Cinta Pada Istri Urakan - Bab 959 Dia Sudah Membohongi Semua Orang

“Tidak apa-apa bukan, datang untuk bersenang-senang sesuai keinginan saja.”

“Pakai, tidak melihat pandangan mereka ya?”

Amanda merasa canggung dan tersenyum, “Tidak apa-apa, mereka adalah pria sopan, keamanan di sini sangat bagus, tidak ada bahaya apa-apa, apalagi ada kamu, apa yang harus aku takuti?”

“Itu kamu yang merasa aman, jika aku lihat sedikit pun tidak aman, ayo patuh, pakai!” Dirga menunjukkan kecemasan seperti ayah tua.

“Baiklah.” Amanda setuju, tapi di saat dia menundukkan kepala mencari mantelnya sendiri, malah menemukan mantelnya hilang.

“Kenapa? Hilang?”

“Oh, sepertinya tadi melepasnya saat menari dan ditaruh sembarangan, tidak tahu ada di mana, aku pergi cari ke sana.”

Dirga menghela nafas, kecemasan ayah tua yang tiada akhirnya, “Duduk saja duduk,” Dia melepas kemeja putihnya sendiri, “Kamu ke sana bukankah sama saja masuk sendiri ke dalam situasi bahaya? Pakai punyaku saja.”

Wajah Amanda penuh rasa malu, menerima kemeja putih, sedikit tersenyum sambil mengangguk, “Baik, terima kasih.”

“Kamu ya, lebih perhatikan lagi, di tempat seperti bar, banyak bahaya yang tidak terlihat olehmu.” Dirga mendidiknya dengan nada kakak laki-laki, “Hari ini aku yang menemanimu, kelak jika tidak ditemani oleh orang yang bisa dipercaya, kamu seorang diri jangan datang ke tempat seperti ini.”

Amanda menyetujuinya sambil tersenyum, “Baik baik baik, dengar katamu, tapi jelas-jelas aku yang ingin minum, kenapa semua anggur diminum olehmu?”

“.…….”

“Panggil lagi.”

Suasana hati Dirga memang sedang tertekan, ditambah bujukan minum Amanda, saat minum anggur seperti meminum air saja, walau seekor kerbau, juga akan ada saatnya mabuk.

Amanda hanya minum seteguk dan menyisakannya, tuang banyak, tapi tidak minum banyak.

Dirga berdiri sambil memegang meja, gerakan agak sulit, respon juga agak sedikit lambat, bicara juga tidak terlalu jelas, “Aku pergi ke toilet sebentar.” Selesai bicara, dia terhuyung-huyung langsung menabrak meja, botol anggur kosong yang ada di atas meja “klontang” seketika jatuh banyak.

“Aih, hati-hati.” Untung saja respon Amanda cukup cepat, tepat waktu memegang meja, sehingga botol kosong tidak sampai jatuh ke lantai.

“Kamu hati-hati,” Dia bergegas memapah Dirga, “Aku tuntun kamu ke sana saja, jalan sebelah sini.”

Dirga lebih tinggi banyak, satu lengan merangkul bahu dan lehernya, setengah badan menekan di atas bahunya. Satu memakai singlet putih, satu memakai kemeja putih pria, hanya melihat sosok punggung saja, bukankah itu pasangan kekasih yang saling bergantungan.

Tiba di depan toilet, Dirga menunjuk toilet pria, sambil tersenyum berkata: “Sudah sampai, kamu tidak boleh masuk, tunggu aku di sini.”

“Baik, kamu hati-hati.”

“Tahu.”

Dirga berpegangan pada dinding, tangan melambai ke belakang sebentar, langsung pelan-pelan jalan masuk sambil berpegangan.

Amanda berdiri di depan pintu menunggunya, dia diam-diam mengeluarkan ponsel, miliknya, barusan tadi, dia mengambilnya dari dalam saku celananya.

Dia dengan lancar membuka kunci ponselnya, membuka wechat, menemukan foto profil Yuka, dia bergegas membaca riwayat percakapan mereka dengan cepat, iri hingga api amarah membakar.

Balasan Dirga untuknya, seringkali selalu satu kata, contohnya “Eng”, “Oh”, “Baik” sejenis itu, tetapi, balasan dia pada Yuka, bukan hanya kalimat lengkap, ada kalanya masih menggunakan ikon ekspresi, di antara mereka bahkan bisa berdiskusi untuk waktu lama hanya untuk karena emotikon.

Melihat riwayat obrolan mereka, kemesraan dan ketulusan yang ditunjukkan dalam kata-kata itu sekali lihat sudah jelas, membuat Amanda sangat cemburu sekali.

Dia mengirim sebuah kalimat pendek—— “Apakah ada waktu luang ke sini? Sangat merindukanmu!”

Agar lebih mirip dengan nada bicaranya, dia juga mengirim emotikon “hati” yang ada dalam riwayat obrolan.

Cepat sekali, Yuka membalas—— “Kamu di mana?”

Amanda bergegas mengirim sebuah titik lokasi.

—— “Bar?”

—— “Benar, minum agak banyak.”

—— “Sudah mabuk?”

—— “Tidak juga, datang tidak?”

—— “Baik.”

Tidak salah, Amanda tidak menggunakan bahasa Inggris, dia mengetik di ponsel Dirga Ayubi.

Dia menggunakan bahasa Vietnam saat berkomunikasi dengan Dirga dan Nguyen Song secara pribadi, berkomunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa Inggris, dia berkata pada orang lain bahwa dia hanya bisa mendengar sedikit bahasa mandarin, tapi tidak bisa mengucapkannya, tidak bisa mengenali, lebih tidak bisa menulis.

Dia sudah membohongi semua orang.

Amanda adalah seorang bintang kelas, dalam usia muda sudah menjadi master kedokteran penelitian ilmiah, dia pernah bersekolah di luar negeri, bertemu dengan dunia luar, berpartisipasi dengan penelitian obat penawar racun ular, pernah mengalami peperangan dan pembunuhan, dia bisa belajar berbagai keterampilan untuk bertahan hidup dengan cepat dalam kondisi goyah dan tidak stabil, juga bisa belajar menyembunyikan keterampilan yang tajam agar tidak diketahui orang lain dalam masa harmonis.

Dia tumbuh dewasa bersama Dirga, sudah hidup bersama selama dua puluh tahun, hidup bersama teman kecil yang bisa berbahasa mandarin selama dua puluh tahun, dengan kecerdasannya, bisa tidak mengerti?

Sebaliknya, dia dapat dengan terampil “mendengar, bicara, tulis” aksara mandarin, dan sudah mencapai kemahiran bahkan penduduk setempat juga percaya kalau dia adalah penduduk setempat.

Selesai mengirim pesan, dia sangat cepat menghapus riwayat obrolan, tidak meninggalkan jejak sedikit pun.

Dirga masuk lama sekali dan tidak keluar, Amanda sudah menyelesaikan apa yang ingin dia lakukan, menunggu tapi dia tidak keluar, dia cemas dan melihat-lihat ke dalam.

Melihat sejenak, dia melihatnya, dia sedang duduk lemas di lantai, punggung bersandar di dinding, kepala bengkok, tidak bergerak sama sekali.

Hati Amanda menegang, tidak peduli lagi apakah di dalam ada orang lain atau tidak, langsung masuk memapahnya, “Bangun, bangun, tidak boleh tidur di sini.”

“Eng?” Dirga mendadak bangun, mata juga agak sulit dibuka.

“Berdiri,” Amanda hampir menggendongnya di punggung belakang, “Jalan sebelah kanan, melangkah, keluar……”

Dirga benar-benar mabuk, berjalan pun tidak stabil, tapi, dia juga tidak sampai mabuk sepenuhnya, masih ada sedikit kesadaran.

“Iya tahu, aku hanya duduk sebentar.” Benar-benar tidak jelas saat bicara.

“Kamu sudah mabuk, apakah mau pulang?”

“Mana mabuk, tidak mungkin mabuk, aku masih bisa minum lagi.”

Amanda sedikit menghela nafas, pelan-pelan menuntun dia ke tempat duduk, juga sekalian, mengembalikan ponselnya ke dalam saku celananya.

Di sisi lain, depresi Yuka juga sudah menghilang dalam beberapa hari ini, sedang memikirkan alasan untuk menghubunginya, langsung menerima undangannya, dia tidak mengatakan sepatah kata pun langsung datang menemuinya.

Karena malam hari, dan karena jarak perjalanan tidak jauh, dia sangat cepat tiba di bar.

Ini adalah pertama kalinya dia memasuki bar.

Di bar dari kondisi yang penuh dansa menggila, memasuki situasi yang tenang dan merdu lainnya, para penyanyi di tengah panggung menyanyikan lagu cinta yang menenangkan.

—— “Dia pernah diam-diam kemari, dia pelan-pelan membawa pergi kesunyian, hanya saja janji terakhir, masih tetap tidak membawa pergi kesepian. Tidak ada yang salah dengan cinta kita, hanya saja pertunjukan solo yang indah itu sangat menyiksa orang, dia mengatakan tidak masalah, selama masih bisa mempercayakannya pada lama yang terus berputar……”(lirik lagu)

Para tamu ada yang duduk diam di bangku mendengarnya, ada yang saling memeluk dan mulai menari.

Yuka membawa kejutan masuk ke dalam, dia tidak menyangka suasana dalam bar begitu baik, masih ada sedikit nada romantis, kata mama di bar semuanya orang gila, benar-benar membohongi anak kecil.

Kecuali…..uhukk, pakaian yang dikenakan orang-orang agak minim.

Dia perlahan berjalan ke dalam, mata melihat ke kanan melihat ke kiri, mencari-cari sosok Dirga.

—— “Tidak menunggu hingga langit gelap, kembang api tidak akan terlalu sempurna, kenangan terbakar menjadi abu, masih tidak bisa menunggu sampai akhir, tidak masalah yang dulu pernah dikatakannya, aku takut sehari demi sehari dihancurkan. Tidak menunggu hingga langit gelap, kuncup bunga tidak berani layu, dedaunan hijau sedang mengikuti, melepaskan rasa sakit tusukan, kelak tidak lagi takut fajar, aku pikir hanya takut sadar…….”

Novel Terkait

Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu