Cinta Pada Istri Urakan - Bab 231 Seperti Seorang Wanita Yang Sedang Hamil

Di ruang makan, udaranya sangat menekan dan suasananya aneh, tidak ada suara lain selain suara dua orang yang sedang makan dan mengambil makanan.

Manda mengenakan jubah mandi super besar dan menggulung lengan bajunya tiga kali baru terlihat tangannya.

Dia menundukkan kepalanya dan terus memasukkan makanan ke mulutnya.

Rendra juga sedikit gugup, sebelumnya dia pernah memimpin rapat ratusan orang pun tidak begitu gugup.

"Kamu pelan-pelan makan, jangan tersedak."

"Uhuk uhuk uhuk", Manda tidak tersedak, tetapi berbatuk, mukanya merah lagi

Begitu muka Manda merah lagi, Rendra juga segan, pada saat itu, dia tidak punya pilihan lain, bagaimana dia bisa menutupi badannya dengan handuk jika dia tidak membuka matanya?

Sedangkan ketika dia menarik Manda untuk bangun dan handuk mandinya jatuh ke lantai, dia juga tidak bisa menduganya, ok?!!

Dilihat ya dilihat, untungnya tidak ada orang ketiga yang tahu hal ini juga.

Dengan penampilannya yang setengah cacat ini, meskipun dia melihatnya, dia juga tidak bisa melakukan apa-apa.

Rendra menghipnotis dirinya dengan berbagai macam alasan, sehingga membuat hatinya merasa tidak bersalah.

Namun, ketika dia melihat wajah Manda yang merah, dia tidak bisa menahan untuk tidak memikirkan adegan tadi.

Aduh, adegan yang dia lihat tadi terlalu indah, sehingga dia khawatir dia tidak akan melupakannya di kehidupan ini.

"Kamu makan pelan-pelan saja, tidak ada yang berebut denganmu."

"Jika kamu tidak tiba-tiba berbicara, maka aku tidak akan tersedak."

"Apakah aku masih bersalah jika berbicara?"

"Kamu bersalah!"

"... Baiklah, semua ini adalah kesalahanku."

Manda menemukan bahwa wajahnya terlalu panas, dan kepalanya masih pusing, tidak boleh, dia tidak boleh memikirkan apa yang terjadi tadi.

Setelah selesai makan, kaki Rendra masih tidak bisa banyak bergerak, jadi dia duduk di ruang tamu, dan Manda membersihkan meja makan.

Dia menonton TV dengan acuh tak acuh, dan matanya dari waktu ke waktu melayang ke ruang tamu, dia melihat Manda mengikat rambutnya yang setengah basah ke belakang, satu tangan diletakkan di pinggangnya, dan satu tangan lagi mengelap meja, tampaknya seperti seorang wanita yang hamil.

Wanita hamil yang masih kekanak-kanakan.

Rendra mengagumi imajinasinya sendiri ketika dia dapat menggunakan perumpamaan ini.

Manda perlahan berjalan kemari setelah selesai membersihkan meja makan, meskipun malu, dia tetap berkata, "Pak Guru Rendra, bisakah aku tinggal di tempatmu selama beberapa hari ini?"

"..." Rendra tercengang, dia masih ingin tinggal di sini selama beberapa hari lagi? Apakah dia sengaja memberiku petunjuk? Tidak bisakah dia menunggu kakiku sudah sembuh baru memberiku petunjuk?

"Jika kamu merasa ada yang tidak nyaman, maka aku akan pergi besok pagi."

"Tidak, sangat nyaman, sangat nyaman."

Manda mengangguk, lalu berkata, "Jangan beritahu Laras tentang hal ini, aku akan menjelaskan kepadanya nanti."

"Baik." Rendra memandangnya, jubah mandinya diseret langsung ke lantai, ikat pinggangnya diikat dua kali, sehingga terlihat sangat canggung, jauh lebih enak dilihat jika dia tidak memakainya.

“Apa lagi yang kamu lihat?” Manda melangkah mundur, kata “lagi” membuatnya merasa malu.

Rendra dengan cepat memalingkan kepalanya, berbatuk dua kali dan bertanya, "Apakah pinggangmu baik-baik saja? Apakah perlu aku membantumu mengoles minyak gosok?"

Mengoles! Minyak! Gosok!

Manda hanya memikirkan adegan itu saja sudah cukup menakjubkan, dia dengan cepat menggelengkan kepalanya, "Jangan jangan."

"..." Bisakah kamu memikirkan sesuatu yang baik, aku hanya ingin membantumu mengoles minyak gosok!

Rendra memperkuat suaranya dan bertanya, "Kenapa kamu berlari keluar dari rumah lagi? Apakah kamu dimarahi keluargamu? Jika perlu, aku dapat membantumu menjelaskan kepada mereka."

Manda mengerutkan kening dan menolak dengan halus: "Terima kasih, tidak perlu, sudah tidak ada artinya lagi."

"Kenapa?"

"Kedepannya urusan keluarga Atmaja tidak ada hubungannya denganku lagi."

"Manda, jangan marah, bertengkar dengan keluarga bukan masalah besar."

Manda tertawa dengan sinis, "Ya, tidak ada perselisihan yang tidak bisa didamaikan antara keluarga, dan bertengkar dengan keluarga bukan masalah besar, tapi ... hal ini berbeda jika mereka bukan keluargaku."

Rendra tidak mengerti apa maksudnya dan menatapnya dengan ragu.

"Sudah malam sekali, aku ingin tidur. Di mana ... di mana aku tidur?"

"Kamar tidur tamu ada di sebelah kiri."

"Oh, kalau begitu kamu juga tidur lebih awal ya, aku akan merepotkanmu akhir-akhir ini."

"Tidak apa-apa."

"Selamat malam."

"Selamat malam."

Rendra melihat bagian belakang kepergian Manda dan merasa ada sebuah kesepian yang tidak normal.

Tampaknya masalah ini tidak sesederhana yang dia duga.

——

Keesokan harinya, Laras pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kembali, hasil pemeriksaannya menunjukkan bahwa paru-parunya yang terluka telah sembuh, dan tidak ada masalah di bagian tubuh lainnya.

Dia segera memberitahu Gavin hasil pemeriksaan tersebut.

Tapi seperti biasanya, dia tidak mendapatkan balasan apapun.

Selama perjalanan bisnisnya, telepon pribadi dimatikan, hanya Gavin yang bisa menghubunginya, tetapi dia tidak bisa menghubungi Gavin.

Laras berjalan keluar dari rumah sakit, akhir-akhir ini urusan keluarga Atmaja telah menghebohkan, hari ini, ada lagi berita tentang keluarga Dibyo akan membatalkan pernikahannya dengan keluarga Atmaja, dia sedikit khawatir, jadi dia ingin menelepon Manda dan bertanya kepadanya.

Namun, dia menelepon dua kali dan telepon Manda tidak aktif.

"Apa yang terjadi pada Manda ini!"

Dia baru saja menyimpan ponselnya, tetapi ponselnya berbunyi pada saat ini, dia sangat bersemangat dan dia mengangkatnya tanpa melihat dengan jelas siapa yang meneleponnya, “Aku meneleponmu dua kali, tetapi teleponmu tidak aktif, ada apa denganmu ini?”

"Apa?"

Itu adalah suara seorang pria.

Laras melihat layar ponsel, mampus, ini bukan panggilan dari Manda, tetapi panggilan dari nomor asing.

"Uhuk uhuk, maaf aku kira temanku yang meneleponku, siapakah Anda?"

Pria di sisi lain ponsel tersebut agak sedih, ini baru berapa lama saja, dia bahkan sudah tidak mengenali suaranya? Dia berkata dengan muram, "Ini aku, Christian."

"Uhuk ..." Laras hampir batuk darah, "Kenapa kamu bisa meneleponku?"

"Kamu memblokir nomor teleponku, aku hanya bisa menghubungimu dengan nomor lain."

"..." Perlukah begitu? dia juga bisa memblokir nomor ini lagi.

"Kamu boleh mencoba untuk memblokir nomor teleponku lagi, kedepannya kita juga tidak perlu menjalin hubungan persaudaraan lagi."

"..." Laras terdiam dan tidak bisa menahan untuk tidak menyanggahnya, "Ya, kita adalah saudara, kenapa kamu tidak memanggilku bibi kedua?"

Ada tiga detik hening di ujung telepon, kemudian Christian baru membicarakan hal penting, “Aku dengar kamu hari ini pergi melakukan pemeriksaan kembali, bagaimana dengan hasilnya?”

"Terima kasih atas perhatianmu, bibi keduamu, aku, sangat diberkati, jadi aku baik-baik saja."

Christian sangat marah, sehingga melalui ponsel sudah bisa merasakan kemarahannya.

"Ada apa keponakan mencariku?"

"Paman Atmaja bilang kamu akan ke rumahnya setelah melakukan pemeriksaan, aku datang ke sini untuk menjemputmu."

“Argh?” Laras sedikit bingung, Paman Atmaja yang dia katakan adalah ayahnya? Apakah mereka saling kenal?

"Kamu di mana? Aku sudah sampai di rumah sakit."

Pada saat yang bersamaan, Laras melihat sebuah mobil sport berwarna putih berhenti di pintu masuk rumah sakit, mobil sport yang luar biasa tersebut segera menarik perhatian orang-orang yang berjalan melewatinya.

Laras tidak sempat untuk berbicara, karena Christian sudah keluar dari mobil dan berjalan ke arahnya.

Terakhir kali Laras bertemu dengannya adalah saat Tahun Baru, keluarga Pradipta mengadakan pertemuan keluarga, Christian pulang beberapa hari kemudian segera pergi.

Setengah tahun tidak bertemu dengannya, perubahan Christian semakin besar.

Dia mengecat warna rambutnya menjadi warna kuning seperti anjing golden, mengenakan kacamata hitam, dan tampaknya sangat sombong, seolah-olah tidak ada apa-apa yang dipentingkan di matanya, tetapi sepertinya segala sesuatu ada di matanya.

Jika bukan karena dia mengenakan kemeja putih bersih yang mirip dengan yang sebelumnya, Laras pasti tidak bisa mengenalinya.

Novel Terkait

Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
5 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu