Cinta Pada Istri Urakan - Bab 1072 Kamu Tidak Perlu Tahu

Bulan 12 tanggal 8 penanggalan China, jasad Maira dikremasi, Laras dan Manda dua orang keluarga bersama-sama mengantarnya ke pemakaman, mengubur wanita itu di tempat yang berpemandangan indah.

Tempat yang berfeng-shui bagus ini dipilih langsung sendiri oleh Manda, ketiga sisi dikelilingi gunung, di satu sisinya ada sumber air, sunyi dan indah, pagi hari bisa kelihatan pancaran pertama sinar matahari, petang hari bisa menikmati matahari terbenam yang sangat indah, di malam hari hujan dan embun membasahi tanah yang luas, saat musim semi kelopak bunga bertaburan.

Di kehidupan ini Maira hidup terlalu memilih-milih dan angkuh, seharusnya dia tidak akan menemukan kelemahan dari tempat ini, dia pasti akan menyukainya.

Nana menggandeng tangan ayah, diam-diam bertanya: “Ayah, siapa wanita itu?”

Gavin menghela nafas berkata: “Kalian seharusnya memanggilnya bibi.”

Nana melihat foto yang ada di atas batu nisan, “Bibi cantik sekali, tapi, kenapa dulu tidak pernah bertemu dengan bibi secantik ini?”

Gavin berpikir, dengan serius menjawab berkata: “Bibi sangat sibuk.”

Nana sepertinya setengah mengerti setengah tidak mengangguk, “Ow.”

Gavin berterima kasih ke putrinya yang tidak bertanya-tanya lagi, suasana saat ini, anak kecil saja juga merasa tertekan dan sedih.

Wulan sudah sangat pandai berbicara, mata hitam bercahaya dan cemerlang, dia tidak tahu ini dimana, lebih tidak tahu lagi mengapa hari ini ke sini, dia hanya tahu kakak-kakaknya yang tercinta semua ada di sini, dia ingin main dengan mereka.

“Kakak kak, di sini sudah membeku, menyenangkan sekali.” Wulan Ayu menginjak lubang genangan air yang ada di bawah tangga, melompat sambil tertawa.

Nana melepaskan tangannya dari tangan ayah, juga pergi ke sana menginjak es, juga melambaikan tangan memanggil Bobi kemari, “Kak, cepat ke sini, kita main seluncuran es.”

Anak-anak yang masih kecil juga tidak tahu meninggal itu rasanya seperti apa, suara tawa mereka yang jernih dan lembut, membawa kegembiraan dan semangat sementara di area pemakaman ini.

“Anak-anak, St….” Tangan besar Rendra menggendong Wulan, menepuk-nepuk untuk membersihkan badan anak itu dari debu tanah, sambil dengan suara kecil menghibur, “Di sini tidak boleh berteriak, nanti kalau sudah selesai bawa kalian ke taman bermain, ok?”

Wulan belajar gaya ayahnya, “St… baiklah ayah.”

Laras melambaikan tangan ke anak-anak, “Sini beri bibi hormat sebentar, lalu kita pulang.”

Tiga anak kecil juga tidak tahu mengapa, belajar gaya orang dewasa, berurutan bersujud di depan batu nisan Maira, menundukkan kepala ke lantai, menyebut bibi, dan juga mengatakan sampai jumpa.

Cuaca hari ini luar biasa bagus, tidak ada kabut, awan juga sedikit, langit bersih dan juga biru, hanya saja angin di atas gunung ini sangat besar, siung siung, seperti mau memakan orang saja, juga seperti Maira yang sedang berpamitan untuk terakhir kalinya dengan semua orang.

Manda terakhir berkata: “Kak, kita pulang dulu, kamu di atas sana harus melindungi ayah kita ya? …. Kamu tidak menjawab, aku anggap kamu setuju… Kak, da..da..”

Laras juga diam-diam berkata: “Da..da.. kak Maira.”

Setelah selesai proses pemakaman, Manda merasa dirinya jadi lega banyak, kesedihan, rasa tak rela dan amarahnya terkubur di lubuk hati bersamaan dengan penguburan Maira, masa terakhir kakaknya dilalui dengan sangat susah sekali, akhirnya sekarang sudah terbebas, dia juga bebas.

Bersama-sama pulang ke kota, di dalam mobil, Wulan baring tertidur di dalam pelukan Rendra, Nana dan Bobi duduk di samping kanan dan kiri Gavin, bersandar ke pundak ayah, mata juga mulai menyipit dan kabur.

Laras dan Manda duduk bersama, Laras tiba-tiba teringat satu hal, berkata dengan suara kecil: “Apa bibi sudah menjawab?”

Manda tak bertenaga menggeleng.

Laras menghela nafas berkata: “Tidak bisa ketemu dengan orang tua untuk terakhir kali, ini mungkin merupakan hal yang paling disesali Maira. Oh ya, apa kamu ada bilang soal wasiat Maira? Kalau bibi lihat Maira ada buat surat wasiat, pasti akan muncul.”

“Benar juga, kamu bilang seperti ini jadi mengingatkan aku, kalau begitu aku segera kirim pesan ke wanita itu.”

Tepat ketika Manda mengambil keluar ponsel, baru saja mau mengirim pesan ke Nagita, tak disangka, telpon Nagita masuk duluan.

Kakak beradik saling memandang, Laras segera berkata: “Angkat, cepat angkat.”

Manda menerima telpon, belum sempat membuka mulut, langsung kedengaran suara Nagita yang terus mengintrogasi dari telpon sebelah sana, “Manda, mana Mairaku, kamu bawa kemana putriku?!”

Suara Nagita sangat besar sekali, meski Manda tidak membuka speaker, Laras tetap saja bisa kedengaran.

Terpikir dengan anak-anak yang mengantuk, Manda juga tidak meledak dan memaki, tapi dengan logis dan juga menahan diri menjawab berkata: “Bagaimana dengan Maira, aku rasa pihak rumah sakit juga sudah memberitahu kamu? Dia di rumah duka terbaring 3 hari kamu juga tidak ada kabar dan tidak muncul, atas dasar apa kamu sekarang mengintrogasiku?”

Sekali Manda bilang seperti ini, Rendra yang berada di belakang, dan juga Gavin yang berada di baris terakhir, pandangan mata keduanya tanpa janjian sama-sama menyorot ke tempat yang sama, ke depan.

Memang putri kandung sendiri, begitu Maira meninggal, hati Nagita juga sedih, dia menangis berkata: “Apa aku tidak boleh keluar bersenang-senang sebentar? Menetap di dalam rumah sakit melihat dia seperti itu, aku sedih sekali sampai sulit bernafas.”

Semenjak tahu asal usul dirinya sendiri, Manda tidak lagi segan terhadap wanita itu, tanpa segan membalas dengan amarah berkata: “Tentu saja boleh, tidak ada orang yang bilang tidak boleh, sekarang kamu boleh melanjutkan berlibur menghibur diri, kamu tidak perlu mengkhawatirkan siapapun, semua orang juga bukan tanggung jawabmu, kamu boleh memulai masa puber keduamu.”

“Kamu…. kamu sebenarnya bawa kemana putriku?”

“Kamu tenang saja, tempat yang aku cari dia pasti suka, kamu tidak perlu tahu, kamu juga jangan pergi menganggunya.”

“Cepat kamu bilang, kamu mau bilang tidak? Kalau kamu tidak bilang aku pergi ke rumah keluarga Pradipta mencarimu!”

“Silahkan saja, asal kamu berani datang, pintu besar rumah keluarga Pradipta terbuka untuk kamu selamanya, tapi, bisa tidak keluar lagi itu tidak pasti.”

“Kamu….keparat, kamu masih berani mengancamku?”

“Tidak, kamu salah, aku bukan mengancammu, aku sudah pastikan akan membuatmu merangkak keluar!”

“……” Nagita terlihat jelas sudah sangat tak sabaran, dengan suara makian yang melengking, “Manda kamu tunggu saja, kamu tunggu saja!!!”

Telpon dimatikan, tapi dalam hati Manda tidak takut sedikitpun, Ariel tertangkap, Nagita mencari orang untuk membuat keributan di kediaman, orang-orang itu, benar adalah utusan Ariel. Hal ini kalau diperkecil hanya dua orang yang bertransaksi dan memperkenalkan ke beberapa orang, tapi kalau diperbesar, itu menjadi Nagita mencari Ariel kerjasama untuk berniat jahat menfitnah Laras, membuat keributan di kediaman, juga menghina keluarga tentara dan pahlawan masyarakat.

Nagita wanita itu asal berani membuat keributan di rumah keluarga Pradipta, tak peduli di kediaman maupun di rumah Rendra, semua rumah keluarga Pradipta, asal dia berani membuat keributan, Manda tidak akan segan sesuai dengan hukum dan sepantasnya memperbesar masalah ini.

Manda menoleh ke Rendra, yang membuat wanita itu senang adalah, Rendra sedang menggunakan pandangan mata menyemangatinya, mendukungnya.

“Tidak apa-apa, asal dia berani datang membuat keributan, kita akan layani dia, lihat dia sebenarnya tak tahu malu sampai tingkat apa.”

Gavin yang ada di belakang dengan tenang mengingatkan berkata: “Aku utus beberapa pengawal ke sana, untuk berjaga-jaga, adalagi, beritahu juga paman dan bibi, kalau perlu langsung lapor polisi saja, wanita itu tidak takut membuat masalah ini jadi besar, kita lebih tidak takut lagi. Pandu, cepat sedikit.”

Pandu menginjak pedal gas menambah kecepata, “Ok.”

Di sisi lain, Nagita awalnya hanya emosi saja, dengan kekuatan dia sendiri, mana berani dia pergi membuat keributan di rumah keluarga Pradipta?! Rendra adalah cucu paling besar keluarga Pradipta, Manda adalah menantu paling besar keluarga Pradipta, tidak ada Ariel yang membekingnya, dia lewat saja tidak berani.

Tapi, saat dia menerima telpon dari pengacara, memberitahu wanita itu, Maira sebelum meninggal ada buat surat wasiat, setelah meninggal mau menyumbang semua harta atas namanya ke masyarakat, wanita itu jadi galau, kenapa bisa bebek yang sudah matang masih bisa terbang?

Oleh karenanya, langsung saja Nagita kehilangan logikanya, satu orang sendirian pergi langsung ke rumah keluarga Pradipta.

Allen dan Alexa dari awal sudah mendapat pemberitahuan, juga dari awal sudah mempersiapkan dengan baik, membuka pintu pagar, membiarkan Nagita anjing jahat ini langsung masuk ke dalam rumah.

Masalah berkembang menjadi seperti sekarang ini, Nagita sendiri juga tidak berani menentang keluarga Pradipta, wanita itu dengan sangat marah berjalan masuk ke rumah keluarga Pradipta, tapi saat berhadapan dengan Allen dan Alexa, tiba-tiba wajahnya berubah, sikapnya baik bukan main.

“Hehehe, besan, aku datang untuk mencari Manda…. Beberapa tahun ini aku dan dia juga tidak tahu kenapa hubungan ibu dan anak jadi menjauh, sekarang Maira sudah tidak ada, aku hanya tinggal Manda satu putri ini saja, kalau aku berselisih lagi dengan dia, bukannya ini menyusahkan diri sendiri?”

Novel Terkait

Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
5 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu