Cinta Pada Istri Urakan - Bab 13 Menginjak Mati Laras

Bab 13 Menginjak Mati Laras

Dari Manda, Laras mengetahui gosip yang beredar mengenainya.

Dia adalah peran utama yang ada di dalam gosip itu, tetapi dia adalah yang terakhir tahu, benar-benar lucu.

"Pria yang bermarga Gu itu adalah seorang pria bodoh kaya raya, pembantu di rumahnya sangat banyak, aku tidak perlu mengerjakan apapun, jauh lebih enak dibandingkan di rumahmu."

"Aku mendengar dari ayahku keluarga Pradipta sangat hebat, keluarga seperti ini pasti banyak peraturannya, masih mendingan di rumahku, lebih bebas. Oh iya, ayahku memerintahkan kami tidak boleh memberitahu siapapun soal kau yang sudah menikah."

Laras mendengus dengan dingin, "huh, ayahmu masih berharap aku pulang ke rumahmu untuk menjadi pembantu, seumur hidup tidak dapat berkutik? Benar-benar orang yang licik."

"Wei, itu adalah ayahku, kau jangan menghinanya."

"Aku menyebutnya orang yang licik itu sudah sangat halus."

"Kau....."

Pada saat ini, telepon genggam Laras berbunyi, dia mengeluarkan dan melihatnya, "Ya, Ketua jurusanku...."

Manda langsung tutup mulut, mendekat ke telepon genggamnya dan ikut mendengarkan.

"Laras, sudah selesai pelajaran?"

"Iya, baru saja."

"Kalau begitu datang ke kantorku sebentar."

Laras tertawa dan bertanya : "Okay, mau sekalian kubawakan segelas kopi untuk anda?"

Ketua jurusan berkata dengan galak : "Tidak usah tertawa, apa kau tidak tahu masalah yang kau buat sendiri? Cepat kemari!"

"Ooo..."

Manda merasa tidak tenang, harus ikut pergi dengan Laras, saat sampai di depan kantor, mereka baru menyadari di dalamnya sudah penuh dengan orang, termasuk musuh bebuyutannya, Nadira, mahasiswa ditambah orang tua, lebih dari 20 orang.

Laras ingin masuk sendirian, Manda segera menariknya, "Apa kau bodoh, mereka begitu banyak orang, orang yang rugi nanti pasti adalah kau sendiri."

"Kau jangan khawatir, kakak pasti punya cara mengatasinya."

Manda memutar matanya, "Siapa yang kakak?"

Laras mencolek sebentar pipinya yang lembut, lalu tersenyum dan berkata : "Kau, kau yang kakak ok, kau tunggu saja kabar baik dariku di luar."

Selama ini, jika bukan karena sudah terbiasa akan trik-trik murahannya, hati Manda pasti sudah berdebar tidak karuan, lihat saja rambut pendeknya yang menutupi mata, pandangan matanya yang menggoda, bibirnya yang tersenyum sempurna, gadis-gadis yang biasanya tidak tahu dia adalah seorang perempuan, bagaimana bisa tahan akan pesonanya?!

"Kau sebaiknya serius sedikit."

Laras tidak mengucapkan apapun, hanya melambaikan tangan ke arahnya lalu jalan dengan santainya ke depan pintu.

"Lapor."

Orang-orang yang di dalam mendengar suara, langsung melihat ke depan pintu, "Dia yang bernama Laras." Nadira berteriak dengan dengki, pandangan mata mereka semua berubah tajam, bagaikan mau menelan dia hidup-hidup.

"Masuk, " ketua jurusan juga sangat khawatir, melambaikan tangannya dan berkata, "Kemari, ke sebelah sini."

Laras jalan ke samping ketua jurusan, tersenyum dengan manisnya kepada mereka semua.

Dia melihat sekilas orang yang sedang duduk, selain ketua jurusan dan beberapa pemimpin di kampus, juga ada laki-laki dan perempuan yang kemarin bertengkar dengannya, ditambah dengan orang tua mereka yang tidak pernah ditemuinya. Di depan orang tua murid, mereka semuanya bagaikan anak yang penurut, sama sekali tidak ada keganasan mereka pada saat memukulnya kemarin.

Yang menurutnya lucu adalah, wajah mereka semua bengkak dan lebam, ada yang lengannya digips, ada yang celananya dilepas sebagian, memperlihatkan memar yang ada di pahanya, ada yang melepaskan pakaian memperlihatkan bekas cakaran di punggungnya, pokoknya setiap orang membawa luka yang membuat orang tua mereka sangat sedih.

Bahkan Nadira yang tidak ikut bertengkar juga terluka parah, wajah bagian kanannya ada 3 bekas luka cakar, dari sudut bibir memanjang ke bawah telinga, bagian yang parah masih ada bekas darah, sangat jelas itu adalah bekas tamparan.

Bagi seorang bunga kampus jurusan penyiaran yang mengandalkan wajahnya untuk bertahan hidup, 3 garis bekas cakaran ini benar-benar seperti meminta nyawanya saja, terlebih seperti meminta nyawa orang tuanya.

"Orang tuamu dimana?" salah satu orang tua dari mahasiswa bertanya.

Saat ketua jurusan mau membuka mulut menjelaskan, Laras langsung berkata : "Aku bisa bertanggung jawab, tidak perlu memanggil orang tua."

"Huh, kau bertanggung jawab? Masa depan putraku dapatkah kau yang hanya seorang perempuan mempertanggung jawabkannya?"

"Betul sekali, kami tidak lapor polisi hanya dikarenakan kami masih memandang pemimpin universitas ini, jika kau tidak memanggil orang tuamu, kami segera lapor polisi."

Pemimpin universitas menjadi gugup, ketua jurusan buru-buru membujuk mereka, "Para orang tua murid jangan emosi, yang bertengkar bukan hanya Laras saja, jika lapor polisi, tidak baik terhadap masa depan mereka semua." juga merupakan pukulan yang berat bagi reputasi universitas.

"Laras, " ketua jurusan bertanya dengan menggunakan nada bicara yang menyalahkan, "Sebenarnya apa yang terjadi coba kau jelaskan padaku."

Laras mengibaskan rambutnya, satu tangannya diletakkan di senderan bangku ketua jurusan, menyilangkan kakinya lalu mulai menceritakan semuanya, menceritakan seluruh kejadian yang terjadi pada saat itu.

"Kau bohong!" Nadira berkata, "Aku tidak berbuat seperti itu, semuanya bisa membuktikannya untukku, Laras yang menghadangku di tengah jalan, dia mau memukulku, mereka semua tidak tahan melihatnya makanya mau membantuku, mana kita tahu kalau Laras juga memukul mereka semua, juga bilang kalau mereka suka mencampuri urusan orang lain."

"Iya, benar seperti itu."

"Benar, kami paling tidak tahan melihat seseorang memukul seorang perempuan."

"Benar, benar, pada awalnya kami masih mengira seorang laki-laki sedang memukul perempuan, kami semua langsung tidak tahan lagi melihatnya."

Beberapa mahasiswa itu cukup lucu, di saat seperti ini masih saja tidak lupa kalau Laras bukan perempuan bukan juga laki-laki, beberapa orang bahkan sudah bersumpah akan menginjak Laras sampai mati.

Nadira menangis tersedu-sedu, air matanya yang asin terus mengalir di wajahnya, lukanya terasa sangat perih, dia berkata dengan terisak-isak : "Laras, aku tahu kau sejak SMA tidak menyukaiku karena aku pernah melaporkanmu soal kau menyontek saat ujian, tetapi nyontek memang salah, seharusnya kau introspeksi diri bukannya mendendam padaku."

Laras sangat kesal, perempuan ini licik sekali, tidak hanya memutarbalikkan fakta, masih juga mengungkit-ungkit kejadian yang sudah lalu, jika kau tidak mengungkitnya aku bahkan sudah lupa, sekarang aku mengingatnya kembali, aku yang menyontek apa hubungannya denganmu?!!!

Begitu para orang tua murid mendengarnya, semua menggelengkan kepalanya, semua membicarakannya, "Karakter murid ini benar-benar sangat buruk."

"Benar sekali, kenapa bisa masuk ke Univ Pelita Harapan?"

"Apakah waktu ujian masuk juga menyontek?"

"Orang tuanya juga tidak peduli, benar-benar keterlaluan."

"Murid seperti ini seharusnya segera dikeluarkan, harus mempertimbangkan apa lagi?"

Laras tidak mau menerima kalah, dia mengeluarkan telepon genggamnya dan berteriak, "Cukup, aku mempunyai video sebagai bukti."

Apa? Video? Nadira dan beberapa murid lainnya tertegun sebentar.

Nadira memelototi Adriana, menggunakan pandangan matanya untuk bertanya kepadanya--bukankah kau bilang CCTV di dekat sana semuanya sudah dihapus? Kenapa masih ada?

Adriana menggelengkan kepalanya dengan diam-diam, menunjukkan kalau dia sendiri tidak tahu.

Laras memutar videonya, mengatur volume suaranya ke yang paling besar.

--"1, 2, 3......8, 9, Nadira, kau ikut atau tidak? Mau dihitung juga atau tidak?"

--"Sepuluh menit lagi aku mau lihat kau masih bisa sombong seperti itu atau tidak! Kalian semua maju, pukul sampai mati, jika sampai ada masalah, aku yang akan maju.

Ternyata, video ini direkam oleh Laras sendiri, dari sejak Nadira dan teman-temannya mengepungnya, dia diam-diam sudah menekan tombol untuk merekam, meskipun layarnya tidak begitu jelas, tetapi suaranya sangat jelas.

Suara yang berteriak-teriak ini, jelas-jelas adalah suara Nadira yang lembut dan lemah tadi, orang tua Nadira sangat tercengang, semua orang juga tercengang.

"Bukan, bukan, Ayah ibu, ini pasti dipalsukan oleh Laras, ini bukan aku yang sedang bicara." Nadira berbicara sambil menangis, dengan sekuat tenaga berusaha membela dirinya, "Laras biasanya sering berantem dan mencari masalah, jika tidak percaya bisa bertanya kepada murid yang lain."

Novel Terkait

Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu