Cinta Pada Istri Urakan - Bab 180 Jeritanku Masih Lebih Bagus Daripada Dia

Jika membicarakan tentang latar belakang keluarga, Yunar dan Maira bisa dibilang sebanding.

Jika membicarakan tentang penampilan fisik, gen keluarga Atmaja bagus, jadi semua putri keluarga Atmaja sangat luar biasa, penampilan Maira sangat mengagumkan dan juga dewasa, persis tipe yang disukai oleh para keluarga orang kaya.

Sedangkan Yunar tidak begitu menonjol, tubuhnya sedikit pendek dan gemuk, kakinya pendek, lehernya juga pendek.

Meskipun begitu, ada 1 hal yang Yunar lebih menonjol daripada Maira, yaitu--Yunar memiliki sepasang payudara yang berukuran 36G.

Suasana di dalam kamar memanas, suara hisapan Tanu bercampur dengan suara desahan Yunar, sangat sengit, membuat lupa diri, sangat keras dan juga jelas.

Di dalam kamar president suite di samping kamar mereka, Gavin dan Laras sedang duduk di atas sofa yang empuk sambil menonton TV dan mengobrol.

Suara televisinya sangat kecil, Gavin meletakkan kepalanya di atas paha Laras, sedangkan Laras sedang konsentrasi membantu Gavin mengorek kotoran telinganya.

"Wow suamiku, ada banyak sekali kotoran di dalam telingamu, waktu aku kecil ibuku pernah berkata kalau kotoran telinga menandakan banyak uang, kamu menyembunyikan satu gunung emas."

Gavin menutup matanya, istrinya sedang mengorek telinganya, dia merasa sedikit geli, namun sangat nyaman sekali.

"Emm, gunung emas itu kelak akan menjadi milikmu, dimohon agar Nyonya mau menerimanya."

"Tentu saja, jangan sungkan."

"Lihat, ini besar sekali, tunggu sebentar, masih ada lagi, jangan bergerak yah."

"Emm."

Pada saat ini, tiba-tiba saja samar-samar terdengar suara, karena suaranya sangat kecil dan kadang ada kadang tidak, jadi mereka tidak memperhatikannya.

Namun suaranya semakin lama semakin besar, dan juga semakin lama semakin jelas, jelas sekali kalau itu adalah suara teriakan kepuasan seorang wanita.

Wajah Gavin terlihat muram, dia membuka matanya dan sedikit mengerutkan keningnya, "Kamar president suite hotel ini masa kedap suaranya jelek sekali."

Laras menggunakan jarinya untuk perlahan-lahan meratakan kerutan diantara alis Gavin sambil berkata : "Jangan mengerutkan kening, kamu selalu mengerutkan keningmu, nanti lama-lama bisa ada kerutan, suara televisinya dibesarkan sedikit bukankah sudah beres."

Setelah itu Laras membesarkan suara televisinya.

Akan tetapi suara di kamar sebelah terdengar semakin nyaring, disertai dengan tangisan dan juga teriakan, bahkan juga terdengar suara "duk duk duk" dari dinding sebelah.

Suaranya terdengar kuat dan juga bertenaga, dibatasi oleh sebuah dinding dan terdengar dengan jelas ke kamar ini.

Gavin berkata dengan sinis : "Suara yang seperti sapi mau dipotong ini benar-benar sangat palsu sekali, bahkan suara teriakanku saja lebih bagus dari pada orang itu."

Laras langsung tertawa, "Kemari kemari kemari, ayo coba teriak sekali, kita bandingkan suaranya."

Gavin menoleh dan melirik ke arahnya sambil berkata : "Nyalimu besar sekali ya, sudah berani menggodaku?"

Pada saat ini, suara di kamar sebelah semakin meninggi, jika bukan karena mereka dengan jelas mendengar seorang wanita yang sedang berteriak "Enak sekali", "Kamu hebat sekali" dan kata-kata semacamnya itu, mereka mungkin bisa mengira kalau disana sudah terjadi kasus pembunuhan.

Itu benar-benar adalah suara teriakan yang sangat heboh.

Laras berusaha menahan tawanya, dia terus menggodanya : "Menurut tebakanku, yang ada di sebelah pasti adalah pasangan yang baru saja berpacaran, masih muda dan menggebu gebu, jika seperti kita yang bisa dibilang adalah bukan pengantin baru lagi, mana mungkin antusias sampai seperti itu?"

Gavin tidak suka mendengar perkataan ini.

Dia duduk dan mulai mencecar perkataannya barusan, "Kalau begitu maksudmu adalah aku sudah tidak muda lagi, tidak menggebu-gebu lagi, tidak seantusias dulu lagi?"

"........." bagaimana ini, aku mencium bau-bau kaki yang lemas.

Laras segera bangkit berdiri dengan ditopang oleh kedua tangannya, setelah itu, kabur!

"Lihatlah nyalimu yang kecil itu, memangnya aku mau memakanmu atau bagaimana?"

Laras berlari masuk ke dalam kamar tidur lalu menutup pintunya.

Di sisi yang berlawanan dari dinding ini sepertinya adalah kamar tidur di president suite sebelah, suaranya besar sekali, benar-benar bagikan dikelilingi oleh suara stereo yang sangat jelek.

Gavin menghela nafasnya dan menggeleng, dia juga harus berlari.

"Istriku, buka pintu, aku tidak ingin menjadi penghuni ruang tamu."

Dari dalam kamar terdengar suara tawa Laras yang tidak berhenti, dia berkata : "Puji aku."

Gavin tertawa dan mulai memujinya : "Istriku tercinta, kamu benar-benar adalah wanita yang sangat cantik, menakjubkan, mempesona, memukau, luar biasa, tidak ada yang bisa menandingimu."

"........." apa-apaan itu? "Sudah cukup, pintunya kan tidak aku kunci."

Gavin memutar pegangan pintu, ternyata pintunya terbuka.

Dia membuka ikat pinggangnya dan berjalan kearah Laras, dia tertawa sambil berkata : "Suamimu ini sekarang juga ingin membuatmu tahu apa yang dinamakan dengan muda dan mengebu-gebu, apa yang dinamakan dengan gairah."

"........" mana wibawa dan juga sikap dingin yang sudah dia janjikan, mana sikap tegas dan wajah tanpa ekspresi yang dia janjikan, mana sikap tenang dan diam yang sudah dia janjikan, ternyata inilah Gavin yang sesungguhnya.

--------

Keesokan harinya, menjelang siang.

Gavin dan Laras bersiap-siap untuk check out, Laras berjalan di depan, baru saja dia membuka pintunya, kebetulan pintu di kamar sebelah juga terbuka.

Dia segera mundur selangkah, "Ssssttttt......" dia menoleh, tangannya menunjuk ke sebelah, ekspresinya terlihat sangat berlebihan.

Gavin seketika langsung mengerti maksudnya, dia tertawa dan mengelus kepalanya.

Pada saat ini, dari belakang terdengar suara yang familiar, wanita itu berkata dengan manja : "Aiya, kamu nakal sekali, tidak boleh pegang-pegang lagi."

"......." Laras tercengang, suara ini benar-benar mirip dengan seseorang.

Dia diam-diam mengeluarkan kepalanya, seperti yang sudah dia duga, itu adalah Yunar, tidak salah lagi, dia sedang menggandeng tangan pria itu--

Laras membelalakkan kedua matanya, bukankah itu adalah Tanu?

Sial, pasangan brengsek ini benar-benar keterlaluan, bagaimana mungkin mereka tega berbuat seperti itu?!

"Kalian.....hei......" Laras yang baru saja mau menerjang keluar langsung ditarik oleh Gavin kembali ke dalam kamar.

"Apa yang kamu lakukan?! Itu adalah Tanu dan teman baik kakakku, seluruh tubuh Laras bergetar karena sangat marah, "Ya sudahlah jika Tanu bersikap brengsek seperti itu, tapi bagaimana bisa Yunar berbuat seperti itu? Kakakku sangat baik terhadap dirinya."

Gavin juga sudah melihat mereka berdua, saat melihat Laras yang begitu emosi, Gavin berkata dengan tenang : "Lelaki playboy seperti Tanu itu, cepat atau lambat dia pasti akan berkhianat."

"Tapi tetap tidak boleh dengan Yunar." Laras tidak bisa menahan amarahnya, dia langsung membuka pintu dan mengejar mereka tanpa mempedulikan larangan Gavin.

Bayangan mereka berdua sudah tidak terlihat di koridor yang luas dan mewah itu, Laras segera mengejar mereka ke dalam lift.

Dia melihat kedua kaki Yunar bagaikan tidak bisa berdiri tegak, setengah tubuhnya bersandar di dada Tanu, sedangkan tangan Tanu sedang mengelus dan mencubit bokong besarnya.

"Tanu, Yunar!"

Kedua mata Laras memancarkan api, selagi mereka berbalik kearahnya, dia langsung mengangkat tangannya dan "plak", dia langsung menampar Tanu, lalu "plak" kembali menampar Yunar sekali lagi.

Tanu tertegun karena ditampar, ini adalah yang pertama kalinya dia ditampar oleh sesorang, selain itu yang menamparnya adalah seorang wanita.

Melihat orang yang menamparnya adalah Laras, reaksi pertamanya tanpa diduga bukanlah marah melainkan--cabai kecil ini benar-benar energik sekali.

Kemarin Yunar sudah ditampar sekali oleh Laras, sekarang ditampar sekali lagi, amarahnya berlipat ganda.

Mengandalkan dukungan dari Tanu yang ada di sisinya, dia berteriak dengan marah : "Dasar jalang, aku saja masih belum menghitung hutangmu yang kemarin, hari ini kamu kembali menamparku, aku akan membuat perhitungan denganmu!"

Setelah Yunar yang emosi selesai berkata seperti itu, dia langsung menerjang ke arah Laras.

Biar bagaimanapun Laras sudah pernah mengalami pertempuran yang sesungguhnya, jika hanya menghadapi Yunar saja, itu sudah lebih dari cukup, dia bahkan tidak perlu bertindak, namun Yunar sudah menerjang dan jatuh sendiri ke atas lantai.

Yunar langsung duduk di atas lantai dan memakinya dengan kencang : "Laras, dasar anak haram yang tidak diinginkan oleh ayah dan ibumu, kamu masih berani memukulku?"

"Kamu yang ingin memukulku, Maira menganggapmu sebagai teman baiknya, tapi bagaimana denganmu, apa yang kamu lakukan?"

"Kamu juga, kemarin baru saja bertunangan dengan kakakku, malam harinya langsung naik ranjang dengan teman baiknya, kamu menjijikkan sekali tahu tidak? Apakah kamu tidak merasa bersalah kepadanya?"

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu