Cinta Pada Istri Urakan - Bab 817 Terlalu Posesif

“Tetapi dia terlalu posesif, tidak mengijinkan istrinya bekerja, bahkan tidak boleh keluar rumah, ia mengontrol semua tentang istrinya, bahkan berteman juga sangat dibatasi. Istrinya, sangat dicintai olehnya, tapi tidak memiliki kebebasan.”

Laras terdiam sebentar, dalam otaknya cukup berantakan, tidak tahu bagaimana harus menyampaikannya, hanya bertanya pada diri sendiri dengan khawatir: “Seseorang tidak punya kebebasan, apa bedanya dengan dipenjara?”

Laras menghela nafas sebentar, mengambil nafas dalam-dalam, tiba-tiba menaikkan suara dan berkata : “Pa, aku lihat kamu sekarang sudah bersemangat, kita pulang kerumah saja, sebentar lagi jam-jam padat pulang kerja, bisa benar-benar terjebak macet.”

Romo bangun dan duduk, berkata dengan netral : “Pulang!”

Di lain sisi, Eli sampai di kamar pasien Morales, Morales sudah keluar dari ICU, sudah dipindahkan ke kamar pasien biasa.

Alat-alat yang ada di tubuhnya sudah di lepas, hanya ada satu tabung darah yang masih terpasang di dada, didalam tabung masih ada darah yang terus keluar, warna nya sudah memudar dibanding beberapa hari yang lalu, berarti jumlah darah yang keluar berkurang sedikit demi sedikit.

“Hari ini apa kamu sudah lebih baik?” Eli berjalan masuk dengan wajah tersenyum.

Tapi, wajah Morales malah terlihat murung, tidak ada balasan sama sekali, matanya juga tidak ingin melihatnya.

Eli berjalan kedepan dengan ragu, bertanya: “Kamu kenapa? Dimana yang sakit?”

Morales menutup mata tak acuh, tak berkata sepatah kata pun.

“?” Eli merasa aneh, juga khawatir, melihat wajahnya yang tenang juga tidak seperti kesakitan, dia sedang marah kah? Marah karena apa?

“Morales, apa kamu menelpon Alvin menanyakan masalah kantor? Atau melihat harga saham perusahaan? Harga saham jatuh?”

Tetapi, tidak peduli bagaimana Eli bertanya, Morales tidak berkata apapun, matanya juga tidak terbuka.

Eli panik, langsung menekan bel untuk memanggil suster.

Dengan cepat, kepala dokter yang ada bergegas ke kamar pasien dengan beberapa dokter dan suster.

“Ada apa?”

“Dokter, apa dia pingsan?” Eli bertanya dengan ragu-ragu, karena khawatir berlebih, wajahnya sampai pucat.

Dokter langsung maju untuk memeriksa.

Tapi, sebelum dokter menyentuhnya, matanya sudah terbuka, dan berkata dengan jelas dan serius: “Aku tidak apa-apa.”

Alarm palsu.

Eli meminta maaf pada dokter dan suster dengan merasa malu, juga mengantar mereka sampai depan pintu, “Maaf, sudah mengganggu kalian.”

Kembali kedepan ranjang pasien, ia bertanya dengan lucu sekaligus marah : “Kenapa, kamu ingin mencoba apakah jantungku masih sehat atau tidak? Aku sudah terkejut setengah mati tahu tidak?”

Saat itu, ia mengira ini hanya gurauan Morales.

Morales ternyata tidak memberinya ekspresi yang baik, nada bicara nya juga masih aneh, “Jam berapa kamu keluar?”

Eli tertegun, “Ke… … kenapa?”

“Katakan!”

“Setelah aku makan, sekitar setengah 12 keluar.”

“Sekarang jam berapa?”

Eli tertegun lagi, ada kebingungan, dan terasa dingin, ia mencoba yang terbaik untuk terlihat tenang, “Hehe, tadi macet di beberapa bagian jalan, kamu lebih tahu lalu lintas di kota Jakarta, jalanan ke rumah sakit sering macet.”

“Sangat jelas, jawaban Eli tidak membuat Morales puas, suaranya dingin dan kasar, berkata : “Aku berikan kesempatan terakhir untukmu.”

Eli gemetar, setelah begitu lama, ini pertama kali nya Morales menggunakan sikap dan nada bicara seperti ini terhadapnya, ia sangat panik, sangat takut, tetapi tak berani menampakkannya.

“Keke… … kenapa?”

“Katakan!” Morales menggertak, suara gertakkan nya bagi orang sehat tidak begitu besar, tetapi Eli yang berada didekatnya bisa melihat wajahnya yang suram, ini membuat tubuhnya tidak bisa menahan sampai mulai bergetar.

“Kamu kamu kamu jangan emosi, dokter tidak mengijinkanmu emosi, jantungmu barusaja di operasi, bagaimana bisa marah?”

Morales menutup mata lagi, berbaring diatas ranjang, tetapi, nafasnya yang terengah menunjukkan ia yang marah dan depresi, ia juga sedang mengendalikan dirinya.

Eli berpikir dalam hati, Morales pasti menyuruh orang mengawasinya, kalau tidak, bagaimana bisa ia begitu mengerti pergerakannya?! Hah, mengawasi, lagi-lagi mengawasi, mengatakan hal yang enak didengar, menyuruhnya jangan buru-buru ke rumah sakit, dirumah saja istirahat, tetapi menyuruh orang untuk mengawasinya.

Eli mengepalkan tangan erat-erat memberikan keberanian untuk diri sendiri, berkata : “Iya, aku bertemu dengan anak perempuan ku, saat sampai di rumah sakit kebetulan bertemu dengannya, papa nya dibawa ke rumah sakit karena pingsan, sedang di infus, aku menjenguk hanya sebagai sopan santun.”

Suara Morales, seperti keluar dari tengah-tengah gigi, “He, anak perempuan, aku sampai lupa, kamu masih punya seorang anak perempuan.”

Eli : “… …”

“Sepertinya amnesiamu sudah membaik, tidak hanya mengenal anak perempuan, tetapi juga bersatu kembali dengan mantan suami, kenapa, melihat orang yang meninggalkan mu, sangat tidak rela kah?”

Eli menggeleng kan kepala, menjelaskan : “Morales, kamu berpikir apa, aku benar-benar hanya karena sopan santun jadi menjenguk nya, hanya itu saja.”

“Kamu menjenguk dengan tangan kosong? menjenguk tapi menemani papa dan anak makan bersama? menjenguk tapi masih membantu mencuci piring dan sumpit? He, sekeluarga bertiga sangat cukup lengkap ya.”

Eli terdiam, ternyata, dari awal ia sudah tahu masalah ia dan Laras saling mengenal, ternyata, dari awal ia sudah mengawasinya.

Eli menghirup nafas dalam-dalam, berkata dengan rendah hati dan terpaksa : “Ternyata kamu sudah lihat semua, kalau begitiu kamu harusnya tahu aku tidak melakukan hal yang diluar batas, aku dan anak ku bertemu beberapa kali juga bisa dihitung jari, aku tidak tahu kamu sedang marah karena apa, ternyata kita menjadi suami istri sudah bertahun-tahun, bahkan setidaknya kepercayaan saja pun tetap tidak ada?”

Kamar pasien seketika berubah menjadi hening, bahkan sampai jarum jatuh pun bisa terdengar.

Dengan perlahan, Morales mengontrol nafasnya, dadanya tidak naik turun dengan cepat lagi, suasana hatinya akhirnya menjadi tenang.

Ia berkata : “Aku bukannya tidak mempercayaimu, tetapi… … kenapa kamu tidak memberitahu ku kalau kamu sudah menemukan anak mu? Kamu yang tidak mempercayai aku!”

Eli : “Kamu lihat seperti apa kamu sekarang, aku khawatir setelah kamu tahu bisa seperti ini, karena itu aku tidak bilang. Tapi aku tidak bilang, tidak berarti membohongi mu, aku bagaimanapun adalah mama nya, apa salah kalau aku menemui anak ku?”

Morales bertanya dengan tidak senang : “Kalau dia? Kenapa kamu mau bertemu?!”

Eli : “Benar-benar hanya kebetulan.”

Morales tidak bertanya lagi, sebenarnya ia tahu dengan sangat jelas, “Jangan bertemu lagi.”

Eli : “Aku tidak bisa tidak bertemu dengan anakku.”

Mata Morales melotot, dadanya terlihat naik turun dengan keras lagi.

Eli takut juga khawatir, tak berdaya, mengangkat tangan bersumpah : “Aku hanya bertemu dengan anak dan cucuku, tidak akan bertemu dengannya lagi, tidak akan.”

Morales baru berhenti, berbalik dan tersenyum lembut, ia menggenggam tangan Eli dengan erat, berkata : “Aku takut kamu meninggalkan aku lagi, aku takut kamu menolak aku lagi karena dia.”

Eli menggelengkan kepala sambil tersenyum ringan, “Bagaimana bisa, aku dan kamu adalah suami istri.”

......

Novel Terkait

Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu