Cinta Pada Istri Urakan - Bab 500 Begitu Tidak Senang Langsung Pergi Dari Rumah

Walaupun Romo koma begitu lama, tapi dia bukan koma parah, masih bisa mendengar suara di sebelahnya.

"Laras, bantu papa lakukan sesuatu."

"Apa?"

"Cari cara beritahu Reni, katakan......katakan aku sudah mau mati."

"Ini......kenapa?"

"Lakukan sesuai perintahku, semakin cepat semakin baik, kalau telat, nanti kabar aku sudah sadar akan tersebar."

"Baik."

Laras di hadapan Romo, langsung menelepon Reni, sayangnya, pada saat telepon berdering dua kali, langsung dimatikan.

Dia menelepon Lana lagi, Lana juga tidak mengangkat.

Ekspresi wajah Romo sedikit kesepian, ini adalah istri dan putri dia sayangi selama 20 tahun.

Laras tidak bisa melakukan apa-apa, hanya bisa menelepon pengacara Reni.

"Halo, pengacara Zhang, aku adalah Laras."

"Nona Atmaja, ada apa?"

"Tolong kamu sampaikan kepada Nyonya Reni dan Nona Lana, papaku sudah sekarat, suruh mereka cepat datang."

Mungkin karena kebiasaan pekerjaan, suara pengacara Zhang terdengar kasar, tapi tidak kehilangan rasa sopan, dia berkata: "Nyonya Reni dan nona Lana sekarang tidak sedang di dalam negri, sebelum pergi nyonya Reni ada berpesan, tidak peduli tuan Atmaja ada muncul masalah, silahkan anda mengurus sepenuhnya, tidak perlu menanyakan pendapatnya."

Laras melirik papanya sekilas, mata papanya sudah berair, dia merasa ini semua bagi papanya terlalu kejam.

Jadi, dia menahan amarahnya yang ingin meledak, berusaha menggunakan nada yang baik berkata: "Kamu sampaikan kepadanya bolehkan?"

"Tentu saja, aku akan memberitaukan berita ini pada nyonya Reni."

"Kalau begitu terimakasih."

Laras memutuskan panggilannya, Romo melambaikan tangannya: "Laras, kamu tidak perlu mengatakan apa-apa, tidak perlu menghiburku, aku sudah tau sifat mereka."

"Pa......"

"Bantu aku lakukan satu hal lagi, apakah handphoneku masih ada?"

"Masih, selalu di tempatku, aku selalu membantumu menyimpannya, tapi sudah lama tidak dipakai, pasti sudah mati karena habis baterai."

Romo memejamkan matanya, dia sedikit lelah, "Baguslah kalau masih ada."

"Pa, kamu istirahat sebentar, aku takut kamu kecapekan."

"Saat ini, handphone Laras berbunyi, itu adalah telepon dari Reni.

"Ini dia." Laras menerima panggilan itu, "Halo?"

"Papamu sudah sekarat?"

"Iya."

"Kira-kira ada berapa lama lagi?"

"Dokter bilang kemungkinan kapan saja."

Reni yang diujung telepon terdiam sebentar, lalu berkata: "Aku dan Lana paling cepat setelah hari Senin baru pulang, tunggu aku pulang baru urus pemakamannya."

"......" Laras sangat kesal, juga sangat resah, bertanya, "Tante Reni, kamu melakukan seperti ini apakah hati nuranimu bisa tenang? Apakah dimatamu nyawa papaku setidak penting itu?"

"Nyawa seseorang ditentukan oleh tuhan, kamu yang terlalu keras kepala, kalau memabg dia mau pergi, sekeras apapun kamu menahannya hanya akan membawakan penderitaan lebih banyak padanya."

Laras sangat emosi, tapi juga menjaga perasaan Romo, dia memaksa meredakan amarahnya, "Tante Reni, kuharap nanti kamu tidak akan menyesal."

"He, kamu lihat saja."

Sambil berkata, Reni memutuskan teleponnya, sama putusnya dengan nada bicaranya.

Dibandingkan dengan Laras yang marah, Romo malah lebih tenang, dengan tenang berkata: "Laras, aku menunggu perkataannya ini, bisa membuatku lebih yakin untuk menjatuhkannya."

"Pa......"

"Kakekmu, disiksa sampai mati olehnya, sebelum dia mendorongku jatuh, dia mengakuinya sendiri, dia sengaja mendorongku sampai terjatuh."

Laras membesarkan matanya, wajahnya menunjukkan kalau dia sangat dia percaya, masalah Reni membunuh kakeknya dia sudah tau, tapi dia sama sekali tidak menyangka, Reni bisa-bisanya mendorong Romo.

Setelah mengatakan ini, Romo sudah sangat sangat lelah, kelopak matanya semakin berat sampai tidak bisa terbuka, "Laras, aku tidur sebentar."

"Baik, pa, aku akan menjagamu, kamu tidur dengan tenang."

Dia duduk di depan tempat tidur, membutuhkan waktu yang sangat lama, baru bisa mencerna kejadian ini.

Memikirkan sikap Reni pada ibu anak mereka bertiga yang tidak baik juga tidak jahat di mansion Atmaja, punggungnya berkeringat dingin, dia merasa sangat takut.

Untungnya, sekarang papanya sudah sadar, dia mempunyai andalan lagi.

Tidak tau sudah lewat berapa lama, pintu ruang inap tiba-tiba terbuka, Laras memutarkan kepalanya melihat, ada bayangan tinggi Gavin yang muncul di depan pintu, tinggi badannya hampir sama dengan tinggi pintu, berdiri disana, menutupi seluruh pintu, tampak auranya yang snagat mendominasi.

Gavin menatapnya lurus, membuatnya menjadi merasa bersalah.

Kebahagiaan karena Romo sudah sadar, menteralisir rasa sakit dan kesengsaraan batinnya, sikap mentalnya menjadi berbeda.

"Kenapa kamu datang? Apa kamu meninggalkan anakku sendirian dirumah?"

Gavin diam, masih melihatnya.

Laras panik, berkata dengan cemas, "Kita bicarakan di luar."

Di pintu luar ruang inap, Laras melihat Gavin dan bertanya: "Kenapa kamu keluar?......Aku bertanya padamu, kamu bisu ya?"

Gavin bertanya balik padanya, "Sudah tau mencemaskan anak?"

"......"

"Kamu sebagai mama, masih saja begitu keras kepala, melakukan apapun sesuka hatimu, bilang pergi langsung pergi, tidak takut anak-anak akan belajar darimu?"

"......"

"Lain kali Nana atau Bobi, satunya begitu tidak senang langsung keluar dari rumah, aku lihat kamu panik atau tidak!"

Laras tidak membantah.

Gavin menghembus nafas kasar, berkata: "Aku menyuruh Pandu pergi menjaga mereka, aku tidak sepertimu begitu tak bertanggung jawab, bilang pergi langsung pergi."

Laras dengan pelan menjawab, "Kalau begitu bukankah kamu juga bilang pergi langsung pergi? Setidaknya aku masih ada mengatakannya sebelumnya."

Gavin melihatnya dengan tajam, lehernya memendek, kepalanya menunduk, sedikit nyali pun tidak ada, dia dengan lemah berkata: "Tadi papaku sudah sadar."

"Benarkah, bagus sekali, dokter sudah memeriksanya belum?"

"Ehn, dokter bilang kalau sudah sadar sudah tidak masalah, yang penting istirahat dengan baik. Dia sekarang sudah tidur, aku tidak bisa pergi."

Gavin memutar bola matanya, "Ini juga bukan alasanmu untuk pergi dari rumah."

"......" Kamu berani melototiku?! Siapa yang memberimu keberanian?!

"Cepat telepon anak-anak, setelah kamu pergi Nana mengira kamu tidak menginginkan mereka lagi, nangis sekali kamu tau tidak?"

"Apa hubungannya denganmu?!"

"Kamu katakan sekali lagi!"

"......" Laras membuka mulutnya, tapi tidak berani mengatakannya, lalu dengan lemah mengalah.

Saat ini, perutnya berbunyi, dia menahan perutnya, canggung sekali.

"Masih belum makan kan? Ayo, pergi makan dulu." Gavin langsung menggandeng tangannya.

Tentu saja dia mau melawan, "Weh, weh, jangan main tangan."

Tapi, Gavin tidak hanya tidak melepaskan genggamannya, malah menariknya semakin kuat, tanpa mengatakan apapun menariknya masuk ke dalam lift.

"Aku harus menjaga papaku di ruang inap."

"Kalau begitu juga harus makan."

"Aku bisa memesan delivery."

"Demi mencarimu, aku juga belum makan!"

"......" Laras dengan pelan mengangkat kepalanya, hanya berani menatapnya dengan sisa pandangannya, "Tidak ada yang menyuruhmu tidak makan."

"Laras, kamu sungguh wanita yang tidak berhati nurani."

"Kamu ada, tapi, sudah dimakan oleh anjing."

Gavin melototinya lagi, dia langsung menutup mulutnya, menolehkan kepalanya tidak melihatnya lagi.

Novel Terkait

Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
5 tahun yang lalu