Cinta Pada Istri Urakan - Bab 449 Lalu Kenapa Dia Bisa Mati?

Suasana pemakaman sangat khusyuk dan khidmat, pohon cemara pinus berdiri curam dan gagah layaknya barisan prajurit yang dengan setia menjaga kedamaian.

Laras membawa dua orang anaknya masuk ke dalam pemakaman, tangan kanan dan kirinya menggandeng tangan mereka, dengan nada rendah berkata: “Tolong hening sedikit, tempat ini tidak diperkenankan untuk berbicara dengan suara keras, pegang bunga-bunganya dengan baik, jangan sampai ada yang terjatuh.”

Bobi adalah kakak laki-laki, dia lahir 5 menit lebih cepat dibanding dengan adiknya, Nana. Bobi adalah seorang anak yang pendiam dan bijaksana, setelah mendengar perintah dari mamanya, dia menganggukkan kepala tanda mengerti.

Nana malah kebalikannya, dia adalah seseorang yang cerewet, “mama, kamu sudah mengatakannya berkali-kali, kami bukan lagi anak-anak umur 3 tahun, kami tidak mungkin lupa.”

Laras tak tahan dan melototinya, “Kalian bukan anak-anak umur 3 tahun??”

Nana dengan polos berkata, “mama, kamu lupa? Kami sudah berumur 3 setengah tahun.”

“.....” 3 setengah tahun dan 3 tahun apa bedanya?

Hari ini adalah festival musim dingin, orang yang datang untuk berziarah sangat banyak. Saat itu sudah siang, tapi masih banyak mobil yang datang silih berganti.

Di depan tugu peringatan ada banyak orang yang datang berdoa, di dalam eksibisi juga ada banyak rombongan yang keluar dan masuk. Diantaranya ada rombongan wisata, rombongan anak-anak sekolah, semua datang untuk mengenang para leluhurnya.

Laras membawa kedua anaknya, dengan langkah yang panjang mereka langsung berjalan menuju makam.

Nisan Gavin sudah dibersihkan seperti baru, ada banyak sekali bunga yang diletakkan di depan nisannya. Laras mengetahui bahwa mereka sudah ada yang datang.

Ini adalah kali pertama Laras mendatangi makam Gavin. Sudah 4 tahun terlewati, selama ribuan malam telah ia tunggu. Hari ini, akhirnya dia memiliki keberanian untuk menghadapi kenyataan yang sebenarnya.

Mereka menaburkan bunga segar didepan nisannya, “Berlutut dan sujudlah”

Nana dan Bobi sangat menurut ikut berlutut dan bersujud, Nana terus memandang foto Gavin di atas nisan dengan seksama, ia tersenyum dan berkata “mama, paman ini terlihat sangat tampan, Nana kelak ingin mencari suami yang sama tampannya dengan beliau.”

Bobi langsung memandang adiknya dengan pandangan tajam.

Laras mencubit wajah anaknya, ia tersenyum dan berkata, “Darimana kita bisa menilai orang dari wajahnya? Mencari suami itu yang paling penting adalah sikap dan karakternya.”

“Memangnya sifat paman itu tidak baik?”

Laras melihat ke arah foto Gavin, di foto itu terlihat Gavin sedang mengenakan baju dan topi tentara, terlihat sangat tampan dengan alisnya yang tebal dan tegas serta mata yang penuh ekspresi, hanya saja ekspresi wajahnya agak sedikit kaku.

Tetapi jika standar wajah di pas foto seperti ini, semua orang pun tidak akan berfoto dengan memperlihatkan gigi dan ekspresi wajah pasti juga akan terlihat sangat kaku.

Di foto itu, wajah Gavin seperti sedang memandanginya, dia pun tidak sadar mengulurkan tangannya dan mengusap-usap fotonya. Tak lama kemudian, mata dan hidungnya sembab, ia menangis tak henti.

“mama? Kamu kenapa ma? Kenapa kamu menangis?”

Laras segera menyembunyikan kesedihannya, “Tidak apa-apa, mama tidak menangis, mata mama hanya kemasukan pasir saja.”

“Oh, mari aku bantu untuk meniupnya.” Nana memang seorang anak yang sangat perhatian dan bisa diandalkan, ia memegang wajah mamanya dengan kedua tangannya lalu meniup matanya dengan bibirnya yang kecil.

“Sudah, sudah, terimakasih Nana.”

“mama, kamu masih belum memberitahuku, sifat paman itu baik atau tidak?”

Laras termenung memandang ke arah Gavin dan berkata, “Tentara mengorbankan dirinya sendiri demi negaranya, semangat patriotnya ini sangat sangat mulia. Karena adanya pengorbanan dari merekalah, maka kehidupan kita bisa tenang seperti yang sekarang. Oleh karena itu, kita harus selalu mengenang mereka.”

Nana dengan serius memandangi Gavin, ia malu dan menggigit mama jarinya, “Oh, sepertinya aku sudah mulai mengingatnya, tetapi aku tidak mengingat namanya, goresan namanya sangat banyak dan sulit, aku sudah lupa.”

“.....” Laras pun tidak tau harus berkata apa.

Tiba-tiba Bobi membuka suara berkata: “Kalau bodoh itu harus banyak membaca buku, kamu ini masih saja banyak bicara, namanya Galpin.”

“Em...” Ah, Bobi! Kamu yakin kenal dengan nama itu?

Nana tertawa cekikikan dan berkata, “Oh namanya Vinvin ya, ini baru gampang diingat.”

“Hehe..namanya Gavin, V dari victory”

Nana mengedip-ngedipkan matanya lalu mulai bertanya lagi pada mamanya, “mama, aku tau V, tapi apa arti Victory?”

“Artinya bisa menang dalam suatu peperangan.”

“Lalu bagaimana dia bisa meninggal?”

“......” Laras lagi lagi dibungkan oleh pertanyaan putrinya yg masih polos, dia menghabiskan empat tahun lamanya menyepelekan rasa sakitnya ini, dan disaat yang tak terduga, rasa sakit itu kembali datang menyesakkan dadanya.

Dia juga ingin tahu, begitu heroik dan agresifnya Gavin, bagaimana bisa ia mati begitu saja.

Bobi kembali menatap Nana lagi, "Lihat kan, karena kamu bicara begitu banyak, mama menjadi tidak senang kan.”

Nana perlahan-lahan masuk ke dalam dekapan Laras, tangan lembut kecilnya memegang wajah Laras dan dengan lembut berkata: "mama, aku tidak akan berbicara lagi, kamu jangan menjadi sedih ya, nanti Nana beri mama lolipop untuk dimakan bagaimana? "

Laras menghela napasnya berkata, "Ya. "

"Oke kalau begitu, senyumlah, aku akan memberi mama satu jilatan. "

"Satu jilatan?" "

"Ya sudah dua jilatan,... Hmm paling banyak tiga, tidak lebih. "

“Dasar pelit!” Laras memukul pantat putrinya dan tertawa dengan air mata di matanya.

Setelah itu, mereka pergi untuk beribadah di sebelah makam Jino. Nana juga sedikit mengagumi wajah Jino, dia melihat sedikit keanehan, Laras sangat khawatir.

Setelah meninggalkan makam, Laras menerima kabar bahwa kakek sedang dalam kritis, dia segera memerintahkan supir untuk bergegas ke rumah sakit.

Alasan utama dia kembali kali ini adalah dikarenakan kakek yang sedang dalam kondisi kritis, dokter mengatakan bahwa kakek sudah tidak memiliki banyak waktu lagi.

Kondisi kakek dalam empat tahun merosot dengan drastis, tahun terakhir pun hanya dihabiskan di tempat tidur rumah sakit, masuk ke dalam ruang ICU adalah suatu hal yang sudah sangat sering terjadi.

Meskipun kakek masih hidup, tapi ia tidak bisa bergerak, tidak bisa berbicara, tidak bisa mengekspresikan dirinya dan ia benar-benar hanya bergantung pada peralatan dan obat-obatan untuk bertahan hidup.

Kali ini, setelah melewati ratusan perjuangan, Romo akhirnya bersedia mengikuti saran dokter untuk menyerah pada pengobatan.

Bagi kakek ini adalah suatu hal yang membuatnya lega.

Laras membawa kedua anaknya ke rumah sakit, sekali lagi menegur mereka, "Jangan banyak bicara, jaga ketenangan. Di rumah sakit ini ada banyak sekali orang, jadi ikuti mama, jangan berlarian kemana-mana."

Bobi diam tidak berbicara, Nana mengeluh lagi: "Duh mama cerewet sekali, aku masih mengingatnya kok."

Setelah keluar dari lift, Romo telah menunggu mereka di pintu masuk lift.

“Kakek.”

“Kakek..”

Karena mereka sering menggunakan panggilan video, kedua anaknya sudah familiar dengan Romo, begitu bertemu, mereka langsung memanggilnya dengan akrab.

Mata Romo memerah, dia menjongkokkan badannya memeluk kedua cucunya satu persatu, "Ah..anak yang baik, hari ini sudah meminta kalian datang kesana kemari, kalian pasti lelah ya?"

Bobi menggelengkan kepalanya.

Nana mengitari leher kakek sambil memakan lolipop, "Yah, lelah sekali, tapi kalau kakek membeli lolipop untukku aku pasti tidak akan merasa lelah lagi."

"Oke, belilah, nanti aku akan membelinya untukmu, tapi sekarang mari kita pergi melihat kakek buyut terlebih dahulu"

Kakek telah tiba di saat-saat ia seperti akan menuju kematiannya, ia sangat kurus bak tulang yang hanya terbalut oleh kulit, daging dan kulitnya tampak seperti daging kering, benar-benar seperti mati segan hidup tak mau lagi.

Melihat keadaan ini, mata Laras memerah, "Kakek.." Dia melangkah maju lalu membungkuk untuk melihat kakek, "Kakek, ini aku Laras, aku sudah kembali, kakek, bisakah kamu mendengarku berbicara? Kakek? "

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu