Cinta Pada Istri Urakan - Bab 209 Apakah Kamu Berani Menghadapi Dia Secara Langsung

Laras tertawa sambil meneteskan air matanya, kenapa Gavin menjadi seperti ini?

"Ayo katakan, cepat katakan."

Dia tidak pernah menyangka kalau pria ini juga bisa dengan tidak tahu malunya bersikap manja seperti ini, Gavin menempelkan dagunya ke leher Laras dan menggosokkannya dengan manja.

Laras merasa geli karena lehernya ditusuk-tusuk oleh jambangnya, "Apakah hanya 3 kata itu saja? Tapi aku semakin ingin mengucapkan 3 kata yang lainnya, gimana dong?"

"Apa?"

Dia meraih leher Gavin dan menariknya ke bawah, bibirnya menempel ke telinganya serta berkata dengan lirih : "Aku ingin itu....."

Gavin tertegun selama 3 detik, raut wajahnya langsung berubah menjadi merah dengan sangat cepat, membuat Laras sangat bahagia sekali.

Gavin membuka mulutnya dan menggigit leher Laras, dia menusuk Laras dengan jambangnya dan juga menjilat Laras dengan lidahnya, kedua matanya merah, dia berkata sambil berusaha menahan dirinya : "Kamu masih berani menggodaku seperti ini? Kamu tunggu saja beberapa hari lagi, lihat saja bagaimana aku membereskanmu?"

"Apa yang mau kamu lakukan? Aku takut sekali."

"Pokoknya aku akan melakukan apa yang aku inginkan."

Setelah mereka berdua bercanda sebentar, Gavin tetap berpikir rasional dan melepaskannya, biar bagaimanapun dia baru saja bangun.

Laras menatapnya dengan seksama, selain terlihat lelah, di wajahnya juga terdapat banyak luka kecil.

Luka-luka ini Gavin dapatkan saat sedang menyelamatkan dirinya, luka goresan dan benturan saat mereka sedang bergerak maju di dalam reruntuhan.

"Apakah kamu tidak apa-apa? Apakah punggung dan kakimu tidak terluka karena harus menahan batu yang begitu berat?"

"Tidak apa-apa, hanya luka kecil saja, tidak perlu khawatir."

Laras mengalungkan lengannya ke leher Gavin lalu mengerucutkan bibirnya dan memberikannya sebuah ciuman.

Sebuah ciuman kilat seperti itu tidak mungkin bisa memuaskan Gavin, saat bibir Laras meninggalkan bibirnya, dia langsung membungkam bibirnya dengan ciuman yang sangat ganas.

"Laras, aku mencintaimu, aku tidak bisa kehilanganmu."

"Emm, aku juga....." hati Laras menghangat, air matanya yang berkilau sudah memenuhi pelupuk matanya.

Dia pernah begitu dekat dengan kematian, jadi sekarang dia lebih menghargai indahnya kehidupan, juga semakin menghargai setiap menit dan setiap detik waktunya bersama dengan orang yang dia cintai.

Gavin memasangkan kembali cincinnya ke jari Laras dan berkata : "Mon yang memberikannya kepadaku."

"Emm, hehe, saat itu aku mengira kalau aku pasti akan mati, oh iya, Mon ada dimana? Selain itu bagaimana dengan yang lainnya?"

"Mon dan adiknya tidak apa-apa, sekarang mereka sudah bersama dengan kakek mereka, operasi kakek berhasil, setelah dirawat beberapa hari lagi, kakek sudah bisa keluar dari rumah sakit, aku sudah mengurus segalanya untuk hidup mereka di Jakarta, jadi kamu tidak usah khawatir lagi."

"Manda sudah keluar dari rumah sakit, kedua kaki Rendra patah, jadi harus digips dan dirawat di bagian ortopedi."

"Masih ada dua anak yang lain, yang satu tangannya patah, yang satunya lagi kakinya yang patah, tapi tidak membahayakan nyawa mereka, mereka dirawat di rumah sakit setempat dan juga ditemani oleh orang tua mereka."

Laras mengangguk, setelah dia mendengar informasi kalau tidak terjadi apa-apa kepada semua orang, dia sudah merasa tenang.

Karena bencana alam yang begitu besar ini, sekolah sudah berubah menjadi reruntuhan, bisa dibilang beruntung sekali karena tidak ada yang meninggal.

Tidak ada yang lebih penting dibandingkan dengan nyawa seseorang.

Setelah mendengar informasi soal Laras yang sudah sadarkan diri, Romo langsung bergegas datang ke tempat Laras berada.

Dua hari ini dia juga tidak pernah meninggalkan rumah sakit, namun karena tubuhnya benar-benar tidak bisa bertahan lagi, maka dari itu dia tidur sebentar di ruang istirahat.

Saat Laras melihat wajah ayahnya yang terlihat tua dan juga lelah, dia segera berkata : "Papa, aku tidak apa-apa, papa kembali saja dan beristirahat."

Romo yang merupakan seorang pria dewasa berjongkok dan menangis di sisi ranjang putrinya.

Ini bukanlah yang pertama kalinya dia menangis di depan umum.

Akan tetapi kali ini adalah air mata bahagia.

"Laras, kamu benar-benar nakal sekali, kamu benar-benar membuat papa khawatir sekali. papa sudah dengan susah payah kembali kemari dan bisa berkumpul denganmu lagi, tapi kamu malah mengalami masalah sebesar ini dan hampir meninggalkan papa, jika kamu benar-benar pergi, papa akan menghabiskan sisa hidup papa ini dalam penyesalan."

"Papa, aku tidak apa-apa." Laras berkata sambil terisak.

Dulu dia selalu mengira kalau ayahnya tidak menyayangi dirinya, segala yang ayahnya berikan saat kembali ke Jakarta hanyalah untuk menebus kesalahannya saja.

Namun saat dia melihat pria yang terlihat tua dan juga lelah yang ada di hadapannya ini, dia tahu kalau ayahnya sangat menyayangi dirinya.

Sama seperti cintanya terhadap ayahnya.

Setelah itu Anis mengatur Laras untuk menjalankan pemeriksaan yang lebih menyeluruh.

Hasil pemeriksaan menunjukkan kalau gumpalan darah yang berada di rongga dada Laras telah berkurang secara signifikan, luka sobekan kecil yang ada di paru-parunya juga sudah pulih secara bertahap.

Jika dilihat dari situasinya saat ini, sudah tidak perlu diadakan operasi lagi.

Yang terpenting adalah kedua kakinya sudah dapat merasakan sesuatu, dia juga dapat berjalan perlahan-lahan sambil berpegangan kepada sisi ranjang.

Semua fungsi tubuhnya sedang berkembang ke arah yang baik.

Setelah Laras sadar, seluruh pasukan khusus serigala merasa sangat gembira, namun Jenny malah tidak bisa merasa gembira.

Keesokan harinya pagi-pagi sekali, Jenny datang menjenguk ke rumah sakit dengan membawa sekeranjang buah.

Laras sudah dipindahkan ke dalam bangsal umum.

Ruang perawatan VIP, sangat tenang dan juga nyaman, bagaikan tinggal di hotel bintang lima.

Jenny mengetuk pintu dan masuk ke dalam, di dalam kamar pasien ada Gavin dan juga seorang pengasuh dari kediaman Gavin, bibi Chen.

Dia melihat raut wajah Gavin yang setelah melihatnya langsung terlihat muram, hatinya juga langsung ikut terasa berat.

"Nyonya Pradipta, apakah tubuhmu sudah terasa lebih baik?"

Laras tertegun, dia merasa heran karena Jenny tanpa disangka-sangka merubah panggilannya menjadi "Nyonya Pradipta", bukannya "Nona Atmaja".

Pasti ada sesuatu hal yang tidak beres dibalik hal ini.

"Emm, sudah jauh lebih baik, kamu begitu sibuk tapi masih menyempatkan dirimu untuk datang kemari, terima kasih untuk perhatianmu, masuklah dan duduk disini."

"Bibi Chen, buatkan teh."

Jenny menyerahkan keranjang buahnya kepada bibi Chen, kemudian dia berjalan pelan-pelan ke samping ranjang dan berkata : "Aku tidak sibuk, Jenderal belum memberikanku tugas apapun."

Saat dia mengatakan hal ini, dia melihat sekilas kearah Gavin, jelas sekali kalau dia sengaja mengatakan hal ini untuk didengar oleh Gavin.

Laras memandang Jenny, lalu memandang Gavin, dia merasa ada yang tidak beres.

Apakah kedua orang ini kembali melakukan hal yang tidak benar di belakangku?

Eh, tidak mungkin, suamiku tidak akan mengkhianatiku, pasti si Jenny ini sedang berusaha untuk membuat masalah lagi, huh!

Begitu memikirkan hal ini, Laras mulai berniat untuk mengerjai Jenny kembali.

"Aduhhh," dia tiba-tiba meringkuk, wajahnya terlihat sangat menderita, "Suamiku, dadaku sakit sekali, suamiku....."

Begitu mendengar suaranya yang terdengar manja itu, semua orang langsung tahu kalau dia sedang berpura-pura.

Namun tidak ada orang yang membongkar kedoknya.

Terlebih Gavin yang berusaha sekuat tenaga untuk bekerja sama dengannya, "Ada apa?"

"Disini sakit, disini juga sakit."

Laras memegang tangan Gavin dan memasukkannya ke dalam selimut lalu langsung menekannya ke dadanya sendiri, "Coba kamu pegang, aku merasa sakit sekali, jika kamu memegangnya aku pasti tidak merasa sakit lagi."

"......." kamu bisa berpura-pura dengan lebih alami sedikit tidak.

Gavin berusaha menahan tawanya, tangannya terus mengusap dada Laras.

Emm, bagaimana mungkin dia menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan secara cuma-cuma ini?!

Jenny memalingkan wajahnya untuk menghindari melihat kemesraan mereka, namun dia tidak terlihat ingin pergi dari sana, dia malah menunggu dengan lebih sabar lagi.

Laras merasa hal ini tidak menarik lagi, jadi dia melepaskan tangan Gavin, "Sudah cukup, sudah tidak sakit lagi."

Kamu cepat sekali sembuhnya, Gavin diam-diam berpikir di dalam hatinya.

Laras adalah seseorang yang terus terang dan tidak bisa menyembunyikan sesuatu di dalam hatinya, jadi dia berdeham dan bertanya : "Kamu tidak datang hanya untuk menjengukku bukan?"

Jenny langsung mendongak, dia menggunakan tatapan matanya untuk membenarkan tebakan Laras.

"Bukankah kamu pernah berkata kepadaku kalau suamiku pernah tidur denganmu? Kamu bahkan tahu ada tahi lalat merah di bagian pribadi suamiku, sekarang kebetulan orangnya sedang berada disini, apakah kamu berani menghadapinya secara langsung?"

Jenny : "........"

Pengasuh : "........"

Dan juga Gavin : "........"

Meskipun Laras mempercayai Gavin, namun biar bagaimanapun wanita tetaplah wanita, jika menyangkut masalah apakah prianya sudah mengkhianati dirinya atau tidak, dia tetap akan selalu menjadi wanita yang berpikiran sempit, dia masih mengingat hutang lama ini!

Novel Terkait

His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu