Cinta Pada Istri Urakan - Bab 137 Pertemuan Antara Ayah Dan Anak

Restoran di area perkebunan dibangun di atas danau kecil, selain bangunan aula utamanya yang dibangun di tepi danau, bangunan yang lainnya dibangun di atas air, karena itu bangunan ini dinamai--Desa di atas air.

Dengar-dengar pemilik bangunan ini adalah orang Batu, Malang, jadi di Jakarta ini dia mencari sebuah tempat yang ada danaunya, lalu dia membangun tempat ini.

Tempat ini sangat disukai oleh orang-orang Jakarta, terlebih orang-orang yang berasal dari kota-kota besar, begitu musim liburan ataupun akhir pekan, banyak yang datang membawa teman ataupun keluarganya untuk datang kemari.

Maira mengajak Laras untuk berjalan menyusuri tepi danau, mereka berdua dari kecil tidak pernah cocok, jadi tentu saja mereka tidak saling bicara, karena itulah saat ini suasana antara mereka berdua sangat canggung.

"Ibuku bilang kalau mereka sudah datang kemari, lebih baik kita masuk lebih dulu saja."

"Oh, Ok."

Saat mereka sudah sampai di depan pintu ruangan VIP, Maira kembali berkata : "Aku pergi pesan makanan terlebih dahulu, kamu duduk dulu saja disini, mereka sebentar lagi juga akan segera tiba."

"Ok."

Ruangan VIP nya tidak begitu besar, sebuah meja bulat yang terbuat dari kayu terletak di tengah-tengah ruangan, meja itu sendiri sudah hampir memakan seluruh ruangan itu, namun ada sebuah pintu geser kaca yang menghadap ke danau, setelah pintu geser ini dibuka, makan dan duduk di sini bagaikan sedang makan dan duduk di pinggir danau, benar-benar terasa sangat berbeda.

Laras mencari tempat duduk yang berada di bagian paling luar lalu duduk di sana, setelah itu dia menggeser pintu kacanya, air danau yang berada di bawah lantai bambu terlihat beriak, membuat suara saling bertabrakan.

Di sudut ruangan juga diletakkan alat pancing, sambil duduk di sini, orang-orang juga bisa langsung melemparkan alat pancingnya ke danau lalu memancing ikan.

Semua hal ini terasa sangat baru dan menakjubkan bagi Laras yang dari kecil terbiasa tinggal di kota.

Jika ada kesempatan, dia ingin pergi ke Batu, Malang untuk melihat desa di atas air yang sebenarnya.

Tidak lama kemudian, terdengar suara dari depan pintu, Laras mengira kalau Maira sudah kembali, saat dia menoleh dan melihatnya, dia langsung tertegun.

Dia melihat seorang pria yang terlihat terpelajar dan juga matang masuk ke dalam, pria itu kelihatannya sudah sedikit berumur, namun dia tidak terlihat tua sama sekali, jaket sweater yang dikenakannya membuatnya bahkan terlihat lebih muda dari Gavin. Wajahnya sedikit mirip dengan pamannya, namun jauh lebih muda daripada pamannya, wajah pria itu mirip dengan wajah ayahnya yang berada di dalam album foto kakek.

Laras membatu disana, dia terus menatap pria itu tanpa berkedip, dia kira-kira sudah tahu siapa pria itu, namun dia tidak berani mengakuinya.

Tidak hanya 15 tahun, sejak dia mulai bisa mengingat sesuatu, tidak ada yang namanya ayah di dalam ingatannya, saat dia berumur 5 tahun, ayah dan ibunya resmi bercerai, dia juga hanya pernah melihat ayahnya sekali saja, kemudian dia pernah melihat wajah ayahnya waktu muda lewat album foto.

Dia bisa dibilang sama sekali tidak memiliki ingatan tentang ayahnya.

Dapat dilihat jika Romo juga adalah seorang pria yang sangat tampan, waktu masih muda wajahnya pasti lebih tampan lagi, fitur wajah Laras sangat mirip dengannya.

Kedua mata Romo memerah, matanya dipenuhi dengan rasa sayang, dia menatap Laras lalu melangkah perlahan ke arahnya.

"Laras......apakah kamu mengenalku?"

Hati Laras ingin berkata mengenalnya, namun tubuhnya malah tanpa sadar menggeleng, faktanya dia memang tidak mengenal ayahnya sendiri, jika dia sampai salah, bukankah itu akan sangat memalukan?

Setelah itu Gavin dan yang lainnya ikut masuk, kusen pintu terlalu rendah, jadi Gavin harus menundukkan kepalanya untuk masuk ke dalam.

Melihat Romo berjalan ke arahnya, Laras seketika merasa panik, dia segera bangkit berdiri lalu memutari Romo dan langsung masuk ke dalam pelukan Gavin, dia mencengkram baju Gavin, dia benar-benar merasa sangat tegang.

Di dalam pelukan Gavin, dia dapat menemukan rasa aman yang kuat.

Gavin memeluk bahunya dengan pelan, kemudian dia menunduk dan berkata di samping telinganya : "Itu adalah ayahmu, tenang dan santai sedikit, yah?"

Sebenarnya Laras dari dulu sudah mempersiapkan hatinya jika suatu saat bertemu dengan ayahnya, namun tiba-tiba bertemu seperti ini, dia tetap tanpa diduga merasa panik.

Nagita berusaha untuk mencairkan suasana, dia dengan antusias berkata : "Ayo kita duduk, kalian lihat tempatnya juga tidak besar, jadi tidak ada tempat untuk berdiri, duduk duduk, Laras, jarang-jarang ayahmu bisa kembali, kalian berdua duduk bersama saja."

Mereka semua duduk, setelah itu tidak lama kemudian masakannya juga sudah datang semuanya, namun suasana di meja makan malah tetap terasa canggung.

Bahkan Nagita yang begitu pintar berbicara saja juga ingin dapat segera lepas dari keadaan tidak mengenakkan ini.

Makan siang kali ini, mungkin hanya kakek sajalah yang benar-benar merasa gembira.

Di dalam perjalanan pulang, Gavin menyuruh Laras untuk ikut mobil Romo, sedangkan dia akan mengendarai mobilnya dan mengikuti mobil mereka.

Romo mengendarai mobilnya sembari sebentar-sebentar menengok melihat Laras yang duduk di samping kemudi, seolah-olah dalam sekejap mata putrinya ini dari seorang balita yang baru saja belajar berbicara tiba-tiba sudah tumbuh menjadi gadis muda yang ramping dan elegan.

Akhirnya dia memecahkan kebisuan di antara mereka, dia berkata : "Laras, papa bersalah kepadamu, selama bertahun-tahun tidak pernah kembali untuk melihatmu, tapi papa memiliki alasan berbuat seperti itu, hati papa juga sangat merindukanmu."

Dari dulu Laras bukanlah seseorang yang suka bersikap dibuat-buat, namun begitu dia mendengar hal ini, semua emosinya terasa menghilang, dia menoleh menghadap ke jendela, air matanya jatuh membasahi wajahnya.

"Setiap tahun aku pasti memberikan pamanmu uang yang tidak sedikit untuk biaya kehidupanmu sehari-hari dan juga biaya pendidikanmu, meskipun aku tidak berada di sisimu, tapi dari sisi ekonomi, aku tidak pernah memperlakukanmu dengan tidak adil."

"Laras, jangan meragukan cinta papa terhadapmu, tidak ada orang tua yang tidak mencintai anaknya."

"Papa tahu kalau papa sangat egois, menelantarkanmu dan tidak mempedulikanmu selama bertahun-tahun, tapi jika papa berkata kalau bibimu yang disana tidak memperbolehkan papa kembali ke Indonesia untuk melihatmu, apakah kamu merasa kalau papa sedang lari dari tanggung jawab? Apakah kamu akan semakin membenci papa?

"Aku tidak tahu apa yang paman dan bibimu katakan kepadamu, tapi apa yang ingin papa katakan kepadamu adalah, kamu selamanya adalah putriku, tidak peduli aku berada dimana, kamu akan selalu berada di dalam hati papa."

"Kepulanganku kali ini, papa berencana untuk mengalihkan fokus papa ke dalam negeri, kelak papa akan sering kembali kemari, mungkin saja tidak lama lagi papa akan sering tinggal di Jakarta, jadi tidak peduli apapun yang terjadi kepadamu, kamu bisa mencariku, tentu saja kamu juga bisa mencariku meskipun tidak ada masalah apapun."

"Aku tahu kalau kamu sudah menikah dan masuk ke keluarga Pradipta, aku sangat bahagia, juga sangat khawatir, Laras, apakah kamu tahu apa yang papa khawatirkan? Papa khawatir kamu akan diperlakukan dengan buruk."

"Laras, jika kedua mertuamu memperlakukanmu dengan buruk, kamu harus memberitahu papa, mengerti tidak?"

"Menurutku Gavin cukup lumayan, dia memperlakukanmu dengan baik, papa sangat gembira karena hal ini."

Romo tidak berhenti bicara, semuanya adalah segala perkataan yang berasal dari dalam hatinya, akan tetapi Laras tidak menjawabnya sama sekali, dia tidak mengatakan keinginannya dan juga tidak mau melihatnya.

"Laras, bisnis papa di australia cukup berhasil, bisnis properti di australia sana bisa menjadi sebesar ini, itu juga karena ada bantuan dari keluarga bibimu, jadi properti disana kelak semuanya akan diberikan kepada adikmu, anak dari aku dan bibimu. Tapi segala yang papa miliki disini, kelak semuanya akan menjadi milikmu, bisakah kamu memaafkan papa?"

Laras menarik sebuah tissue lalu menghapus air mata dan ingusnya, tidak bisa dipungkiri, betapapun bencinya dia sebelumnya kepada ayahnya, namun di saat dia mendengar kepulangannya kemari karena ingin bertemu dengan dirinya, segala kebencian yang dimilikinya sudah menghilang, dia membenci ayahnya juga karena dia mencintai ayahnya.

"Laras, setiap kata yang papa katakan kepadamu adalah benar, 2 tahun yang lalu kamu dapat masuk ke Universitas Pelita Harapan dengan hasil ujian masuk yang luar biasa, papa benar-benar sangat gembira, jadi saat mendengar UPH sedang mengumpulkan dana untuk membangun gedung olahraga, papa langsung menyumbangkan uang, itu semua agar kamu di kampus bisa terlihat sedikit lebih mengesankan."

"Laras, papa....."

Laras tiba-tiba menoleh dan bertanya : "Siapa yang memberitahumu kalau aku dapat masuk ke UPH dengan hasil ujian masuk yang luar biasa?"

"Paman dan bibimu yang bilang."

"Terus kamu percaya perkataan mereka, tidak bisakah kamu langsung menghubungiku?"

Novel Terkait

Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
4 tahun yang lalu