Cinta Pada Istri Urakan - Bab 199 Dia Juga Tidak Ingin Menyampaikan Kata-Kata Terakhirnya

Daerah bencana Sumbing.

Dia juga tidak ingin menyampaikan kata-kata terakhirnya kepada penyelamat yang tidak berhenti juga membiarkan para prajurit menghabiskan banyak tenaga, tim penyelamat terus bergantian giliran, pergi bekerja bergantian.

Setelah menemukan ruang kosong di sisi bawah sana, mereka menggunakan tiang kayu yang padat menahan bagian atas, untuk mencegah keruntuhan lagi.

Tetapi, ruang kosong bagian bawah tidak tinggi, orang hanya bisa merangkak masuk ke dalam sana, pekerjaan penyelamat untuk membukanya sangatlah rumit.

Laras tidak tahu bahwa di kegelapan dia sudah menunggu sangat lama, dia bisa mendengar suara ketukan dari atas.

Dia berteriak, yang didengar hanya suara pantulannya sendiri, dia menggunakan batu mengetuknya, sepertinya juga tidak ada jawaban.

Adik laki-laki itu sebelumnya menangis dengannyaring, kali ini dia tidak memiliki tenaga untuk menangis lagi.

Mon tidak berhenti memanggil adik laki-lakinya, tetapi tanggapan adik laki-lakinya juga semakin lama semakin lemah.

“Bu Laras, apakah kita bisa mati disini?”

Setengah badan Laras telah tertimpa oleh meja belajar, di saat bencana sedang berlangsung, dia memeluk dua anak bersembunyi di bawah meja belajar.

Saat langit-langit ruangan runtuh, meja belajar itu juga ikut runtuh, benar-benar menimpa diatas tubuhnya.

Dia merasa rongga dadanya sudah tertimpa hingga remuk.

Bisa atau tidak mati disini, dia juga tidak tahu, tapi dia tidak mungkin tidak memberikan anak itu harapan.

Dengan suara yang rendah dia berkata : “Tidak akan, pasti ada orang yang menolong kita, para kakak prajurit sangat berani, mereka pasti diatas sedang memikirkan cara untuk menyelamatkan kita.”

Mon diam-diam mengangis, sambil menangis dia berkata : “Tapi aku takut sekali, kapan mereka akan datang menolong kita?”

“Segera, segera, bertahanlah sebentar.”

Napas Laras berat, berbicara dua kalimat saja sudah terengah-engah, sekali bernapas, dadanya terasa sakit.

Sebelumnya dia masih bisa merasakan sakit bagian bawah tubuhnya, sekarang, sama sekali tidak bisa merasakan apa-apa karena sudah mati rasa.

“Mon, bisakah kamu membantu ibu?”

“Ya.”

Kedua tangan Laras gemetar, mengambil kalung yang ada dilehernya.

Dalam kegelapan, dia meraba-raba dan memakaikannya di leher Mon, “Mon, kamu harus bisa bertahan sampai mereka datang menolong.”

“Bu Laras……”

“Jangan nangis, jaga fisik mu, harus bisa bertahan.”

“Bu Laras, kamu juga harus bertahan, kita sama-sama keluar dari sini.”

“Baiklah, ibu juga berusaha bertahan, tetapi andaikan……Andaikan ibu tidak bisa keluar, kamu bawa kalung ibu keluar. Liontin yang diatas adalah cincin nikah ku, kamu bawa cincin itu dan berikanlah kepada suamiku.”

“Suamiku, namanya Gavin, ingatlah, namanya Gavin, kamu tanyakan kepada salah satu kakak prajurit, mereka pasti tahu tentangnya.”

“Kamu berikan cincin itu kepadanya, dia bisa mengatur kehidupanmu bersama kakekmu, tentu saja, bersama adik laki-laki mu, kalian harus bertahan.”

Laras mengerti, kedua anak ini tidak terluka, selama bisa bertahan sampai akhir pasti bisa keluar hidup-hidup.

Sedangkan dia, dia juga tidak mau mengatakan kata-kata terakhirnya, tetapi bagian bawah tubuhnya sudah tidak bisa dirasakan lagi, dadanya juga makin sakit, tidak bisa bertahan terlalu lama.

Tidak pernah pada saat ini, keinginannya untuk bertahan hidup bisa begitu kuat, dia ingin keluar, dia ingin tetap hidup, dia ingin bertemu Gavin.

Dia menggertakkan giginya sambil bertahan setiap menit dan setiap detik, tidak membiarkan dirinya tertidur begitu saja, juga tidak mengatakan hal yang berkecil hati.

Tetapi pada saat ini, dia tahu, dia tidak akan bisa melawan langit, juga tidak bisa melawan takdir.

“Mon, beritahu suami ku, bisa menikah dengannya adalah hal yang paling bahagia dalam hidupku, dia bahagia, aku juga bahagia, dia sedih, maka aku makin sedih.”

“Bu Laras, aku tidak bisa, kata-kata ini bisakah kamu sendiri yang mengatakannya?”

“Ibu juga berharap bisa langsung mengatakan ini padanya, aku hanya mengandaikannya saja…Baiklah, Mon, berjanjilah pada ibu.”

“Ya, aku ingat itu.”

Depan matanya adalah kegelapan yang tidak ada batasnya, oksigen yang tipis membuat mereka semakin tidak sadarkan diri.

Setiap kali merasakan bahwa Mon sudah mau tertidur, Laras akan mengguncangnya, “Mon, jangan sampai tertidur.”

Dan dirinya, kelopak matanya sudah tidak bisa terbuka.

Mon yang terbangun, juga memanggil dia dan adik laki-lakinya.

Adik laki-lakinya sudah hampir pingsan, dia juga tidak bisa menahannya, juga mulai menangis.

Hitam kelam dan dingin, juga lapar dan haus, dia sambil menangis, sambil menggunakan cara Laras menolongnya, mengambil batu kecil mengetuk batu besar.

——

Karena lorong terlalu sempit, hanya bisa satu orang dalam sekali melewatinya, ruang kosong yang dibawahnya paling banyak hanya bisa memuat tiga orang, jadi, kecepatan penyelamatannya sangat lambat.

“Di sini, suaranya berasal dari belakang batu ini.”

Tiga prajurit berikutnya merangkak dan berkumpul bersama, dengan menggunakan senter, menemukan bahwa di depan mata mereka adalah batu yang sangat besar.

Sebelah batu besar itu ada beberapa batu bata, langsung terbuka dengan menggunakan tangan untuk menggalinya.

Tiga orang itu merangkak, dengan tangan kosong perlahan-lahan menggalinya hingga ada celah.

Dengan menggunakan senter mereka mengarahkan kedalam, “Ada orang di dalam?”

“Ada, ada kami bertiga.” Terdengar suara anak perempuan yang jernih, ketiga-tiganya sangat senang, mereka langsung melaporkannya ke atasnya.

Mon sangat bersemangat, akhirnya bisa melihat langit fajar, dia mendorong Laras, berteriak memanggil, “Bu Laras, Bu Laras, jangan tidur, mereka sudah datang menolong kita, Bu Laras……”

Laras berkedip, sebuah pancaran cahaya memasuki matanya.

Ini cahaya harapan.

Dia perlahan membuka matanya, juga bersemangat, “Lihat, sudah kukatakan mereka pasti datang menyelamatkan kita.”

Setelah itu adalah penantian yang sangat panjang, tetapi pikiran Laras dan Mon lebih jelas dibandingkan sebelumnya, hanya adik laki-lakinya lah, tidak menyadarkan diri.

Tim penyelamat segera mengirimkan persediaan oksigen, dan juga air dan makanan.

Setelah adik laki-lakinya meminum air hangat, pelan-pelan dia pun sadarkan diri.

Saat ini tiga orang dalam keadaan baik-baik saja, hanya saja kuncinya adalah bagaimana caranya mengeluarkan mereka.

Tim penyelamat bergiliran kerja, bertukar satu demi satu.

Lubang gua semakin di gali semakin besar, adik laki-laki yang berumur dua setengah tahun sudah berhasil dikeluarkan.

Lalu giliran Mon.

“Bu Laras, aku keluar duluan, kamu jangan takut, setelah ini giliran mu, kami menunggumu diatas.”

Laras sedikit tersenyum paksa, menghiburnya, juga menyemangati diri ,”Baiklah.”

Saat ini, bahkan rasa sakit yang ada di dadanya pun sudah mati rasa, semua tubuhnya sudah mati rasa.

Para prajurit terus menggali, tanpa henti.

Tiba-tiba, ada suara “boom”, juga ada suara batu yang bergulir.

Laras mengetahui suara ini, “Tidak, tempat ini sudah mau runtuh, kalian cepat pergi, cepat pergi!”

Tiga prajurit tetap tidak bergerak, merangkak disana seperti batu besar.

Suara itu berhenti setelah dalam waktu yang singkat, tanah sedikit bergetar, juga kembali menjadi tenang.

Tetapi, tim penyelamat juga tidak berani menggalinya lagi.

Orang yang dibawah pun gugup, orang yang diatas juga gugup.

Yang membuat orang sangat gugup itu adalah, langit malam saat ini tidak dipenuhi bintang lagi, tetapi angina sejuk, tampaknya langit akan berubah.

Jika turun hujan, dibawah semua dipenuhi genangan air, maka semuanya benar-benar berakhir.

Pada saat yang sama, Gavin sudah menaiki helikopter, dengan kecepatan penuh menuju ke tempat kejadian.

“Jordan, bagaimana keadaan sekarang?”

“Bos, mereka sudah menemukan kakak ipar, kami sedang berusaha menyelamatkannya. Seberapa lama kamu sampai sana?”

“Setengah jam lagi.”

Pada saat itu, dari suara telepon ada orang berteriak dengan panik, “Runtuh lagi, mau runtuh lagi.”

Gavin menutup kedua matanya dengan cepat, menarik napasnya dalam-dalam beberapa kali, baru bertanya : “Ada apa lagi?”

“Bos, kakak ipar tertimpa, lubang gua terlalu kecil, kami tidak bisa masuk, dia juga tidak bisa keluar, menggali sebuah lubang, bisa menyebabkan keruntuhan, jadi……”

Dengan kuat Gavin menahan rasa takut yang ada didalam hatinya, dengan tenang berkata : “Jangan panik, jangan memberi perintah, tunggu aku sampai di sana.”

Novel Terkait

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu