Cinta Pada Istri Urakan - Bab 324 Apa Aku Boleh Memelukmu?

Mereka sudah sangat lama tidak libur, jarang-jarang bisa libur 2 hari, semuanya membuka lambung untuk makan dan minum.

Jino tidak bisa menghindar dibuat mabuk oleh semua orang, dia yang masih tidak begitu kuat minum sangat cepat sudah mabuk.

Jino yang sudah mabuk sangat lucu, tidak tegas dan dingin seperti waktu bekerja, dia yang mabuk lebih mirip laki-laki dewasa, bodoh dan bahagia, tidak berhenti memeluk Fanny dan meminta cium.

Fanny benar-benar sangat malu, terus mengelak, sampai akhirnya dia memarahi Jino, Jino tetap tidak berhenti membuat orang marah juga ketawa.

Jino: "Fanny, jangan lari, aku hanya mencium bibir sedikit saja, oke?"

Fanny: "Cium nenek moyangmu!"

Jino: "Ehn, kamu nenek moyangku, nenek moyangku adalah kamu, nenek moyang, cium sekali saja kok."

Fanny dibuat marah sampai tertawa, "nenek moyangku, nenek moyang, kumohon anda istirahat sebentar ya?"

Tidak lama, mabuknya semakin tinggi, membuat Jino merasa pusing, langkahnya juga menjadi oleng, dia memegang kursi lalu pelan-pelan terduduk di atas lantai, "Pusing sekali, bos, aku sudah mabuk......"

Gavin sengaja mengerjainya, "Iya, 10 menit lagi harus berkumpul untuk latihan, kamu mau bagaimana?"

"Ha?" Jino tanpa sadar membuka matanya lebar-lebar,berbicara saja sudah tidak jelas, "Kakak ipar, kamu gantikan aku pergi latihan ya, saat kami latihan bos selalu memarahi orang, kalau kamu pergi, bos tidak akan memarahi orang lagi, dari raja serigala berubah menjadi bayi serigala, pasti sangat lemah lembut."

Gavin: "......" Aku benar-benar menggali lubang untuk diri sendiri.

"Hahahaha." Semua orang tertawa.

Langit mulai gelap, semua orang sedikit mabuk, nenek menyuruh mereka untuk menginap, menyuruh bawahan membersihkan ruang tamu, satu orang satu kamar, tidak perlu sempit-sempitan.

Rumah Fanny ada aturan, sebelum jam 10 malam harus pulang.

Jadi nenek menyuruh Pandu jam 9.30 sudah harus mengantarkan Fanny pulang.

Ketika malam tiba, perbedaan suhu pagi hari dan malam hari musim semi di kota Jakarta sangat besar, pagi hari saat ada matahari menyinari masih hangat, begitu matahari turun, suhu pun menurun dengan cepat.

Orang mabuk tidak boleh kedinginan, jadi semua orang menghasut Fanny cepat membawa Jino kamar tamu untuk beristirahat.

Laras dengan pelan bertanya: "Fanny, kalau tidak aku bilangkan pada tante kalau hari ini kamu tinggal dirumahku?"

Fanny: "Aku tidak mau, kalian tidak ada kerjaan cari kerjaan saja."

Laras menyiku pelan Fanny, "Ha, apa kamu tidak ingin?" Laras menggunakan pandangannya menunjuk Jino yang dibantu Weiner dan Sonny berjalan didepan, bertaya: "Bukannya dari dulu kamu sudah menginginkannya beratus kali dihatimu, kenyataannya malah tidak berani?"

"Mana ada?! Aku tidak ada!"

"Aduh, kamu tidak perlu malu-malu denganku, siapa yang tidak kenal denganmu, waktu belajar saja memimpikan orang sampai meneriakkan namanya, aku sudah melihat beberapa kali."

"......" Pikiran dan hati Fanny berkonflik , lalu berkata: "Baiklah Tuan Laras, kamu sudah tau aku, tapi kamu pasti mengerti, ada begitu banyak orang, aku segan melakukannya, aku masih punya malu."

Laras tertawa, "Hahahaha, dimengerti, lain kali mereka berkumpul aku akan mengingatkan Gavin jangan mengajak Jino, tinggalkan untukmu."

Fanny menyatukan kedua tangannya, membungkuk dan berkata: "Disini hamba berterimakasih kepada Tuan Laras, hamba hidup selama 21 tahun ini selalu vegetarian, susah payah baru mendapatkan daging segar, berharap bisa segera merasakan kelezatannya."

"......" Laras juga mengikut posturnya menyatukan kedua tangan dan membungkuk, "Saya, Tuan Laras sangat salut dengan anda!"

"Anda terlalu segan."

Jino sudah diangkat masuk ke ruang tamu, Weiner dan Sonny menelantarkannya diatas tempat tidur, lalu membiarkannya, membiarkan Fanny sendirian menjaganya didalam.

"Fanny, jaga prajurit Jino kami dengan baik, kami pergi dulu." Setelah mengatakannya, Laras langsung menutup pintu.

Fanny melihat kamarnya sebentar, katanya memang kamar tamu, tapi lebih besar dari ruang tamu dirumahnya, bahkan kamarnya semua mempunyai jendela besar yang menjulang dari lantai ke langit-langit, kediaman Gavin memang sangat mewah.

Dia berjalan ke sebelah tempat tidur untuk melihat Jino, menepuk wajahnya dan bertanya, "Weh, merasa tidak enak tidak? Mau minum air tidak?"

"Hoek......" Jino mulai ada reaksi, seperti mau muntah.

"Kamu mau muntah? Tunggu ya, aku bawakan tong sampah."

"Tidak......" Jino sambil berbicara sambil turun dari tempat tidur, kedua kakinya tergesa-gesa berjalan ke toilet, lalu memegang kloset dan muntah, memuntahkan keluar makanan siang tadi kedalam kloset.

Fanny berdiri di belakang panik, mencium baunya saja membuatnya mau muntah.

Jino muntah beberapa saat, akhirnya lebih bertenaga, seluruh badannya lebih nyaman daripada sebelumnya.

Fanny kesana memapahnya, "Berdirilah, berbaring bentar di tempat tidur."

Tapi dia malah menggeleng kepalanya, memaksa tubuhnya berdiri tegak, membersihkan closet dulu.

"Aku saja, kamu pergi berbaring."

"Tidak usah, bau, aku saja, kamu berdiri disana jangan bergerak."

Fanny berdiri didepan pintu toilet melihat Jino membersihkan kloset, badannya yang tinggi membungkuk dan menundukkan kepalanya kebawah membersihkan kloset, gambaran ini ada semacam rasa lucu yang tidak bisa dikatakan.

Tapi malah sangat menyentuh hatinya.

Setelah selesai membersihkan kloset, Jino dengan malu membalikkan badannya, membelakangi Fanny, bertanya: "Kamu hari ini tidak pulang?"

"Pulang, jam 9.30 pergi."

"Oh, kalau begitu aku antarkan?"

"Tidak perlu, nenek sudah menyuruh supir mengantarku pulang."

"Oh......" Nada bicara itu sangat terdengar jelas kekecewaan, mengangkat lengannya melihat jam, "Hanya ada ada 2,5 jam."

Fanny maju selangkah, "Kalau begitu kamu masih tidak mau memutar badanmu kemari?......Bukannya tadi terus minta peluk?" Minta cium lagi?

"Oh......" Juga tidak tau karena alkohol atau karena malu, leher dan kedua telinga Jino memerah.

Jino kewalahan menggaruk rambutnya, memutar kepalanya dan tertawa, lalu langsung memutar kembali kepalanya, membelakanginya seperti tadi.

Fanny sampai kewalahan, apa mungkin menyuruhnya yang sebagai wanita bergerak duluan?

"Kalau begitu keluarlah, disana juga sangat bau."

"Oh....."

"Kamu selain 'oh' apa tidak bisa mengatakan yang lain?" Fanny sedikit marah, memayunkan bibirnya berkata, "Kalau tidak ada yang mau dibilang lagi aku pulang saja, kamu istirahatlah."

Setelah Fanny selesai berkata, membalikkan badannya berjalan kearah pintu.

Jino langsung mengejarnya, dengan tepat meraih lengannya, menggenggamnya dengan kuat.

Dia masih saja sangat gugup, telapaknya saja berkeringat, hanya saja karena minum bir, keberaniannya juga bertambah, "Jangan pergi, masih ada yang ingin kukatakan padamu."

"Apa?"

"Fanny, semalam mengenai pembicaraan yang di telepon, sah tidak?"

"Yang mana?"

"Yang, yang..... yang kamu mau jadi pacarku tidak itu."

Fanny menundukkan kepalanya, tersenyum malu, "Kalau tidak sah, jadi hari ini itu apa maksudnya?"

Jino tersenyum bodoh, "Benar juga ya, hehe, tapi aku masih saja merasa mengatakannya dari telepon kurang tulus, aku ingin menyakannya padamu langsung, kamu....kamu mau tidak jadi pacarku?"

Wajah Fanny memerah, mengangguk pelan.

Jino berpikir berulang kali, tangannya yang satu lagi tidak berhenti menggosok celananya, sangat lama baru mengumpulkan keberanian bertanya: "Kalau begitu apa aku boleh memelukmu?"

Novel Terkait

Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu