Cinta Pada Istri Urakan - Bab 479 Menusuk ke Dalam Hatinya

Selesai makan malam, Gavin sudah mau pergi.

Nana dengan tidak rela menarik tangan pria itu dan mengatar pria itu sampai ke depan pintu lift, berinteraksi dengan waktu yang singkat beberapa jam, gadis kecil sudah sangat bergantung pada pria itu, tapi pria itu, juga sangat menyukai gadis kecil ini.

“Paman Dita, lain kali kapan kamu datang lagi?”

Gavin ke belakang melihat Laras, Laras berdiri di depan pintu mengawasi mereka, seperti pria itu akan membawa lari putrinya saja.

“Lain kali kalau ada waktu luang jenguk Nana lagi.”

“Kapan itu?”

Laras melontarkan perkataan, “Nana, paman sudah mau pergi, kamu kembali.”

Nana menarik tangan Gavin, memberi tanda pria itu untuk berlutut.

Gavin tidak mengerti jadi berlutut ke bawah, Nana menginjit ujung kaki, mulut mendekat ke samping telinga pria itu, curi-curi berkata: “Paman Dita, kalau mamaku tidak menyukaimu, kamu jangan mengantri lagi, kejar aku saja, aku menyukaimu.”

Gavin tersenyum keluar dari lubuk hati, perasaan semacam ini sangat menakjubkan, seakan kabut asap yang terpendam dan tertekan dalam hati disapu bersih seketika.

Dia dengan manja dan lembut mengelus kepala kecil Nana, “Baiklah.”

“janji jari kelingking” Nana melebarkan mata besar yang bersih dan bersinar melihat pria itu.

“Baik.”

“Janji 100 tahun, tidak boleh berubah, kalau berubah jadi anak anjing. Sudah, da-da paman Dita.”

Gavin dengan hati yang sedih, tidak rela berjalan masuk ke lift, melambaikan tangan ke Nana, juga melambaikan tangan ke Laras, “Da-da.”

Melihat adegan ini, hati laras juga sangat sedih, sebenarnya dia juga sangat bertentangan, pria itu bisa pulang dengan selamat dan merasa sangat gembira tiada banding, juga marah dengan pria itu dulu dengan sepihak memberinya sebuah perjanjian surat cerai.

Juga ingin anak-anak mempunyai keluarga yang sehat dan bahagia, juga takut setiap masalah tidak bisa sesuai dengan harapannya, sebaliknya mungkin membuat dia kehilangan anak.

Kehilangan anak, hasil seperti ini dia juga tidak berani memikirkan, meski ada 90 persen keyakinan, dia juga tidak mau menerka pemikiran orang lain

Wanita itu takut berubah jadi tidak ingin berubah, dia tidak bisa kehilangan anaknya.

Setelah tengah malam, Bobi masih saja mulai demam lagi.

Laras berbaring di sampingnya, merasa seluruh tubuhnya panas seperti bola api.

“Halo, Fanny, sorry sudah larut seperti ini masih menelponmu.”

“Ada apa Laras?” Fanny samar-samar, kedengaran dia berbicara merasa dia juga belum bangun.

“Bobi sudah demam, ukur suhu badan ada 40.3°, sudah dikasih obat penurun panas juga tidak turun, aku perlu segera membawa dia pergi ke rumah sakit, tapi khawatir Nana di rumah sendirian.”

Fanny akhirnya mengerti, “Kamu seharusnya memberitahuku dari awal, kamu segera membawa Bobi pergi ke rumah sakit, aku segera pergi ke rumahmu.”

“Baik, terima kasih.”

Mematikan telepon, Laras tidak banyak mengulur waktu, segera memberi Bobi memakai baju, menggendongnya keluar dari pintu.

Bobi dalam pelukan sekujur tubuh panas sekali, yang membuat Laras lebih khawatir adalah, memanggil dia, anak ini juga tidak merespon.

Lari keluar komplek, hati Laras kacau, mobilnya masih di rumah sakit.

Tengah malam, larut malam tidak begitu ada orang, di jalan juga tidak ada mobil satupun.

Laras menggigit gigi, berencana lari pergi ke rumah sakit.

Tepat ketika ini, mobil yang berhenti di tempat parkir di pinggir jalan tiba-tiba membuka lampu besar, sinarnya keras menusuk matanya sampai tidak bisa dibuka, dia menyipitkan mata melihat ke depan, itu mobil Gavin.

Tak disangka dia, belum pergi juga.

Gavin segera berlari kemari, tanpa memberi kesempatan orang berpikir dari tangan wanita itu mengambil Bobi, “Demam lagi?”

“Em, sudah dikasih obat penurun panas juga tidak turun,, demam sudah sampai 40.3 derajat.”

“Seharusnya menurut denganku dari awal antar pergi ke rumah sakit, berjalan, cepat naik mobil.”

Saat ini Laras juga tidak bisa peduli begitu banyak, ikut dia naik ke mobil.

Saat mengendarai mobil, Gavin juga bertanya: “Nana sedirian di rumah?”

“Aku sudah menelpon ke Fanny, dia bisa ke sini.”

“Dia butuh berapa lama ke sini?”

“Kalau cepat 20 menit.”

“Selama itu hanya Nana seorang diri di rumah?”

“Iya.”

“Kamu sungguh semborono, dari awal ngapain?!” Gavin berpikir sebentar, dengan khawatir berkata, “Minta dia setelah sampai mengirim pesan ke kamu, memastikan Nana aman.”

Laras cemas dan juga menyalahkan diri sendiri, dia menggendong Bobi, melihat anak kecil yang biasa aktif saat ini lemas seperti ini, dia sungguh sedih bukan main.

Dua orang anak di rumah, dia dari dulu sudah jadi pengurus anak professional, anak demam dan flu adalah masalah biasa, di luar negeri, tidak pernah ke UGD, ke dokter membuat janji, tunggu sudah berhasil membuat janji anak sudah bisa sembuh dari sakit.

Wanita itu selalu menyelesaikan dengan cara ini, siapa sangka, kali ini Bobi bisa parah seperti ini.

Sampai di rumah sakit, Gavin mengendong anak berlari dengan cepat sepanjang jalan, memeriksa darah, memeriksa reaksi hipersensitif C protein terlalu tinggi, kontaminasi bakteri parah, harus diinfus.

Sebelum diinfus perlu melakukan pengetesan kulit, satu tusukan, Bobi langsung terbangun karena sakit, Hiks langsung menangis.

Gavin menggendong anak itu, agak mencengkram lengan kecilnya dengan tenaga, lengan anak ini kurus, tapi masih lumayan bertenaga.

Laras menutup mata anak kecil, menghibur berkata: “Bobi, tahan sebentar, tahan.”

Setelah setengah jam, hasil pengetesan kulit sudah keluar, tidak alergi, boleh diinfus.

Sampai di area infus, perawat mau menusuk jarum infus di punggung tangan Bobi, Bobi masih tidak ada apa-apa, Laras duluan yang cemas, “Panjang sekali? Besar sekali? Suster, apa kamu yakin ini untuk menyuntik anak kecil?”

Terhadap respon orang tua seperti ini suster sudah terbiasa sudah tidak aneh lagi, dia dengan sabar menjelaskan: “Setelah ditusuk jarum kasar akan dikeluarkan, jarum yang halus saja yang tetap di dalam, bisa terus di sana 3 hari. Kalau menusukkan dengan jarum kasar, kepala jarum mudah miring, dan besok kalau mau infus masih harus ditusuk sekali lagi, jadi biasanya infus anak kita pertimbangkan untuk menggunakan jarum pembuluh vena.”

Di luar negeri, flu dan demam sama sekali tidak perlu infus, tapi pulang ke dalam negeri, dokter malah lebih suka menginfus, Laras juga tidak bisa menyepelekan kesehatan anak, hanya bisa mendengarkan saran dokter.

Tapi jarum itu, tidak hanya menusuk di atas tulang punggung Bobi, itu juga menusuk ke dalam hatinya.

“Mama, jangan takut, aku tidak takut sakit.” Bobi berkata, “Kak suster, kamu pelanan ya.”

Suster tersenyum, “Baik, kamu pemberani sekali.”

Selesai menusukkan jarum, menginfus, Gavin menggendong anak kecil itu mencari satu ranjang dan berbaring.

Di dalam area infus anak kecil ini, orang tua yang menemani anak seperti mereka ini banyak sekali, meski semuanya saling tidak kenal, tapi perasaan yang cemas ini, malah menyerupai satu sama lainnya.

Laras dan Gavin duduk di kursi di samping ranjang, sibuk serentetan, langit di luar jendela segera jadi terang.

“Apa Fanny sudah memberimu kabar?”

“Em, Nana tidur nyenyak, tidak bangun.”

“Bagus kalau begitu.”

Laras menoleh melihat Gavin sebentar, dengan suara rendah berkata: “Aku tiak menyangka Bobi bisa sakit separah ini, ini salahku sebagai ibu… kali ini, sungguh sangat berterima kasih dengan kamu…..”

“Tidak perlu sungkan seperti ini denganku, tak peduli kamu berpikir gimana, tapi aku di sini, aku akan bantu kalian.”

“….” Laras tidak bisa berkata apapun untuk membalas.

Gavin melihat Bobi dengan tenang, saat ini pandangan mata tidak bisa dialihkan, saat melihat Nana dia hanya merasa gadis kecil ini bisa dibilang duplikatnya Laras, tidak berani berpikir banyak tentang hal lainnya, tapi melihat Bobi, perasaan yang tidak bisa digambarkan dalam lubuk hatinya semakin jelas lagi.

Novel Terkait

The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu