Cinta Pada Istri Urakan - Bab 519 Nagita Wicaksono Dibebaskan Dari Penjara

Bulan Mei di Kota Jakarta, iklim yang menyenangkan, berbagai macam bunga juga bermekaran.

Di villa pinggiran kota, pagi sekali Maira sudah bangun, sepenuh hati mendandani diri sejenak.

Penyakitnya, setelah melalui pengobatan beberapa tahun ini, pada dasarnya sudah sembuh, sudah dua tahun penyakitnya tidak kambuh, obat juga sudah dihentikan selama setahun.

Beberapa tahun ini, kehidupannya di sini dilewati bagai terisolasi dari dunia luar.

Mengenang masalah waktu itu, seolah-olah hanya sebuah mimpi, setelah bangun dari mimpi, semuanya sudah tidak sama seperti dulu lagi.

Orang tua masuk penjara dan meninggalkannya, suami juga keluar negeri meninggalkannya, yang lebih konyol lagi, ketika dia benar-benar menyadari kesalahannya dan ingin berubah, baru sadar ternyata dirinya tidak mencintai pria yang membuatnya gila pada saat itu, dia hanya menginginkan kekuasaan dan kedudukan yang ada dibelakang pria ini saja.

Sebuah pesan wechat masuk di ponsel-- “Kak, hari ini mama dilepaskan jam berapa?”

Tidak salah, Manda yang mengirimnya.

Pandangan tenang Maira segera muncul kemarahan yang menakutkan, meskipun dia pernah gila, tapi tidak pernah hilang ingatan, dia ingat dengan jelas ketika Manda dan Tanu mengkhianatinya, dia juga ingat saat upacara pernikahannya Tanu tertikam di hadapan umum demi Manda.

Dia ingat dengan darah hari itu, juga ingat dengan kebencian hari itu.

Karena Manda, dia harus menyerah dengan cintanya, dia menjadi gila, dia kehilangan semua yang seharusnya milik dia.

Pintu masuk pusat penahanan.

Karena Maira tidak balas, jadi, Manda merasa lebih baik awal sedikit menunggu di luar.

Rendra mengambil sebuah selendangan dari mobil dan dipakaikan di pundaknya, “Angin di sini kencang, tunggu di dalam mobil saja.”

Putri mereka baru empat bulan lebih, setelah masa nifas selesai Manda masih sering mengeluh sakit pinggang, dia takut kalau terlalu lama berdiri pinggangnya akan sakit lagi.

“Tidak apa-apa, aku ingin melihat mamaku keluar.”

Rendra menghela nafas, “Selama bertahun-tahun dia tidak bersedia bertemu denganmu, kamu menganggapnya sebagai mama, belum tentu dia menganggapmu sebagai putrinya.”

“Tidak masalah, aku sudah tidak berharap dia menganggapku sebagai putrinya, aku juga sudah mempersiapkan diri jika nanti dia akan berkata menyindir bahkan mengucapkan kata-kata kejam, tapi, bagaimanapun mereka yang sudah membesarkanku, tanpa mereka, maka tidak akan ada aku.”

Pandangan Rendra penuh pengertian, “Sudahlah, kamu dan aku juga mengetahuinya, aku hanya merasa kasihan padamu.”

“Jika kamu sibuk pergi saja dulu, tidak apa-apa aku bisa menunggunya sendiri.”

“Aku tidak ada urusan apa-apa, aku temani kamu menunggunya.”

Tidak lama, dari jauh sebuah mobil menuju ke sini, di sini agak terpencil, sangat jarang ada mobil yang menuju ke sini.

“Apakah itu Maira?” Rendra bertanya.

Manda terus menatap mobil itu, merasa tidak yakin dan berkata: “Seharusnya iya.”

Perlahan-lahan mobil berhenti, itu adalah sebuah mobil pribadi yang sangat sederhana, Maira yang sudah dandan sepenuh hati keluar dari mobil.

Akhirnya kedua saudari bertemu.

Dibandingkan dulu Maira semakin dewasa dan mempesona, riasan yang indah sangat sempurna, pakaian yang selaras sangat elegan.

Kemungkinan karena baru melahirkan anak Manda, hanya mengikat rambutnya ke belakang dengan sederhana, aura anak muda berkurang, bertambah beberapa aura keibuan.

Dulu mereka termasuk orang yang benar-benar berbeda, sekarang semakin tidak mirip lagi.

“kak.” Manda memanggilnya duluan.

Maira melihat Rendra dengan teliti terlebih dulu, putra dari keluarga Pradipta semuanya mempunyai penampilan yang tampan, dan mempunyai identitas yang terhormat, kedudukan sangat tinggi, kebetulan pasangan impian pilihannya.

“Kalian....sedang pacaran?”

“Kami sudah menikah selama tiga tahun.”

Ekspresi Maira terlihat agak terkejut, beberapa tahun ini tidak terlalu sadar, seolah-olah ada sebuah perasaan tidak nyata bagai “Alam dewa berlalu sehari, di dunia sudah berlalu ribuan tahun”.

“Oh, benarkah, kalau begitu selamat ya.” Dia menatap Manda, dalam pandangan mata terdapat rasa iri, “Selamat ya kamu sudah mendapatkan sebuah sandaran yang hebat.”

Ekspresi Manda agak kaku, dia merasakan ucapan selamat dari kakak terlalu disengaja, kelihatannya, kakak masih membencinya.

Terlalu banyak kesalahpahaman di masa lalu, seiring berjalannya waktu, kesalahpahaman juga sudah menjadi hal di masa lalu, bagi Manda, semua hal di masa lalu bagaikan pasir apung yang ada dalam waktu, semua rasa sakit itu perlahan-lahan mengalir pergi melalui celah-celah jari.

Namun bagi Maira, sama seperti hal yang terjadi kemarin.

“Sebenarnya kamu tidak perlu datang, saat mama melihatmu, takutnya rasa senang karena mendapatkan kebebasan malah berkurang banyak.”

Manda: “........”

Rendra melangkah ke depan dan berkata: “Ini hanya sebuah niat dari Manda, kamu......”

Manda segera menarik lengan bajunya, menghentikannya untuk terus berbicara.

Tiba-tiba Maira tersenyum, segera merubah ekspresinya, lalu meraih tangan Manda dengan antusias, berkata dengan senang: “Beberapa tahun tidak bertemu, hanya bercanda padamu.”

Manda tertegun lagi.

Maira membukakan lengan dan memeluk Manda, pandangan mata di sudut alis sangat indah dan menggoda, antara sengaja atau tidak sengaja melewati wajah Rendra.

Rendra menoleh ke belakang dan melihat ke arah pintu utama pusat penahanan, pura-pura tidak melihatnya.

Pada saat ini, pintu terbuka, seorang nyonya berambut pendek dan memakai baju sederhana berjalan keluar dari pintu.

Rendra orang pertama yang melihatnya, tapi dia termenung tidak mengenalinya, apakah dia adalah Nagita Wicaksono?

Lima tahun di dalam penjara, tidak ada pakaian mewah, tidak ada perhiasan mahal, tidak ada kehidupan yang bergelimang harta, Nagita berubah drastis.

Dia yang sekarang, pinggang melebar, pipi menua, pandangan mata suram, terlihat sudah menua sepuluh tahun.

Jadi, Rendra tidak berani mengakuinya.

Dia hanya mengatakan: “Ada orang yang keluar.”

Maira melihat ke belakang, Manda juga mendongak dan melihat ke sana.

“Ma.” Maira pernah mengunjungi Nagita, sekali lihat langsung mengenalinya.

Manda agak ragu-ragu sejenak, ikut di belakang Maira agak berlari ke sana.

Melihat Nagita dari dekat, terlihat lebih tua, bahkan Manda juga hampir tidak mengenalinya.

Maira memeluk Nagita erat-erat, “Ma, akhirnya kamu keluar, aku sangat rindu padamu.”

“Ma.......” Manda sangat gugup, melihat mata Nagita yang keruh dan berawan, hatinya terasa agak sedih.

“Rara, kenapa kamu kurus lagi?” Nagita meraih tangan Maira penuh semangat, sangat intim sekali, sama sekali tidak melihat Manda yang berada di samping.

Manda hanya melihat mereka berdua penuh kebahagiaan dan sukacita, bahkan tidak bisa ikut berbicara sepatah kata pun.

Rendra tidak tega melihat istrinya diacuhkan, lalu pergi merangkul Manda ke dalam pelukannya, dia menggosok-gosok bahunya, menghibur dengan suara pelan: “Tidak apa-apa.”

Mata Manda sudah memerah, jika bukan adanya dukungan Rendra, kemungkinan dia akan meneteskan air mata di hadapan mereka.

Setelah Nagita dan Maira selesai bicara, barulah melihat ke arah Manda, tapi, dalam pandangannya menjauh dan terasa asing.

“Kamu juga datang, sebenarnya tidak perlu, ada Rara yang menjemputku sudah cukup.”

“Aku.....ma, apakah kamu baik?”

Dibandingkan dengan semangat Manda, Nagita sangat datar sekali, “Tidak ada yang tidak baik bagiku, waktu lima tahun, aku juga sudah berpikiran terbuka, masalah di masa lalu jangan diungkit lagi, saling memaklumi saja.”

Manda sangat senang, terus mengangguk, “Baik, baik, kalau begitu.....” Dia menoleh dan melihat Rendra, lalu melihat ke arah Nagita dan Maira Pradipta, “Kita makan bersama saja.”

“Aku sudah memesan tempat, tidak perlu.....”

Mulut Maira cepat sekali, Nagita menghentikannya tepat waktu, “Karena Rara sudah memesannya, maka ikut pergi bersama kami saja, jadi tidak perlu mencari tempat lain lagi.”

Manda: “Baik.”

Rendra mengemudi dan mengikuti mobi Maira dengan dekat, melihat tampang Manda yang senang, dia tidak bisa tidak mengingatkannya: “Masalah waktu itu jelas-jelas mereka yang keterlaluan menindas orang, sekarang malah dia sendiri yang mengatakan jangan ungkit, teori apa ini? Apakah dia layak untuk dimengerti dan dimaafkan?”

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu