Cinta Pada Istri Urakan - Bab 247 Lihat Bagaimana Aku Membereskanmu!

“Cepat jawab aku!” Gavin agak tidak sabaran, nafasnya lebih tergesa-gesa lagi, bibir juga perlahan bergerak ke bawah.

Laras seolah-olah terhipnotis saja, badannya perlahan mulai mengikuti pria itu.

Dia merasa dirinya tidak berguna tidak berpendirian seperti ini, tapi juga merasakan kesenangan yang baru dan menggairahkan.

“Tidak suka, tidak suka kamu bertindak seperti ABG mesum ini, argh… kamu gigit aku?!”

“Kamu tidak nurut, kamu tidak jujur.”

“…..”

“Laras, aku seperti ini hanya terhadap kamu, aku hanya ingin membuatmu tahu pemikiran sebenarnya dalam hatiku, jangan tidak suka, oke?”

Hati Laras menjadi hangat, mana mungkin dia tidak suka, hanya sengaja mengatakan seperti itu saja, sebenarnya dia senangnya bukan main.

Dia berkata dengan terengah-engah, belajar seperti pria itu menggigit lembut daun telinga pria itu, dengan suara rendah berkata: “Aku…. sangat suka…”

Gavin seperti mendapat semangat saja, dengan cepat melepaskan baju yang basah kuyup di badannya itu, bersikap saling jujur dengan wanita itu.

Di pagi hari, di rumah tua keluarga Pradipta, Laras sebenarnya masih sangat tidak bisa melepas diri, setiap keping ototnya yang tegap dan kuat membuatnya terpesona.

Karena sudah berkeringat, tubuhnya menjadi bersinar, kulit yang berwarna kuning kecoklatan setiap inci seperti membawa kail, khusus menggaet hatinya.

Gavin tahu dia gugup, dia mencengkram tanganya dan meletakkan di atas dadanya sendiri, dengan suara yang lembut berkata: “Jangan gugup, semua orang di rumah juga tahu apa yang sedang kita lakukan, tidak akan ada orang yang tidak kenal waktu mengetuk pintu.”

Sekali tatapan mata Laras membengis, menghempaskan tonjokkan langsung memukul pria itu, “Kenapa kamu begitu menyebalkan yah?!”

“Hahahaha….” Gavin menunduk dan menyumbat mulut kecil wanita itu, menyerang dengan ganas dalam sekejap.

Laras sama sekali tidak dapat menahan diri, bau semangka yang harum samar-samar tercium dari dalam mulutnya, luar biasa, luar biasa enak dicium.

Gavin mengontrol semua proses, dia membawa wanita itu berbelok masuk ke kamar mandi.

Di saat genting, pria itu tiba-tiba berhenti, berkata: “Yah, terlalu buru-buru pulang, lupa beli kondom.”

Laras tidak bersuara, memberikan isyarat dengan tatapan mata ke pria itu —— mau bagaimana melakukannya kamu sendiri jelas dalam hati.

Gavin yang bersedih itu, ingin sekali menyatu masuk ke dalam tulang, dia tak henti-henti bermanja-manja meliuk di depan dada wanita itu, seperti seorang anak kecil yang jelas tahu tidak boleh makan tapi malah masih mau meminta permen.

Larsa merapatkan bibir tersenyum, dengan lembut berkata: “Sebenarnya… di masa aman juga bukannya tidak boleh…”

Dengan cepat sekali Gavin membuka matanya sebentar, seketika sepasang mata bergemerlap, pria iu tersenyum mengigitnya, “anak kecil, kamu lebih nakal dari aku, lihat bagaimana aku membereskanmu!”

……

——

Seusai menemani ayah ibu makan siang, mereka bersama-sama mengemudikan mobil pulang ke kediaman Gavin.

Di tengah jalan, Laras mengatakan ke Gavin perihal tentang Rendra dan Manda pacaran, juga bilang mau janjian dengan mereka untuk ketemuan.

“Kebetulan sekali aku juga ada keperluan mencari Rendra, kamu sekarang telepon dan janjian dengan mereka.”

“Baik.”

Laras sangat senang sekali mengeluarkan ponsel, baru saja membuka kunci, telepon dari Manda masuk, dia berkata: “Lihat kita, kompak sekali… Halo?”

“Laras, kakak perempuanku bermasalah.”

“Apa?”

“Kakak perempuanku terkena pukulan hebat, jiwanya tidak normal, di rumah menggila, ribut, juga mau lompat bunuh diri, ibuku tidak ada cara jadi lapor polisi, sekarang dengan paksa diantar ke rumah sakit.”

Manda di telepon panik dan kacau, “Laras mau bagaimana yah, kalau terjadi apa-apa dengan kakak perempuanu, besok-besok keluargaku, mau bagaimana yah?”

“Di rumah sakit mana?”

“Di Rumah Sakit Sumber Waras.”

“Baik, aku segera ke sana.”

Gavin juga sudah kedengaran nama tempat dari telepon, tanpa berbicara, membelokkan stir mengemudikan ke arah Rumah Sakit Sumber Waras.

Rumah Sakit Sumber Waras di kota Jakarta, adalah rumah sakit kejiwaan yang sangat terkenal.

Laras berkomat-kamit sendiri: “Aku selalu merasa pemikiran kak Maira terlalu berlebihan, tapi tidak pernah berpikir sampai ke arah ini, ternyata memang dia sudah sakit.”

Gavin mengenggam erat stir dan mengemudi dengan serius, terus meningkatkan kecepatan.

“Kak Maira dari kecil memang adalah seorang putri yang angkuh, meski usaha paman paling besar, terus tidak ada kemajuan besar, tapi juga hidup dengan berlebihan. Tahun ini perusahaan keluarga Atmaja tiba-tiba sangat naik keras, sekarang juga tiba-tiba mengalami masa kesulitan, ditambah lagi dengan pembatalan pernikahan dengan keluarga Dibyo, kak Maira pasti terpukul sekali.”

Gavin mengenggam tanganku, menenangkan sepatah, “Jangan cemas, mungkin masalah tidak separah itu.”

Dia juga pernah terkena sakit tertekan, juga merupakan jenis penyakit kejiwaan, di masyarakat ini depresi lebih sering ditemukan lagi, asal diobati tepat waktu bisa terkontrol, bahkan sembuh total.

Laras dan Manda hampir di waktu bersamaan tiba di rumah sakit, dua kakak adik bergandengan erat berlari pergi ke kamar pasien, Gavin bersama Rendra mengikuti dari belakang.

Di lorong di luar kamar pasien, hanya ada Nagita duduk di kursi menunggu.

Semua orang terkejut sekali, dalam waktu singkat yang hanya beberapa hari, Nagita seakan menjadi 10 tahun lebih tua, rambut di dua pelipis memutih.

Wanita itu menunduk, sepasang tangan memeluk muka, sendirian duduk di sana menangis dengan suara kecil.

Saat itu, Laras terhadap bibinya, hanya merasa simpati dan sedih.

Manda lebih lagi, “Ma…..” sekali dia membuka mulut langsung sedih sampai tak bisa berkata-kata, terbang cepat menerjang dan memeluk erat Nagita, “Ma, kenapa bisa begini?”

Saat ini, dari dalam kamar pasien terdengar suara jeritan ketakutan, bukan mengatakan apa, hanya jeritan saja, membanjiri seluruh lorong.

Nagita mendengarnya hati pun sakit bukan main, mengenggam erat dadanya, menangis berkata: “Mengapa bukan aku, Tuhan kalau mau menghukum hukum aku saja, jangan seperti ini terhadap putriku.”

“Ma, mama, kamu jangan begini.” Manda berlutut di depan ibunya, “Akulah yang tidak baik, aku tidak seharusnya memukul Tanu, tidak seharusnya lagi bertengkar dengan kakak, akulah yang tidak baik…”

Tangan Nagita yang gemetaran menyentuh wajah Manda, berkata: “Manda, kamu memang benar bukan anak kandungku….”

Semua orang sangat terkejut.

Nagita lanjut berkata: “Tapi, tapi aku tidak pernah menganggapmu bukan anak kandungku, kakakmu juga sama, kalau kakak bukan karena penyakit ini, pasti tidak akan mengatakan perkataan yang bisa melukai hatimu, kamu jangan perhitungan dengannya, pulang ke rumah yah?”

Manda menangis dan mengangguk, “Iya, mama, akulah yang tidak dewasa, maaf, aku bermarga Atmaja, aku, Manda Atmaja, adalah anak kandungmu.”

Jeritan sedih Maira sangat mengejutkan, di luar dua orang ibu dan putri yang tak berdaya saling memeluk kepala menangis sedih sekali.

Rendra saat ini baru mengerti jelas, ternyata ini adalah penyebab sebenarnya Manda kabur dari rumah.

Setelah lama sekali, suara jeritan Maira perlahan mengecil, terakhir tidak terdengar lagi.

Dokter yang menangani keluar, dengan paras muka yang berat berkata: “Penyakit pasien agak rumit, sekarang juga ada sikap melukai diri sendiri, jangan sekali-kali membiarkan dia terpukul oleh apapun lagi. Sekarang sudah menyuntiknya obat penenang, biarkan dia tidur lelap, nanti lihat lagi kondisinya. Aku dan grup spesialis rumah sakit masih harus berdiskusi sebentar.”

Dokter menenangkan Nagita beberapa patah kata, lalu pergi dengan terburu-buru.

Nagita sedih dan juga tak berdaya, kehilangan suami duluan, lalu hampir saja kehilangan putri kecilnya, sekarang kehilangan putri besar yang waras, dia sungguh tidak tahu di kemudian hari mau bagaimana menjalani hidupnya.

Saat ini, di lorong terdengar lagi serentetan langkah kaki yang kacau, Rama tergesa-gesa ke sana.

“Mana Maira? Mana putriku? Nagita, bagaimana keadaan putri kita?”

Nagita tidak mengatakan apapun, mendekati langsung menampar, “Phak” sekali, lantang dan juga renyah.

“Kamu masih ada muka bertanya tentang Maira, kamu ini orang yang tak berhati nurani, apa masih bisa pulang? Apa tahu di rumah masih ada istri dan anak perempuan?”

Rama menangis sedih sekali terisak-isak, sama sekali tidak menyangkal, hanya terus berkata, “Akulah yang bersalah, aku yang salah…”

Situasi itu, membuat orang sedih.

Novel Terkait

Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu