Cinta Pada Istri Urakan - Bab 590 Kembali Ke Kehidupan Alamiah

Rumah Sakit, Ruang VIP.

Kondisi Aswina telah membaik, berpikir kembal kejadian hari itu, dia menjadi takut, untung saja sempat mengantar ke Rumah Sakit, dan juga sempat melakukan pertolongan, dan masih bisa menyelamatkannya.

Pada hari itu, Alzali duduk disebelah kasur sambil mengiris apel, Aswina bertanya :”Masalah yang aku ceritakan sebelumnya, kamu sudah verifikasi belum ?”

“Buat apa kamu khawatir hal ini, menjaga kesehatan sendiri biar sembuh.”

“Aku sudah tidak apa-apa, apalagi ini masalah seumur hidup anak kita, bagaimana aku tidak khawatir ? Kamu sudah mengecek ?”

Alzali balik bertanya :”Bukannya kamu sendiri mengaku sebagai penggemar utama Suli ? Masalah idola sendiri kamu tidak jelas ?”

“Aduh, idola apaan, Cuma karena filmnya lumayan bagus aja, belum terhitung sebagai idola, aku tidak spesial memperhatikannya, hanya karena muncul di televisi jadi sambilan menonton saja, masalah latar belakang keluarganya aku tidak banyak mengetahuinya.”

Alzali menggeleng-geleng kepalanya, lanjut mengiris apel.

Aswina tidak mau lepas dan lanjut bertanya :”Jadi kamu ada mengecek tidak ? Kalau kamu tidak dapat hasil, aku suruh nyonya Chen yang mencari info saja.”

“Perlu segitunya ya, hanya masalah kecil saja kan ?”

“Kalau begitu kamu coba mengecek.”

“Tidak perlu mengecek, dia anak perempuan Roka.”

Aswina sementara waktu masih belum mengingat siapa orang ini, “Siapa ya?”

“Roka yang dua puluhan tahun lalu melompat dari gedung lalu bunuh diri, hari kedua kamu menjalankan operasi, Suli dan mamanya ada datang menjenguk kamu, aku sekilas melihat saja sudah mengingat, mamanya Suli adalah istri Roka.”

“Apa ?”

“Kamu jangan panik dulu... ...” Alzali menenangkan istrinya, “Setelah Roka meninggal istrinya telah mengembalikan semua dana yang digelapkan, berpindah rumah, membawa anak perempuannya hidup berdua, mereka dari kehidupan mewah langsung beralih ke hidup yang serba tiada, juga kasihan, aku juga tidak kepikiran Suli adalah anak Roka, aku menebak, alasan mereka berdua hilang kontak, kemungkinan besar karena Nyonya Fang memberitahukan kenyataan tahun – tahun lalu kepada Suli.”

Aswina sangat kaget, “Ternyata dunia ini kecil juga, seperti in pun dapat bertemu dengan anak Roka, dia anak perempuan Roka, dan kepribadian Roka seperti itu, lebih kurang ada keturunannya, aku semakin tidak bisa mengizinkan Aaron berpacaran dengan orang seperti ini, menurutmu bagaimana ?”

Alzali tidak berkomentar, Roka telah meninggal dua puluhan tahun, tidak ada keperluan untuk mengkritik mereka lagi.

“Tidak boleh, tidak boleh membiarkan Aaron terjerumus lagi, nyonya Chen sebelumnya pernah mengungkit padaku, sepupu keluarganya baru saja pulang dari kuliah, berumur 25 tahun, lulusan dari Universitas Columbia, cocok dengan Aaron, kita buat janji biar mereka kenalan dulu, kalau merasa cocok kita tetapkan saja.”

“Aduh, kamu ini namanya sembarangan, anak kita sekarang mana ada keinginan berkenalan ? Sebelumnya pernah berjanji beberapa kali tetapi di ingkar janjinya juga, sekarang mana mungkin setuju ?”

“Sekarang sudah berbeda, itu dikarenakan biasanya kamu terlalu banyak memberinya kebebasan, sehingga dia masih bermain-main. Sekarang dia sudah berumur tiga puluhan, sudah dewasa, kita sebagai orang tua tidak membantu dia mengatur, siapa yang akan membantunya ?”

Alzali menghela nafas dan berkata :”Aku tidak mau berdebat sama kamu, sekarang tidak buru-buru, boleh tunggu kamu sehat kembali kita bau bahas ? Aku serba turut padamu.”

Aswina :”Kamu bilang sama kepala dokter, aku mau keluar dari Rumah Sakit.”

--

Suli seolah – olah hilang dari dunia ini, tidak ada kabar apapun.

Penggemar yang telah heboh di dunia maya dalam jangka waktu tertentu, seiring waktu berlalu, pelan – pelan memudar beritanya.

Hasil karya Suli di tayang kembali secara berturut-turut, setiap satu penayangan, berita “Mencari Suli” akan menjadi topik pencarian utama lagi, namun juga menurun secara cepat.

Aaron Pradipta menjadi semakin pendiam dan murung, setiap hari masuk dan pulang kerja seperti biasa, tidak melakukan pertemuan hubungan sosial, tidak minum alkohol, setiap hari pulang tepat pada waktunya untuk menemani orang tuanya makan malam.

Seperti ini, melewati tiga bulan, Suli juga tidak berkunjung kembali.

Suli untuk saat ini, sebenarnya tidak terlalu jauh meninggalkan kota Jakarta, dia dan mamanya pulang ke rumah nenek yang ada di desa.

Setelah Roka meninggal dunia, beberapa paman takut memalukan, jadi tidak menjalin hubungan apapun dengan mereka, tetapi nenek sayang dengan anak perempuan dan cucunya, sering mengirimkan barang untuk mereka.

Nenek dia sekarang masih tinggal sendirian di desa, anak-anaknya berpencar di berbagai tempat, tidak ada satupun yang ingin tinggal bersamanya.

Tempat ini memiliki keindahan alam, keramahan antar manusia, nenek tidak ingin meninggalkan tempat ini.

Suli telah mematikan ponsel semenjak dia ke tempat ini, telah melewati tiga bulan, sama sekali tidak pernah membukanya.

Pada tempat yang tidak dapat berkomunikasi dengan dunia luar, mama dan nenek dia, kembali ke kehidupan alamiah dan gaya hidup bertani.

Orang tua terkesan sangat bahagia, dia juga tidak bisa menggunakan ponsel dan internet, jadi tidak mengetahui masalah kacau balau yang tersebar lewat internet.

Sebagian penduduk di desa ini dihuni oleh orang berlanjut usia dan anak kecil, orang dewasa sebagian besar mencari nafkah di luar.

Penduduk desa memiliki kehidupan yang polos, Suli tidak mengetahui apakah mereka mengenal dirinya, dia hanya mengetahui semua orang memperlakukan dirinya dengan ramah, juga tidak banyak berkomentar dan tidak menjelekkan dirinya di belakang, lebih lagi tidak ada yang meminta tanda tangan atau foto bersama padanya.

Dia di tempat ini bukan artis terkenal, dia adalah dirinya sendiri, sama seperti orang biasanya.

Saat senja tiba, seluruh gunung berwarna merah jingga hasil sinar matahari senja.

Dan hari semakin gelap, gunung yang berwarna merah jingga pelan-pelan berubah menjadi warna merah ungu, lalu menjadi merah gelap, dan terakhir memasuki malam hari.

Lisa telah menyiapkan makan malam, “Suli, cuci tangan lalu makan, memanggil nenek juga.”

“Baik.”

Suli berteriak ke arah kamar :”Nenek, ayo makan … …”

Nenek yang berada di dalam kamar tidak membalasnya.

Suli mengelap bersih tangannya, dengan ragu-ragu dan memasuki kamar neneknya, “Nenek ?” Setelah membuka pintu, hanya terlihat nenek terjatuh di bawah lantai, di berteriak, “Nenek, nenek, Mama, cepat kesini, nenek pingsan.”

Lisa letak kembali piring yang berada di tangannya dan berlari ke arah kamar.

Muka nenek berhadapan di lantai bawah, dahinya terluka berdarahan, dan darahnya sedang mengalir, di bawah meja kecil ada pecahan gelas dan piring.

“mama ? mama?” Lisa menekan dengan kuat philtrum nenek, philtrum yang ditekan sudah menjadi bengkak, namun nenek juga belum terlihat sadar.

Di desa yang terpojok, apabila memanggil ambulans mendatangi tempat ini sama sekali tidak efektif, Suli langsung mengambil keputusan dan berkata :”Mama, ke kota, ke Rumah Sakit.”

“Tetapi, nenek kamu apa bisa dipindahkan ?”

“Daripada menunggu mati disini, cepat, membangunkan nenek dulu.”

Suli tidak pernah tahu bahwa dirinya sekuat ini, dapat menggendong neneknya yang lebih kurang lima puluhan kilogram, dia menggendong neneknya, kedua kakinya gemetar, tetapi dia tetap berusaha sekuat tenaga untuk berjalan ke arah pintu, “Mama, pergi ke kamarku ambil tas aku, lalu mengunci dengan baik pintunya.”

“Baik, kamu hati-hati.”

“Aku bisa.”

Akhirnya, Suli dengan susah payah membawa neneknya ke dalam kursi belakang mobil, ketika duduk di kursi pengendara, seluruh tulang badannya masih gemetar.

Mobilnya parkir di tempat ini lebih kurang sudah tiga bulan, dan telah ditutupi oleh berlapis-lapis debu, namun untungnya masih bisa dikendarai.

Lisa duduk di kursi belakang untuk menjaga nenek, sambil menekan philtrum, sambil memanggilnya, mencoba untuk membangunkan dia.

Jalan di atas gunung tidak rata, dan kekurangan cahaya yang memantau, kedua tangan Suli memang setiran, membawa dengan hai-hati, setiap melewati satu belokan, seolah-olah melewati cobaan hidup dan mati.

Mobilnya telah keluar dari gunung, sampai ke tempat perjalanan besar yang rata, Suli mengaktifkan ponselnya, menghubungi 120, “Halo, dengan Rumah Sakit ya, di tempat aku ada seorang nenek yang berusia 76 tahun, sore tadi pingsan di dalam rumah, di bagian dahinya berdarah, dan sekarang tidak sadar diri, aku sekarang sedang menuju ke tempat kalian, lebih kurang setengah jam lagi akan sampai.”

Dalam pertengahan menyambung teleponnya, dia mendengar suara notifikasi dari Wechat yang muncul secara terus-terusan, nada notifikasi berdering tanpa henti.

“masih bernafas, nadi masih lancar, tidak bahaya, hanya pingsan tidak sadar diri.”

“Baik Baik, aku usahakan cepat bawa.”

… ….

Novel Terkait

The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu