Cinta Pada Istri Urakan - Bab 665 Asalkan Gadis Muda Semua Juga Ingin Kamu Rasakan

Apa yang dikatakan oleh bapak tua ini memang benar, jangankan hanya polisi lalu lintas, meskipun polisi yang ada di dalam kota, hanya dengan memasuki ke dalam pegunungan ini, tetap bukan saingannya.

Bukannya dia sedang menyanjung diri, mereka pernah ketahuan pada beberapa tahun yang lalu, mereka bersembunyi ke dalam pegunungan ini tanpa membawa apapun, polisi mengejar ke dalam gunung, juga tidak dapat menemukannya meskipun telah mencari hingga waktu tiga bulan.

Bapak tua dan istrinya hanya bersembunyi di dalam pegunungan ini selama tiga bulan, dapat makan dan minum dengan baik, dan juga dapat hidup dengan santai.

Dia dibesarkan dalam pegunungan ini, biarpun selamanya tidak dapat keluar dari pegunungan ini , dia tetap dapat hidup dengan baik.

Mereka dapat bersembunyi ke dalam pegunungan ini selama satu tahun, baru keluar lagi, dan dapat melanjutkan bisnis lamanya, sama sekali tidak terpengaruh apapun.

Berdasarkan bahasa mereka, tindakan mereka dapat membantu kemakmuran untuk desa ini, seperti sedang berbuat kebajikan.

Bapak tua langsung melemparkan Suli ke tanah, duduk dan beristirahat.

Suli telah kehilangan sebagian nyawanya, sejak di culik sampai detik ini, dia tidak makan dan minum apapun.

Bapak tua melihat kepalanya yang dipenuhi dengan darah, berkata :”Menurut aku, kamu harus meringankan tangan juga, kalau orang ini terjadi apa – apa karena dipukul akan menjadi tidak berharga lagi.”

Ibu tua sambil terengah dan memaki :”Tidak dapat buang sial kalau tidak kuat memukul, kenapa, kamu jadi tidak tega ya? Hei bapak tua, jangan – jangan kamu melihat dia masih muda dan mulus, ingin merasakan dulu ?”

“Apalah katamu.” Bapak tua yang kelihatan polos, tiba – tiba mengeluarkan ekspresi tersenyum yang mesum, “Kenapa kamu begitu mengerti aku ? Kamu tahu semua yang aku pikirkan.”

Ibu tua jadi tidak senang, saat tidak senang dia langsung memukuli tubuh Suli dengan tongkat, “Asalkan gadis muda semua juga ingin kamu coba, kenapa kamu tidak pergi mati saja ?”

Suli kesakitan dan berguling – guling di lantai, tetapi berkali – kali dipukul, dia merasa telah tidak peka kesakitan, pusing, pening, lemas, pukulan tongkat kayu pada tubuhnya, sepertinya sudah mati rasa.

Dia berusaha mengedipkan matanya, setidaknya, dia harus membuat dirinya dalam keadaan sadar, tidak boleh pingsan.

Dia malahan harus berterima kasih kepada ibu tua, tongkat itu, setiap pukulan sedang membangunkannya, sedang membuat dia lebih sadar.

“Aku sekarang pukul dia sampai mati, kita lihat apakah kamu masih bermaksud lain lagi.”

“Aduh Aduh, sudahlah sudahlah, kamu pukul dia sampai mati, mau antar apa kasih kepala desa ? Bukannya kamu masih ingin mendapatkan keuntungan 70 juta, pukul mati orang ini, semua hasil kerja kita kali ini akan sia – sia.”

Setelah dinasehati, akhirnya ibu tua berhenti, dia tidak akan melepas ladang uang, “Kamu khawatir apa, pukulan beberapa kali ini tidak mematikan, kalau dipukul seperti ini saja sudah mati, sampai dirumah kepala desa tidak akan dapat melewati tiga hari.”

Bapak tua merasa sayang sekali dan berkata :”Orang tua itu sama sekali tidak tahu lemah lembut dengan gadis kecil, suka kekerasan dalam tindakan, siapa bisa menahannya ? Ini sudah yang ketiga, lain kali kalau dia mencarimu lagi, langsung tolak saja.”

“Di kasih uang kita tolak?”

“Bukannya kita sedang mendorong orang ke dalam peti mati ?”

“Ho, jadi intinya kami tidak tegaan dengan dia kan ?”

Ketika pasangan suami istri tua ini sedang berdebat, Suli menggigit giginya, kedua tangannya menarik dengan erat rotan yang ada di sampingnya, pada saat menarik erat, kedua kakinya juga ikut bekerja sama, sehingga langkah demi langkah dia bergeser ke samping.

Sebenarnya tempat ini tidak ada jalannya, tumbuhan bertumbuh di sekeliling, sangat mudah untuk menyembunyikan diri, Suli hanya menatap kerumunan rotan, perlahan – lahan bersembunyi didalam.

“Sembarang bicara apa, kenapa kamu selalu begini ?”

“Kalau begitu kenapa kamu juga selalu begini, sebelumnya aku hanya tidur sebentar kamu sudah melepaskan celana gadis itu, masih bilang aku sembarang bicara ?”

“Kamu sedang tidur, aku bosan, aku bisa apa kalau tidak mencari sedikit kesenangan ? Repot sekali, masih mau lanjut berjalan ? Kalau tidak jalan, hari sudah gelap.”

Selesai bicara, bapak tua menoleh kebelakang, berteriak keras :”Orangnya mana ? Melihat hantu ya !”

Biarpun mereka sedang bertengkar, namun tetap sepakat apabila bertemu dengan masalah besar, mereka berpencar kiri dan kanan, membuka lebar daun rotan yang ada di sekeliling.

Suli mengumpulkan tenaganya, berdiri dan langsung berlari ke depan.

“Disana, sialan !” Ibu tua melihat ke depan, dalam kerumunan daun rotan yang bergerak, bermunculan kepala yang sedang berlari, memang wanita sialan itu, “Bapak tua, cepat, disana, kejar.”

Bapak tua sangat jago berlarian di jalan dalam pegunungan, sekali mendapatkan target, langsung menjadi binatang buas yang mencium darah, berlarian di jalan pegunungan yang bolong bagaikan berjalan di jalan datar.

Suli berlari sekuat tenaga, dalam hatinya hanya muncul sebuah pikiran, kalau kali ini dia tidak dapat melarikan diri, mungkin saja dalam seumur hidup ini dia tidak akan dapat keluar.

Jantung ibunya tidak sehat, seandainya dia terjadi apa – apa, ibunya masih dapat bertahan ?

Dia kepikiran dengan Aaron Pradipta, lelaki yang pernah memberikan kehangatan kepadanya, dia bukan hanya tidak dapat membalasnya, malahan menyakitinya dengan dalam, ini adalah penyesalan terbesar dalam hidupnya.

Lalu ada Vero Ridwansyah, Laras Atmaja, Manda Atmaja, Mei Mei, teman-temannya yang tergolong sedikit, dan Dao Minghe yang mengulurkan tangan pada saat dia paling membutuhkan pertolongan.

Sambil berlari, berpikir, ketakutan, dia mendengar suara langkahan kaki yang semakin mendekat.

“Aaaa !” Diikuti oleh teriakan nyaring, Suli salah menginjak dan terguling jatuh.

Kemiringan landai pada kawasan itu lumayan tinggi, Suli terguling dari atas ke bawah, dia sudah putus asa.

“Aaaa, ya ampun.” Akhirnya berhenti juga, seluruh tulangnya kesakitan, untung saja, dia masih hidup.

Luka pada tubuhnya, kesakitan pada badannya, dia tidak sempat memikirkan lagi, dia berdiri dengan bergoyang – goyang, menahan nafasnya dan hanya berpikir untuk lari.

“Nyawanya besar juga, terjatuh dari setinggi ini tidak mati juga.”

Suara bapak tua bagaikan suara petir yang menakutkan, seluruh tubuh Suli menggigil, hampir terjatuh.

Nalurinya ingin berlari lebih cepat lagi, namun kakinya tidak dapat mengikuti pemikirannya, jalan pegunungan yang tidak rata, sekali terpeleset, langsung terjatuh.

“Haha, tidak ada tempat untuk lari lagi ?” Bapak tua dengan santai mengejarnya, “Hemat aja tenagamu.”

Suli menoleh sekilas ke belakang, kerumunan ini beda lagi dengan kerumunan pada barusan, wajah bapak tua sangat mesum, sedang berjalan menuju dia langkah demi langkah.

“Jangan mendekat, kamu jangan mendekat.”

Bapak tua “Pei Pei”memuntahkan air liur pada kedua tangannya, menggosok kedua tangannya, juga tidak lupa untuk mengintip ke belakang.

Suli mengetahuinya, dia sedang mengintip apakah ibu tua ada ikut turun ke bawah.

“Aaaa !” Bapak tua langsung menerkam tubuhnya, dia mengeluarkan suara teriakan yang putus asa dan menyedihkan.

Tidak ada ibu tua yang mengontrol bapak tua, seperti serigala yang akhirnya dapat menyantap kambing enak, niat buruknya langsung terpapar di wajahnya.

“Gadis kecil, coba kamu turut, jangan takut, tunggu kalau kamu pergi ke rumah kepala desa, kamu akan tahu sebenarnya aku yang lebih menyayangi orang, ya.”

“Pergi, pergi, jangan sentuh aku, kamu jangan sentuh aku.”

Bapak tua duduk di badan Suli, tiba – tiba menegakkan badannya, tertawa sambil melepaskan tali pinggang, tidak peduli bagaimana Suli berontak, dia tetap tidak bergeser sama sekali.

“Ayo, gadis kecil.”

Pada saat ini, “Siu” terdengar suara yang berbunyi, sebuah peluru menembak ke dalam punggung bahu bapak tua.

“Err.” Bapak tua melotot matanya, badannya dengan kaku mengarah ke belakang, langsung terjatuh kebawah, berteriak kesakitan.

Suli terbengong, terdiam karena kekagetan.

Dia menahan tubuhnya, melihat bapak tua yang pingsan di sampingnya, dengan tampang yang merasa tidak dapat dibayangkan, dia ini, ditembak peluru ?

“Suli, Suli.”

Perlahan – lahan, sepertinya dia mendengar suara Aaron Pradipta.

“Suli, Suli.”

Apakah halusi pendengaran ? Suli tidak berani percaya, menoleh ke arah berasalnya peluru, menatap dengan penuh harapan.

Novel Terkait

My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu