Cinta Pada Istri Urakan - Bab 36 Ada Penyakit Menular (2)

Pria itu tidak menurunkannya, tapi mengangkatnya sampai sama tinggi dengannya, kemudian lagi-lagi menciumnya seputaran sesaat.

Sikap mau menguasai dan otoriter pria ini, membuat rencana di hati Laras menjadi menurut sepenuhnya.

Menunggu sampai dia dicium hingga terlempar ke atas ranjang, wanita itu tiba-tiba menjadi sadar berteriak, “OMG, sejak kapan gue ini jadi orang yang senang disiksa?

Gavin menepuk wajah wanita itu, “Gue kata ini lagi, kamu adalah seorang wanita, sepanjang hari bilang kata ini terus?!”

“Sudah terbiasa”

“Sepertinya, sudah saatnya benar-benar harus mengeluarkan gue yang sesungguhnya, biar kamu baru tahu siapa gue sesungguhnya.”

Dalam daerah kekuasaannya, Gavin mengamuk seenaknya, hingga dengan gerakan satu tangan melepaskan ikat pinggangpun begitu tepatnya, “Tok” berbunyi, hanya dalam hitungan detik diselesaikan.

Laras ingin mengingatkan pria itu untuk menarik gorden, gimana pun tengah siang bolong seperti ini wanita itu sangat malu, tapi belum sempat dia membuka mulut pria itu sudah membungkam mulutnya, sampai tubuhnya merasa sejuk, juga tidak menemukan kesempatan untuk mengatakan.

Tubuh kecil Laras yang telanjang bulat di bawah, namun Gavin hanya melepaskan ikat pinggang dan pistol, kemejanya masih tetap baik-baik saja.

Ciuman panas perlahan ke bawah, mulut Laras akhirnya mendapatkan kebebasan juga, wanita itu dengan suara kecil menggerutu: “Kamu kenapa tidak lepas baju, tidak adil!”

Gavin langsung tersenyum berkata, “Kelihatannya nyonya lebih tidak sabaran lagi dari gue.”

“........” Yang benar saja, kamu kelihatan dari mana bisa bilang begitu?

Tapi, saat pria itu kebetulan sedang melepaskan kancing kedua, handphone di badannya berdering, dering yang didampingi oleh getaran bersamaan datang, membuat pria itu seketika mematung.

Dering ini adalah dering yang disetel untuk telpon dari anggota unit, telpon dari anggota unit, dan jam-jam seperti ini lagi, kebanyakan ada hal yang penting.

Pria itu tidak berani menunda, mulut memberi kode “Sht” sejenak agar Laras tidak bersuara, pria itu tetap berada di posisi “atas”, menerima telpon.

“Halo?”

Gavin diam mendengarkan suara di telpon, raut mukanya berat, ekspresi mukanya serius, setelah selesai mendengarkan dengan lancar menjawab satu kalimat, “Segera umumkan, buka rapat darurat.”

Menutup telpon, segera turun dari atas badan Laras, mengambil ikat pinggang dengan cepat mengencangkannya ke atas pinggang, masih dengan gerakan yang terbiasa memegang pistolnya.

“Kamu mau pergi kemana?” Laras menjadi dungu, Apa adal hal yang lebih besar lagi dibanding hal besar di hadapan mata? Suasana seperti apa yang lebih mendesak lagi daripada yang di hadapan mata?

Gavin sudah tenang kembali, wajah dingin poker pun muncul kembali, tenang sekali seakan tadi tidak terjadi apapun, pria itu balik ke ruang pakaian mengambil topi tentara, sambil memakainya sambil berjalan ke arah pintu, “Ada masalah darurat di unit, aku harus ke sana sebentar.”

“Hah? Kalau begitu kapan kamu pulang?”

“Tidak tahu.”

“.......” Tubuh Laras yang telanjang itu kedinginan, sama sekali tidak terpikir olehnya pria itu bisa di saat seperti ini bisa pergi meninggalkannya, “Ei, Gavin, kamu ini di saat genting seperti ini malah bubar?!”

Gavin yang siap-siap membuka pintu pun menghentikan langkah kaki, menoleh dan melihat dengan tak berdaya ke wanita itu sejenak, pria itu juga tidak rela, dia juga serba salah, tapi dia hanya bisa meminta maaf berkata: “Baik-baik di rumah tunggu aku pulang.”

“.........”

Pintu terbuka dan tertutup, Gavin dengan sangat gelisah sekali pergi, pergi, sudah...

Laras benar-benar ketagihan, mulutnya masih kebas, lehernya masih basah-basah, dadanya masih lengket-lengket, Gavin nyata-nyatanya begini saja melepaskan dirinya.

Sudah sampai seperti ini, pria itu bisa melepaskan dirinya, benar-benar ada masalah atau..... ada penyakit menular?

Laras yang sendirian terbaring di atas ranjang, tidak bisa tidak berpikir seperti ini.