orang tua ini, dalam hati sangatlah senang.

Gavin sepanjang jalan menaklukkan segala kesulitan berjalan ke dalam, akhirnya memimpin semua orang melewati gerombolan orang yang padat, menerobos keluar dari kerumunan.

Tenyata, di dalam gunung Hua Guo kera saktu juga sangat mengagumkan, itu merupakan area tempat bermain keluarga, ada banyak orang tua membawa anak main di dalam.

Nana dan Bobi sangat senang sekali, sekali sepasang kaki menyentuh lantai langsung masuk berlari dengan cepat.

Di dalam sangat banyak orang, Gavin tentu saja tidak berani lengah, sepasang mata melihat erat kedua anak.

Anak aktif sekali, daya olah raga meraka melebihi yang dibayangkan, meski Gavin yang selalu latihan dan ada dasar, sepanjang jalan menemani lari dan main, juga bisa capek sekali.

Laras jangankan berhasil mengikuti anak-anak, melihat anak-anak saja, dia bisa merasa capek sekali.

Orang di dalam terlalu banyak, Dirga dan Amanda tidak ikut dengan anak-anak masuk meramaikan, hanya berdiri di luar, melihat pemandangan, melihat orang-orang.

Amanda tiba-tiba dengan melankolis berkata: “Sebenarnya melahirkan satu anak bagus juga, gimana menurutmu?”

Dirga tertegun, pertanyaan ini terlalu tiba-tiba, pria itu tidak tahu harus bagaimana menjawab.

“Kamu lihat Nana dan Bobi, imut sekali, ada mereka, dalam rumah pasti sangat ramai, orang tua paling suka ramai.”

Dirga tetap tidak berkata-kata, dia samar-samar bisa menebak apa yang akan dikatakan oleh wanita itu selanjutnya.

“Kakek nenekmu sepertinya sudah salah paham bahwa aku ini adalah pacarmu, aku mau gimana menjelaskan ke mereka yah? Atau, kepalang tidak perlu dijelaskan lagi? …… tapi kalau tidak dijelaskan, sama dengan diam-diam mengiyakan.”

Dirga akhirnya membuka mulut, “Hari ini waktunya terlalu buru-buru, tidak sempat menjelaskan, aku bisa mencari waktu menjelaskan dengan baik ke mereka.”

Amanda menampilkan ekspresi kaku, wajahnya tadi yang penuh kegembiaraan seketika musnah, berubah menjadi sebuah jiwa yang kecewa.

Tepat saat ini, dari belakang ada anak kecil menerjang kemari, langsung menabrak Amanda, Amanda tidak berdiri mantap, hampir saja terjatuh, untung saja Dirga tepat waktu menopangnya.

Orang tua anak tepat di belakang, melihat ini, segera meminta maaf, “Maaf yah, anakku lari terlalu cepat, Bubu, ayo minta maaf dengan tante.”

Anak kecil meminta maaf, Amanda menggeleng, “Tidak apa-apa, pergi main sana.”

Dirga memapah Amanda berdiri, sorotan mata samping tiba-tiba terlirik sebuah bayangan yang sangat akrab, tiba-tiba saja, pria itu merasa orang itu sedang melihat ke arahnya.

Pria itu perlahan menoleh, hanya kelihatan seorang wanita kebetulan membalikkan badan dan pergi dalam kesedihan, yang pria itu kelihatan hanyalah bayangan belakang tidak jelas yang dihalangi oleh kerumunan orang.

Novel Terkait

My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu