Cinta Pada Istri Urakan - Bab 291 Menginginkan Sebuah Pertemuan yang Layak

Setelah 3 tahun, akhirnya Sonny bisa bertemu dengan Vero lagi.

Melihat Vero yang pucat berbaring di ranjang pasien, hatinya sangat sait, dia merasa sel di tubuhnya bergejolak.

Dia berdiri di depan pintu sambil melihatnya, selangkah pun tidak berani maju, selain rasa sakit di dadanya, bahkan setiap kali dia bernafas akan terasa sakit juga.

Sudah selama 3 tahun, dia sudah menekan perasaan ini dalam-dalam, dengan penampilan senangnya menyembunyikan luka dihatinya.

Lama-lama, luka itu bukan hanya tidak sembuh, bahkan meradang dan bernanah.

Selagi dia tidak membuka luka itu, tidak mengingatnya, dia tidak apa-apa.

Lagipula sakit hati juga tidak akan membuatnya mati.

Dia tau tugas bosnya sangat tidak masuk akal tapi dia sekarang tidak tau harus berbuat apa, bisa berbuat apa.

Tubuh Vero sangat lemah, dari wajahnya saja sudah kelihatan.

Kakak ipar bilang Vero punya banyak penyakit, gula darah rendah, kekurangan darah, kekurangan gizi, detak jantung lemah, sesak nafas, sakit kepala, pingsan, apa-apaan ini semua, kenapa dia tidak baik-baik menyayangi dirinya sendiri?

Juga ada depresi, depresi itu apa, bagaimana dia bisa terkena depresi?!

Semakin Sonny pikirkan, dia semakin sedih, hatinya semakin sakit, luka di lubuk hatinya terbuka satu per satu, dagingnya juga ikut terkelupas, rasa sakit yang tak bisa dibayangkan.

Dia berdiri di posisi awal, menggertakkan giginya, mengepalkan tangannya, gemetaran karena terlalu kuat.

Saat ini, bulu mata Vero bergerak, sepertinya sudah mau sadar.

Sonny sangat gugup sampai nafasnya memelan, aku sekarang mau berbuat apa? Apa mau memanggil suster? Atau kesana bertanya bagaimana perasaan dia sekarang?

Vero menggerakkan matanya pelan, sebenarnya dia tidak ingin membuka matanya, dia sangat berharap bisa seperti ini tertidur tidak usah bangun lagi.

"Sh......" Dia dengan lemah mengangkat kepalanya menahan sakit di kening, menyentuh kapas yang tertempel, saat ditekan semakin sakit.

Dipintu berdiri orang begitu besar, tidak mungkin dia tidak lihat.

Sisa pandangannya melihat bayangan begitu besar, lalu mengangkat kepalanya melihat.

Lalu----

Dia terdiam melihat Sonny yang didepan pintu, Sonny tidak bergerak, juga terdiam melihatnya.

Vero bangun untuk duduk , kedua tangannya mengucek matanya dengan kuat, dengan tidak percaya melihat depan pintu.

Waktu seperti berhenti.

Dia berpikir, aku pasti sedang bermimpi, mimpi kali ini sangat asli, aku berharap tidak terbangun lagi.

Dia melihat orang yang dia kira di mimpinya itu, lalu pelan-pelan tersenyum.

Dia ingin tampil didepannya dengan penampilan paling cantik, dia ingin membuat Sonny menyesal pernah meninggalkannya, dia ingin membuat Sonny jatuh cinta lagi padanya.

Tapi, pertanyaannya memecahkan kebuntuan ini, juga memecahkan mimpi ini.

Sonny dengan pelan bertanya: "Kamu merasa bagaimana sekarang? Perlu kupanggilkan dokter?"

Vero tertegun, aku tidak sedang bermimpi?

Tiba-tiba dia duduk menegak, tidak tau entah gelisah atau gugup, entah sedih atau senang, kepalanya kosong, hanya merasa matanya sangat bengkak.

Dia mengedipkan matanya, sekuat mungkin menahan air matanya tidak keluar.

Dia menarik nafas dalam-dalam, menelan ludahnya beberapa kali, tapi tidak bisa menormalkan detak jantungnya.

Dia merasa jantungnya akan keluar dari dadanya.

"Apa kamu masih sangat sakit?" Sonny bertanya, "Bagian mana yang sakit?"

Begitu lama tidak mendapat balasan Vero, Sonny sedikit bingung, "Aku panggilkan dokter."

"Tidak perlu!" Ketika Sonny membalikkan badannya, Vero berteriak.

Sonny membatu disana.

Vero pelan-pelan membuka mulutnya: "Aku......Aku sangat baik, tidak perlu panggil dokter....."

"Oh."

"Bagaimana kamu bisa......ada disini?" Tuhan tau seberapa besar usahanya untuk menelankan air matanya, baru membuat dirinya tampak lebih baik dan layak.

Sonny dengan pose yang benar berbalik, seperti bertugas seperti biasanya, dengan serius berkata: "Pimpinan memerintahkanku melindungi saksi."

"Saksi? Aku? Saksi apa?"

"Kalau ini lebih baik kamu bertanya kepada Jendral saja."

Vero tau, secara pribadi mereka memanggil Gavin bos, hanya di situasi formal atau dihadapan orang luar baru memanggilnya Jendral.

Sonny sudah menganggapnya sebagai orang luar.

Vero membalikkan kepalanya, menatapnya dalam-dalam, ingin dengan layak mengucapkan "Lama tak berjumpa", tapi dia tidak sanggup.

Takutnya begitu mulutnya terbuka, air matanya langsung merambas.

Sonny malah dengan badan tegak, matanya melihat lurus kedepan, meliriknya pun tidak.

Dia seperti es balok menempel di depan pintu, mendinginkan satu ruangan.

Setelah beberapa lama, Sonny akhirnya melihat botol air infus yang hampir habis.

Tanpa berpikir banyak, dia langsung berjalan kesana, menekan bel diatas ranjang.

Dalam sekejap Vero merasakan bau maskulinnya, jarak mereka begitu dekat, bahkan bau badannya yang biasa saja dia bisa mengenalnya.

Bau ini masih ada di otaknya dalam 3 tahun ini.

Setelah menekan bel, Sonny langsung membalikkan badannya mau pergi, tapi Vero langsung menahan lengannya.

Badannya membatu, tidak tau mau harus bagaimana.

‘Kamu......" Vero mengangkat kepalanya, air matany keluar, sudah membuka mulutnya, tapi malah tidak tau bagaimana melanjutkannya.

Ketika ini, suster yang mendengar suara bel langsung mengantarkan obat kemari.

Begitu pintu kamar terbuka, Sonny langsung menarik tangannya, dengan kecepatan paling cepat berpindah ke ujung kasur, mengosongkan tempat itu untuk suster.

Wajah kaku itu, ekspresi serius itu, seperti sedang menghadapi seorang pembunuh.

Hati Vero tiba-tiba terasa sakit, sangat sangat sakit, tangannya terulur untuk menahan dadanya.

Suster berpesan: "Aih,aih, Nona Vero, tangan anda jangan digerakkan, ini jarum baja, kalau bengkok harus ditusuk ulang lagi."

Vero seperti boneka kayu, membiarkan suster membantunya berbaring.

Suster sambil menggantikan obat sambil berkata, "Nona Vero, ini adalah air infus yang terakhir, harusnya kalau sudah habis sudah boleh pulang, tapi demi keamanan, Jendral Pradipta sudah menguruskan administrasi opname anda, anda bisa beristirahat dengan tenang."

Pandangan Vero bingung, mau bagaimana dia tidak peduli, dia tidak mempermasalahkan mau tinggal dimana.

Malah Sonny bertanya: "Keningnya tidak apa-apa kan?"

"Luka luar, tidak apa-apa."

"Lukanya seberapa dalam, apa ada dijahit? Apa akan membekas?"

Suster melihatnya memakai seragam tentara, juga sangat tampan, pasti orang yang disuruh Jendral Pradipta datang kesini, lalu berkata: "Di dekat garis rambut ada 3 jahitan, memakai jarum kecantikan, tidak perlu dilepas karena akan menyatu dengan daging dengan sendirinya, ada rambut yang menutupi, walaupun ada bekas juga tidak akan kelihatan."

Sonny menghembus nafas lega.

Suster berkata lagi: "Di rak ada selimut, malam akan dingin, mau aku ambilkan atau kamu ambil sendiri."

Sonny mengangguk, "Terimakasih, aku ambil sendiri saja."

Suster itu tampak malu-malu, kepalanya menunduk, lalu dengan tersenyum berkata: "Baik, kalau ada apa-apa tekan bel saja, malam ini aku yang jaga shift, aku akan langsung datang."

"Terimakasih."

"Sama-sama.’

Novel Terkait

Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu