Cinta Pada Istri Urakan - Bab 481 Kamu Seperti Ini Apa Bukan Mau Papaku Mati?

Kali ini Bobi sakit parah, diinfus selama 6 hari, setiap dua hari sekali memeriksa darah untuk melihat kadar protein dari reaksi hipersensitif C, sampai hari keenam, saat memeriksa darah untuk ketiga kalinya, angkanya baru turun sampai ke angka normal.

Dua punggung tangan Bobi semuanya ada bekas suntikan, memar cukup besar.

Beberapa hari ini, Gavin yang menjemput dan mengantar ibu dan anak ini, saat Bobi di infus, Gavin menemani anak, Laras pergi ke CCM untuk menjenguk ayah.

Romo masih seperti biasa, tidak ada tanda untuk sadar sedikitpun.

Mengetahui dari perawat di sana, Reni dan Lana hanya 3 hari awal menjenguk ke sana, setelahnya sekalipun tidak datang ke sana lagi, bahkan biaya pengobatan Romo juga tidak dibayar tepat waktu.

“Apa? Mereka bahkan juga tidak melunasi biaya rumah sakit?”

“Iya, ini nota peringatan pembayaran.”

Laras menerima nota dari tangan perawat, ia kesal sampai tangannya mengepal gemetar.

Saldo rekening yang diisi sebelumnya 6 miliar sudah habis digunakannya, masih berhutang 1 miliar, keluarga Atmaja yang kaya, memiliki harta trilliunan, biaya pengobatan yang hanya beberapa miliar ibarat hanya setetes air dari lautan, sedangkan Lana mampu membeli satu tas seharga puluhan miliar, biaya rumah sakit yang sedikit ini hanya satu kali uang makan mereka.

Ditambah lagi, ini Romo, suaminya Reni, ayah kandung Lana, tak disangka mereka tega juga?

Apa mereka berpikir untuk membiarkan Romo mati?

Dokter utama melihat keluarga pasien, langsung menghampiri bertanya: “Nona Atmaja, dalam otak pak Romo ada penggumpalan darah lagi, kami sudah menggunakan obat, tapi efeknya juga tidak terlalu baik, kalau sampai penggumpalan darah membahayakan nyawanya, kita perlu melakukan pembedahan otak lagi, untuk menghilangkan penggumpalan darah.”

Hati Laras jadi sangat takut sekali mendengarnya, “Dok, kalau begitu papaku… papaku dia, apa masih bisa sadar kembali?”

“Saya tidak bisa menjamin ini, saya hanya bisa berusaha semampunya.”

“….” Hati Laras kacau sekali, ayahnya adalah pohon besar yang melindunginya, tempat perlindungan dari angin dan hujan baginya, penunjang hidupnya, kalau misalnya pohon besar roboh, kalau benar demikian bagaimana dengannya?

“Jadi aku mau meminta pendapat dari pihak keluarga, setuju atau tidak dilakukan operasi, ini merupakan rencana operasi yang tidak pasti dilakukan, juga mungkin sewaktu-waktu perlu dilakukan.”

“Baik, aku mengerti, aku nanti kasih kamu jawaban.”

Laras dengan tertegun berjalan keluar dari CCM, dengan tangan yang gemetar dia menelpon Reni.

Telpon berdering lama sekali, Reni baru mengangkat, begitu mengangkat, nada suaranya tidak terlalu baik, “Ada apa kamu mencariku? Semua hal sudah diserahkan ke pengacara, kalau ada sesuatu kamu silahkan hubungi pengacaraku.”

“Bukan masalah perkara, masalah papaku dokter bilang papaku mungkin perlu melakukan operasi kedua kali, karena efek penggunaan obat untuk membersihkan penggumpalan darah di otak tidak sesuai yang diharapkan.”

Telpon sebelah sana tidak bersuara, Laras mendesak berkata: “Pihak rumah sakit perlu kita pihak keluarga sesegera mungkin memberi jawaban, kalau kamu setuju, tolong hari ini ke sini untuk tanda tangan.”

Akhirnya, Reni membuka mulut berkata: “Kamu setuju?”

“Apa aku bisa tidak setuju? Kata dokter kalau misalnya tekanan di otak terlalu tinggi dan penggumpalan darah tidak bisa dibersihkan, bisa langsung mengancam nyawa papa.”

Reni seakan juga sedang berusaha mempertimbangkan, lama sekali, dia dengan dingin berkata: “Kalau kamu setuju ya tanda tangan, kamu sendiri bertanggung jawab atas semua akibatnya.”

“Kamu… apa maksudmu?”

Tidak bersuara lagi.

“Bibi Reni, apa kamu ini berpikiran untuk menghentikan pengobatan? Biaya rumah sakit juga sudah hutang, kamu seperti ini apa bukan mau papaku mati?”

“Laras, tolong kamu perhatikan kata-katamu, papamu terjatuh dari tangga putramu lah yang perlu bertanggung jawab, kalau ada apa-apa dengan papamu, putramu juga yang mencelakainya.”

“Kamu ini berdalih saja, jangan keterlaluan.”

“Kamu itu yang jangan keterlaluan, mengingat Romo terus bilang mau berbaikan dan melindungi kamu putrinya ini, kalau begitu, sekarang dia terkena musibah, lihat kamu putrinya ini bisa tidak membalas budinya.”

“Maksud kamu ini…. kamu tidak akan mengurus papaku lagi?”

“Aku dan dia jadi suami istri selama 20an tahun, aku, Reni sudah memberikan seluruh yang bisa aku berikan ke dia, tidak berhutang apapun dengannya. Sekarang dia tumbang, aku keluarga Bakri tidak bisa tumbang, aku harus memegang kendali, ini adalah kewajibanku sebagai penerus satu-satunya keluarga Bakri, dia bisa mengerti.”

“…” Laras yang mendengar, dalam hati jadi dingin.

“Perkataan kukatakan sampai di sini, besok-besok, biar kedua belah pihak pengacara saja yang berhubungan, aku merasa mual mendengar suaramu.”

Usai mengatakan, Reni memutuskan telpon, Laras menghirup nafas besar, dia mendongak, kulit mata berusah dibuka sebisanya, menggigit gigi, tidak akan membiarkan air mata menetes.

Dia tidak pernah mempercayai mistis, tambah tidak percaya lagi dengan hantu dan dewa, tapi kali ini, dia tidak bisa tidak mulai curiga, apakah dirinya benar sudah membawa sial bagi suami dan orang tua, mengapa keluarga di sisinya, bisa satu per satu mendapat musibah.

“Mama…” Tiba-tiba, suara kekanakan Bobi yang jernih terdengar dari samping.

Laras menoleh ke sumber suara, hanya kelihatan Gavin menggendong Bobi berdiri di sana dan melihat dirinya, sesaat dia tidak sempat merespon, tertegun seperti ayam kaku berdiri di tempat.

Gavin berjalan ke sana, berkata: “Dokter sudah melihat hasil tes darah, angka sudah normal, juga tidak membuka resep obat lagi, sudah sembuh total.”

Laras menggangguk terbengong.

“Ada apa dengan papamu?”

Laras terdiam dan mengedipkan mata, “Mungkin… masih perlu menjalani operasi…”

Gavin mengira wanita itu hanya cemas saja lalu memberi semangat berkata: “Percayalah dengan dokter, dokter Zhang ini adalah guru Anis, keahlian operasinya sangat hebat, seandainya dia memutuskan untuk operasi pasti bisa berhasil.”

Laras menghirup nafas dalam, melihat muka Bobi yang letih dan kurus, wanita itu dengan berhati-hati dan juga suara ringan bertanya: “Bobi, sewaktu di rumah kakek, apa kamu meletakan mobilan sembarangan?”

“Mama, kamu sudah tanya ke aku beberapa kali.”

“Benar demikian kamu ingat lagi dengan baik, apa lupa dan meletakkan mobil-mobilan di lorong?”

“Tidak, setiap kali aku selalu membereskan mainan dengan baik, tidak bisa lupa.”

Dalam mata Laras terpancar sorotan mata yang senang tapi juga pahit, dia percaya dengan putranya, tapi, mau bagaimana dia membuktikan seorang anak kecil yang tidak bersalah?

Reni dan Lana semuanya bersikeras mengatakan bahwa Romo tidak berhati-hati dan menginjak mobilan Bobi lalu terjatuh ke bawah, sekarang semua orang menyalahkan Bobi tidak dewasa dan ketidak-patutannya sebagai seorang ibu ini, melempar semua tanggung jawab atas kecelakaan Romo ke mereka anak dan ibu.

Sebaliknya dia tidak peduli dengan hal ini, tapi Bobi, anak yang begitu kecil, tahu apa, meski dia menyatakan bahwa dirinya tidak sembarangan meletakkan mainan, siapa juga yang akan percaya?

“Mama, apa kamu tidak percaya aku?”

“Bukan, mama percaya kamu, juga percaya bahwa kakek sedang terkena musibah, jika ia bernasib baik pasti bisa melewati rintangan ini.”

“Mama, aku ingin menjenguk kakek.”

“Anak baik, tunggu kakek sudah baikan baru datang ke sini jenguk, sekarang biarkan kakek berobat dengan baik.”

Laras menoleh lagi ke Gavin berkata: “Aku pergi bayar dulu, tolong kamu gendong sebentar.”

“Tidak masalah, kamu bereskan dulu.”

Gavin mengamati sekilas nota peringatan pembayaran rumah sakit yang ada di tangan wanita itu, agak mengerutkan dahi, mengejar bertanya: “Apa bibi Reni tidak urus lagi?”

“….” Laras merasa gelap dalam hati, pria itu langsung menembak sasaran.

“Keterlaluan dia seperti ini, kalau begitu… bagaimana kamu selanjutnya?”

Laras dengan yakin berkata: “Meski bagaimanapun aku tidak akan meninggalkan papaku!”

Novel Terkait

Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu