Cinta Pada Istri Urakan - Bab 127 Hanya Bisa Menebalkan Muka, Berlutut Dan Menjilat

Kapal pesiar mulai menambah kecepatan, angin laut juga semakin kuat, Laras menundukkan kepalanya, rambut dari kedua sisinya terhempas kewajahnya.

Gavin yang duduk dibelakangnya, membantunya menughalangi angin darinya, telapak tangannya yang besar menyentuh kepala kecilnya, menyisir rambutnya.

Sebelum dia pergi, rambutnya hanya menutupi telinganya, sekarang sudah panjang sampai kebawah telinga, sudah hampir sebahu.

Dia menyisir rambutnya dengan sayang, juga menjepit lembut bagian belakang lehernya, berkata: "Sudah tidak bertemu begitu lama, sekarang bisa bertemu denganku, tidak senang?"

"Aku menarik kembali kata-kataku yang memarahimu bodoh dan hanya bisa menyebabkan masalah, aku merasa tadi kamu sangat berani, seperti prajurit wanita yang pemberani, sangat keren."

"Ras, aku sangan bangga dengan kinerjamu tadi, akhirnya aku boleh pulang kerumah menemanimu, kamu tidak senang?"

Laras yang mendengar merasa telinganya sedikit gatal, dia sadar, kalau Gavin marah, dia akan memanggilnya Laras, ketika menutup pintu dan jatuh cinta akan memanggilnya istri atau nyonya Pradipta, kalau lagi biasa akan memanggilnya Sayang, tapi kalau dia mau menyenangkannya atau sedang merasa bersalah, akan memanggilnya ‘Ras’.

Laras mendorongnya menggunakan bahunya, menggigit sudut bibirnya, dengan sedikit emosi, berkata: "Apa kita sekarang baru bertemu? Bukannya tanggal 15 kemarin sudah bertemu? Aku membawa Yuni dan kamu membawa Jenny, kamu juga menciumnya didepan umum, betapa mendominasi dan tidak terkontrol, apa kamu pernah menciumku didepan umum? Didepan orang banyak, menggandeng tanganku saja kamu tidak pernah."

"Saat itu keadaan khusus, aku sedang ada tugas." Gavin menjelaskan

"Tugas kamu termasuk berpura-pura menjadi sepasang kekasih dengan Jenny?"

"......"

"Jadi apa tugasmu termasuk membuat anak?"

"Kamu jangan begini." Gavin sangat tidak berdaya, ketidakberdayaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Laras membalikkan kepalanya, melihat kearahnya, awalnya masih banyak keluhan yang mau dia keluarkan, tetapi sekali dilihatnya wajah Gavin, dia langsung tidak bisa berkata apa-apa.

Hanya melihat bengkak merah dipinggir matanya yang dikulit putihnya lebih terlihat, luka di tulang alis, walau sudah berkerak, tetapi luka itu masih berdarah.

Dia yang begini, seperti pangeran yang membawa pulang kemenangan setelah pertarungan penuh darah, darah segar adalah catatannya, bekas luka adalah medali militernya, nilainya tidak pernah berkurang karena luka diwajahnya itu, sebaliknya tampak lebih pria.

Laras menggigit bibirnya, menutup matanya, dan menolak membuka pikirannya.

Dunia ini terlalu tidak adil, dia dicium oleh Christian, Gavin marah sampai mau makan orang, tidak peduli bagaimana dia menjelaskan, Gavin tidak mau mendengar, menyalahkannya, tapi sekarang, dia menggunakan alasan menjalankan tugas untuk berdekatan, berciuman didepan umum, sepasang pria wanita sekamar berhubungan badan, juga tidak memperbolehkannya marah?

"Kamu jangan terlalu dekat denganku, aku mau menenangkan diri." Laras mendorong pelukannya, jalan maju kedepan.

Dia sekarang benar-benar tidak ingin banyak bicara dengan Gavn, yang pertama lokasinya tidak tepat, dibawah ada begitu banyak orang, dan semuanya adalah prajurit bawahannya, benar-benar tidak cocok untuk membicarakan masalah ini, yang kedua adalah alasan dia sendiri, dia tidak mau memelihat wajahnya yang mempesona dan dengan gampang memaafkannya.

Gavin membuang nafasnya dengan kasar, dengan tidak berdaya mengangguk kepalanya, "Baiklah, aku turun kebawah dulu, kalau kamu ada apa-apa panggil aku."

Melihat Laras yang masih membelakanginya dan tidak bersuara, dia benar-benar langsung turun kebawah.

Ketika orang dibawah melihat bosnya turun dengan wajah yang hitam, langsung tau keadaan tidak baik, semuanya menghindarinya, bisa berapa jauh, berhindar berapa jauh.

Weiner: "Aku pergi kebawah kabin lihat-lihat dulu."

Sonny: "Weiner, barengan."

Jino: "Kalau begitu aku pergi menghitung senjata."

Jordan melihat Gavin yang semakin mendekat, hatinya panik, "Aku pergi hubungi bagian bea cukai dulu, mengatur kerjasama."

"Hendro, kemari."

"......" Hendro yang lambat selangkah, dipanggil oleh Gavin, dia benar-benar menyesal naik kapal pesiar, baik-baik tinggal dipodium kapal selam bukankah lebih baik! Ngotot mau naik kesini melihat sesuatu yang segar.

"Bos, bagian atas matamu terluka, aku pergi panggil tim medis......"

"Tidak masalah."

"Ekhem, oh." Gavin memotongnya, dalam waktu yang sama juga menghancurkan pikirannya untuk mencari alasan lain untuk melarikan diri, "Bos, bagaimana?"

Diantara mereka beberapa orang ini, Hendro adalah bagian intelijen, yang paling lama, yang paling teliti, yang pemikirannya paling bijaksana, yang paling penting, dia punya pacar, dia sudah pacaran selama 8 tahun, paling mengerti hati wanita.

Gavin memanggilnya kedepan, juga tidak ada apa-apa, sebelum buka mulut doa juga sedikit malu-malu, dia menarik Hendro sampai kedepan geladak, mencegah didengar oleh orang lain.

"Laras tau aku dan Jenny berperan sebagai pasangan ditugas ini, bagaimana ini?"

",,,,,," Hendro bingung sebentar, lalu tidak bisa menahan untuk tidak tertawa.

"Serius sedikit, aku serius bertanya padamu."

Hendro menyimpan tawanya dengan cepat, berkata: "Tidak bisa berbuat apa-apa lagi, hanya bisa menebalkan muka, berlutut dan menjilat."

"Ha?" Gavin juga sedikit terbingung sampai sudut mulutnya sedikit tertarik, sangat aneh mendengar berlutut dan menjilat dua kata ini dari mulut Hendro, benar-benar berpengalaman.

Hal seperti ini, tentunya kami tau hanya akting, tapi kamu menjelaskan ke kakak ipar seperti ini pasti tidak bisa, yang paling penting hubungan ketua tim Jenny dengan kamu tidak biasa, kakak ipar pasti sangat tidak senang."

Gavin menjelaskan: "Aku bersumpah aku dan Jenny tidak ada hubungan apa-apa."

"Kamu hanya berkata tidak guna, harus kakak ipar percaya baru bisa, perasaan sangat penting, perasaan, tahu kan?"

Gavin batuk pelan, membuat ekspresi seolah-olah tidak mengerti.

Hendro mengangkat alisnya, dengan wajah bangga berkata: "Mengapa Daria cinta mati padaku, karena makanan yang aku berikan bercukupan, sekali dia cukup, mana ada pikiran untuk mencurigai ini itu."

"......" Gavin tiba-tiba sadar dan merasa, dia baru pertama kali mengenal Hendro.

Ketika sampai ke tempat tujuan, langit sudah gelap, kota Jakarta masih dingin, pergantian dingin panas ini membuat Laras memiliki gejala demam.

Setelah Gavin membereskan semua hal, Gavin langsung membawanya ke rumah sakit tentara.

Di rumah sakit, Dokter memeriksa dan mengobati luka mereka lebih hati-hati, Laras hanya luka kulit luar, cukup perban desinfeksi, dan tulang alis Gavin sedikit retak, perlu beberapa waktu untuk sembuh.

Dokter memberi mereka kamar pasien untuk dua orang, agar mereka berdua dapat beristirahat dengan baik.

Tengah malam, Laras tidur sangat nyenyak, juga tidak tau karena terlalu lelah terlalu ngantuk, atau karena demam tidak turun, Gavin tidak bisa tenang, langsung mencari dokter untuk bertanya keadaannya.

"Dokter, dia tiba-tiba demam, apa karena infeksi lukanya?"

"Harusnya tidak akan, lukanya tidak dalam, tapi juga tidak sepenuhnya dikesampingkan, terutama memikirkan cerukan fisik dan pergantian musim dingin dan panas yang menyebabkan demam."

"Kalau begitu kenapa demamnya tidak turun?" Dia sedikit menyalahkan diri sendiri, tidak seharusnya dia membiarkannya tinggal diatas kapal pesiar ditiup angin seharian.

"Tuan Pradipta tidak usah terlalu khawatir, suhu nyonya Pradipta 38 derajat, tidak terlalu tinggi. Sebaliknya anda, mata semakin bengkak, kalau besok tidak kempes harus memikirkan untuk penanganan lanjut.”

Gavin tidak terlalu mempedulikan lukanya, "Aku menyuruhmu datang kesini untuk membuat demamnya cepat turun."

"Kalau suhu Nyonya Pradipta sampai 38,5 derajat. akan kami berikan obat penurun demam."

"......baik, kamu keluar dulu, aku akan melihatnya."

Dokter menghela nafasnya, hanya bisa bilang: "Tuan Pradipta, anda juga menjaga kesehatan sendiri."

Saat ini, handphone berbunyi mengganggu orang, Laras dengan menggerakkan alisnya pelan, Gavin langsung menjawab handphonenya, berjalan keluar jendela, memelankan suaranya dan menasehati, "Tengah malam begini telepon untuk apa? Tahu ribut tidak?"

Tapi, setelah mendengar jawaban dari lawannya, seluruh badan Gavin tertegun, dia membalikkan badannya melihat ke arah Laras, seluruh badannya kaku, wajahnya pucat.

Novel Terkait

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu