Cinta Pada Istri Urakan - Bab 454 Kamu Lihat Putri Baik yang Kamu Ajari

"Jangan ribut lagi," Romo menghentikan dengan kuat, "Kalian siapapun yang mengambil, lebih baik serakan keluar, aku bisa pura-pura tidak tau dan tidak menyalahkan, tunggu aku periksa, maka ini adalah pencurian."

Reni melihat Laras tidak senang, dengan sombong duduk disamping putrinya, mengangkat kedua kakinya dengan pelan memarahi, "Sungguh mencari masalah."

Laras tidak akan membiarkannya begitu saja, itu adalah barang kakek, harganya hanya nomor dua, tidak boleh dicuri orang lain begitu saja, "Pa, kalau memang tujuan pencuri adalah uang, kalau begitu, kaligrafi yang dia curi pasti sudah dijual, pergi ke pasar periksa catatan penjualan saja sudah akan dapat, aku tau simpanan kakek apa saja.“

”Baik, segera lapor polisi."

Lana terus menunduk, wajahnya tampak seperti bermain handphone tidak peduli, sebenarnya hatinya sudah mati ketakutan, begitu mendengar bisa memeriksa catatan penjualan, mendengar papa mau lapor polisi lagi, wajahnya langsung berubah, seluruh badannya sedang gemetaran.

Reni yang duduk disebelah Lana, begitu putar kepala langsung bisa melihat ekspresi Lana, dia terdiam, menahan tangan putrinya dengan matanya bertanya padanya.

Lana yang mendapatkan pandangan bertanya dari mamanya, langsung memberikan sinyal permintaan tolong.

"Tunggu!" Reaksi Reni sangat cepat, langsung menghentikan Romo, "Ini adalah urusan keluarga kita, seperti yang dikatakan kejelekan keluarga tidak boleh diumbar, bukankah hanya kehilangan beberapa lukisan, apa perlu sampai lapor polisi?"

Laras bertanya balik, "Tante Reni, tadi anda bukan berkata seperti itu."

Reni berpura-pura tenang, "Aku takut memalukan,:

Laras melihat perubahan sikap Reni yang sangat aneh, lalu melihat Lana yang yang sangat tidak biasanya tidak berdebat dengannya, otomatis dia curiga.

"Lana!"

"Ah?" Diikuti dengan panggilan jelas Laras, Lana gemetaran, handphone yang dia pegang sampai tejatuh.

Dia melototi Laras, dengan panik mengeluh: “Apa......Apa yang kamu lakukan? Tiba-tiba memanggilku, ingin mengejutkan orang?"

Laras berdengus dingin, mengangkat kepalanya berbicara kepada Romo: "Pa, tidak lapor polisi juga boleh, anggap saja memberi sebuah kesempatan untuk berubah kepada pencuri, lagipula periksa catatan penjualan saja akan langsung tau siapa yang curi, tunggu sudah dipastikan baru lapor polisi juga tidak terlambat."

Lana langsung berdiri, "Laras, curi apanya, kenapa kamu begitu pulang langsung mengaduk emosi? Barang kakek, apa dia sendiri tidak boleh memberikannya kepada orang lain?"

"Memberikan kepada orang lain? Kamu ingin bilang kalau......Kakek memberikan lukisannya padamu?"

Lana sedikit merasa bersalah, "i-i-i-i-i.......Iya, kamu keberatan?"

Reni mumpung kesempatan membantu putrinya bebas dari kesalahan dan berkata: "Laras, apa maksudmu? Barang kakek, dia ingin memberikan kepada siapa, apa kamu berhak mempertanyakannya?"

Keadaan sebelum dan sekarang berubah begitu cepat, Laras sangat salut.

"Lana pulang dari luar negri selalu dirumah menemani kakek, kakek sayang padanya, memperlakukannya dengan baik, memberinya sedikit barang juga tidak boleh? Apa kamu cemburu, ingin dengan Lana merebut warisan kakek?"

Perubahan alur yang begitu cepat, banyak orang yang tidak bisa bereaksi.

"Laras, kamu sungguh tidak tau malu, dulu masih berpura-pura berjanji padaku tidak menginginkan sepeserpun uang papamu, kenapa, sekarang mau membesarkan anak tekananmu besar, ingin mengingkarinya? Sekarang bahkan barang wasiat kakekmu juga mau kamu rebut? Kalau begitu apa harta keluarga Bakrie kamu juga menginginkannya?"

"Kamu sudah selesai berbicara belum?!" Romo berteriak marah, melototi Reni dan Lana.

Hati Reni bergetar, Lana lebih tidak berani berbicara, diam-diam bersembunyi dibelakang Reni.

Romo melambai kepada semua orang, "Semuanya bubar, kembali ke pekerjaan masing-masing."

Para bawahan tidak berani banyak berbicara, tidak berani diam lebih lama, langsung bubar.

"Lana, beritahu padaku sejujurnya, kapan mengambil barang kakek?"

Lana tidak berhenti menarik sudut baju Reni, tergagap tidak berani bersuara.

"Masih tidak cepat katakan?"

"Aduh, untuk apa kamu begitu galak?" Reni yang tidak sanggup mendengarnya, berdiri dan berhadapan dengan Romo, "Romo, apa maksudmu? Tidak percaya dengan Lana ya? Apakah kakek memberikan sedikit barang kepada cucunya, kamu yang sebagai papa mau melaporkannya mencuri?"

Romo mengacuhkan Reni, dengan marah melihat Lana berkata: "Aku hanya mau kamu jujur."

"Jangan takut Lana, mama disini tidak ada yang berani......"

"Reni kamu tutup mulut! Apa kamu tidak pernah mendengar kebaikan ibu menyesatkan anak? Kalau kamu begini memanjakannya tanpa batas, hanya akan menyesatkannya!"

"......" Reni benar-benar terdiam, semua kemarahannya hanya bisa ditelan kedalam perutnya.

"Katakan!"

Menghadapi suara pertanyaan papa yang bagaikan petir, Lana dengan takut berkata: "Sungguh kakek......kakek yang memberinya padaku......Aku juga tidak tau dalamnya ada apa, aku juga tidak tau lukisan jelek itu bernilai berapa, dia adalah kakekku makanya aku simpan, kalau dia adalah orang lain, memberi padaku aku juga tidak mau."

Hati Romo sangat sakit, mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

"Ah, ma!" Lana terkejut sampai seluruh badannya bersembunyi dibelakang Reni.

Reni menghadang didepan putrinya, "Romo, kamu mau memukulnya lagi ya? Tamparan kemarin wajahnya sampai bengkak 3 hari kamu sudah lupa?"

Suara dari bawah terlalu ribut, kedua anak kecil diam-diam keluar dari kamar, merangkak di susuran lantai kedua dan melihat kebawah.

Laras melihat mereka, langsung menghentikan Romo yang marah, "Pa, sudahlah, kalau memang barang wasiat kakek masih ada mala tidak apa-apa, mengenai ada ditangan siapa tidak apa-apa."

Romo sedikit lega, setidaknya ada Laras yang begitu pengertian mau mundur selangkah, tapi hal ini dia sangat mengerti jelas.

Laa sejak pulang ke Jakarta, hanya selalu tinggal dirumah, sedikitpun tidak ingin berubah lebih baik, hanya tau berfoya-foya.

Dia memang di rumah, tapi tidak pernah ke kamar kakek, selalu mengkritik kakek jorok dan ribut.

Lalu kakek tidak bisa dirumah lagi, pindah ke rumah sakit, dia tidak pernah pergi menjenguk, pemakaman kali itu kalau bukan karena Romo memarahinya, dia masih ingin keluar berliburan.

Yang paling kelewatan, dia hanya tinggal dirumah, malah yang dihabiskan tidak sedikit, Romo begitu marah langsung menghentikan kartu kreditnya, membatasi uang bulanannya, tapi dia pengeluarannya masih sama seperti dulu, sedikitpun tidak berkurang.

Dia mengira kalau Reni diam-diam memberinya uang, sekarang dipikir-pikir, uangnya pasti hasil dari penjualan kaligrafi antik kakek.

Laras sudah naik ke atas, membawa kedua anaknya ke dalam kamar.

Reni dan Lana juga ingin pergi, tapi dihentikan Romo, "Lana, kamu katakan padaku dengan jujur, menjuala berapa banyak lukisan kakek? Berapa harga jualnya?"

Lana merapatkan bibirnya menggeleng, tatapannya tidak berhenti melirik Reni.

Reni masih belum berbicara, Romo langsung memarahi, "Jangan lihat mama kamu, katakan yang jujur, sejak kapan kamu mencuri barang kakek?"

"Tidak ada, bukan aku curi, kakek yang memberinya padaku."

"Kebohongan seperti ini mau memohongi orang lain bisa, kamu masih ingin membohongiku?"

"Aku mana berani, sekarang kamu sudah tidak sabar untuk mencekikku sampai mati, aku mana berani membohongimu."

"Kamu katakan lagi!" Romo marah sampai berjalan kesana kemari, melototi Reni dan memarahinya, "Kamu lihat putri baik yang kamu ajar”

Novel Terkait

Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu