Cinta Pada Istri Urakan - Bab 1051 Manda Atmaja Mencari Orang Tua

Akhirnya dengan tidak mudahnya, mengumpul tenaga semua orang untuk menarik Nagita ke dalam koridor, sekuriti yang sudah sampai juga menekan Nagita dengan mati-matian ke atas lantai, dan sedang berdiskusi apakah perlu melapor polisi.

“Tidak perlu lapor polisi, kami saling kenal.” Laras berkata, “Maaf, benar-benar maaf sekali, maaf.”

Suster juga membantu Nagita untuk memohon kepada sekuriti, “Sudahlah tidak perlu lapor polisi lagi, kalau dia ditangkap polisi, suami dan anak perempuannya tidak ada yang jaga.”

Sekuriti baru membatalkan niatnya.

“Tante ini, kamu masih mau ribut ?”

Saat ini dirinya sudah ditekan ke atas lantai, Nagita juga pintar menilai kondisi, “Tidak ribut, tidak ribut lagi.”

Para sekuriti baru melepaskannya, dan juga memperingatkan dengan serius, “Kalau ribut dan menjerit di sini lagi, pasti akan melapor polisi.”

“Tidak ribut, tidak ribut, aku jamin !” kedua tangan Nagita menahan di lantai dan mulai berdiri, lalu menepuk debu di badannya, dia mengerutkan bibir, melotot Laras dan Manda dengan tatapan kejam.

Setelah sekuriti dan suster meninggalkan tempat, Nagita akhirnya membuka mulut untuk bertanya, “Buat apa kalian datang ke sini, untuk mengejek ya ?”

Laras dan Manda sama-sama tidak ingin menjawabnya, seharusnya dikatakan bahwa, semuanya malas melayaninya.

Nagita tiba-tiba tertawa sinis, di dalam koridor yang dingin ini, suara tertawanya terkesan suram, dan masih membawa gema, “Seandainya kalian sudah datang, ada bagus juga, kebetulan aku ada urusan yang mau bahas sama kalian.”

Laras :”Apa ?”

Nagita membenarkan kerah bajunya, lalu berdiri tegap, melangkah untuk mendekati mereka, “Rama sudah lumpuh, sudah menjadi orang yang setengah mati, Maira luka terbakar, pengobatan selanjutnya tidak dapat diperhitungkan, aku seorang wanita, tidak bekerja, tidak ada uang, bahkan aksesoris saja tidak ada, tidak dapat menanggung pengeluaran yang sebesar ini, kalian, kamu, khususnya kamu Laras, bukannya harus bertanggung jawab juga ?”

Nada bicaranya yang seperti itu, tidak mirip dengan meminta tolong, malahan lebih mirip dengan memerintah.

Laras mengerti maksud tantenya, paling juga hanya mau uang, dia bisa mengeluarkan uangnya, tetapi juga harus mengeluarkannya dengan cara yang terbuka, bukan dengan cara membahas pribadi dengan tantenya seperti saat ini.

Harus tahu bahwa, tante ini orangnya sangat licik dan kejam, boleh percaya siapapun namun tidak boleh percaya dengannya.

“Seandainya dengan kebakaran yang terjadi kali ini, aku percaya kepada polisi, polisi meminta aku mengeluarkan tanggung jawab yang seberapa besar, aku pasti akan tepati permintaannya, tidak akan menghindari. Kamu minta uang bilang saja minta uang, jangan melibatkan masalah tanggung jawab.”

Laras masih sangat cerdas dan berlogika, kata-kata yang dilontarkan sangat jelas dan berurutan, dan juga sangat masuk akal, tidak seperti Manda, sudah mulai ketakutan dan bersembunyi di belakang Laras.

Manda benar-benar takut sama Nagita, takut sekali padanya.

Nagita pura-pura mempertahankan kesombongannya, dia tersenyum sinis dan berkata, “Dasar, kamu tidak perlu menekan aku dengan polisi.”

“Jadi kamu sudah mengakui kalau kamu sedang memeras uang ya ?” Laras balik bertanya, Gavin sedang di rumah sakit, jadi dia sama sekali tidak takut pada Nagita.

“Memeras uang ?” Tiba-tiba Nagita berubah reaksi wajahnya, perlahan-lahan menghampiri mereka, “Laras, aku tahu kamu hebat beradu mulut, kamu sekarang sudah hidup mewah, sudah sombong ya, aku tahu kamu sudah tidak menganggapku, tetapi, Maira bisa menjadi seperti ini semua karena kamu, paman besarmu, juga tertekan karena kejadian ini, kamu sama ayahmu bekerja sama untuk mendorong kami bertiga ke pintu neraka, kamu masih bisa hidup aman tenteram di rumah sambil menjalankan hidup nyonya muda yang mewah ya ?”

Laras juga tidak mau mengalah, dia berdiri stabil, lalu menegapkan badannya, dan berkata dengan reaksi angkuh :”Ganti cara lain saja, kalimat basi ini sudah tidak bisa memancing emosiku lagi.”

Nagita benar-benar menjadi emosi karenanya, lalu menarik nafas dengan dalam.

Apabila tidak berhasil menyerang Laras, kalau begitu menyerang Manda saja, Manda orangnya lemah lembut, dia langsung saja menekan dirinya dengan sekuat tenaga.

“Manda…..”

Manda menjadi merinding, suara ini bagaikan panggilan setan, dengan kuatnya memukul saraf otaknya yang sensitif.

Nagita mendekatkan satu langkah ke depan, bertanya dengan nada ringan :”Kamu bukannya ingin tahu siapa orang tua kandungmu ya ?”

Laras menarik Manda dengan erat, membantu dia menguatkan keberaniannya, dan juga untuk melindunginya.

Manda mengangguk-angguk, “Kamu bisa memberitahuku ?”

“Tidak bisa, hahahahaha…”

Suara di koridor terus bergema, angin dingin terus menghembus, ketika melihat ekspresi wajah Manda yang menyedihkan, suasana hati Nagita terasa senang kembali.

“Tetapi aku bisa memberitahumu, kamu palsu seperti ibumu, sama-sama sialan, bahkan tidak pantas untuk menjilat sepatuku.”

“Kamu….” Wajah Manda menjadi kemerahan karena emosi, “Jadi siapa ibuku ?”

“Aku tidak mau kasih tahu kamu, kecuali kamu menanggung seluruh biaya pengobatan Maira.”

Manda :”……”

Laras :”Benar-benar orang gila, Manda, ayo kita pergi, dia hanya sengaja mempermainkan kita, ayo.”

“Tapi….”

“Dia tidak akan kasih tahu kita, bisa jadi sebenarnya dia sama sekali tidak tahu, hanya mau mempermainkan kamu saja.”

Nagita mendengarnya, lalu semakin tertawa dengan gila, “Ha, kali ini kamu salah, aku benaran tahu, aku bukan hanya pernah bertemu dengan orang tuanya, malahan sangat mengenalnya, hanya saja seekor ayam yang tidak bisa bertelur, hahaha, ibunya hanya seekor ayam, ayam yang menjual diri.”

Laras sudah tidak bisa terus mendengarnya lagi, gaya pemikiran Nagita sudah tidak normal, kalau dia terus berkata lagi hanya akan semakin gila, oleh sebab itu, dia menarik lengan Manda, buru-burunya meninggalkan koridor.

Manda masih ingin mengejar untuk bertanya, “Laras, aku…dia mungkin saja benaran tahu siapa ibuku…..Laras….”

Laras berkata dengan sangat yakin :”Kamu mau mencari orang tua, langsung pergi tes DNA saja, kita tidak perlu minta tolong dengan orang gila.”

Masalah mencari orang tua, Manda bukannya tidak pernah kepikiran, hanya saja sebelumnya Nagita pernah mengatakan bahwa dirinya adalah anak yang dibuang di samping tong sampah, kalau kepikiran dirinya hanya anak yang dibuang oleh orang tua kandungnya, dia menjadi tidak berani memikirkan masalah mencari orang tua kandungnya lagi.

Dia anak buangan, pada tahun itu orang tuanya sudah memilih untuk membuangnya, kalau sekarang dia mencarinya lagi, apakah masih ada keperluan seperti itu lagi ?

Di dalam lift, Laras menatap reaksi Manda yang susah dan sengsara, berusaha menasihatinya :”Cari dulu, masih belum tentu bisa ketemu, kita mulai cari dulu, setelah menemukan mereka, baru melihat bagaimana hidup mereka saat ini, kalau kamu mau mengakuinya boleh, tidak mau mengakui juga boleh.”

“Boleh ya ?”

“Apanya yang tidak boleh, kamu sekarang masih ada sesuatu yang tidak bisa terima ?”

“Tidak ada.”

“Baiklah kalau begitu, setelah menemukan mereka, mengetahui mereka, akan lebih bagus dibandingkan kalau kamu terus membayangkannya, lebih baik daripada membiarkan Nagita terus mengendalikan kamu dengan hal ini, benar tidak ?”

Otak Manda bagaikan baru dituangkan informasinya, dia terus mengangguk kepalanya, “Baik, baik, menemukan mereka dulu, cari dulu……”

Pintu lift terbuka, mereka langsung melihat Gavin di hadapannya, Gavin baru saja mengantar Kapten Zhang, dia baru saja ingin naik ke lantai atas untuk mencari mereka, kebetulan sudah bertemu di sini.

“Cepat sekali menjenguknya ?”

Laras tidak menjawab malahan balik bertanya, “Sekarang bisa bantu Manda tes DNA untuk mencari orang tua kandungnya ? Saat ini, sekarang, langsung !”

Wajah Gavin penuh dengan kebingungan, “Kenapa ?”

“Aku tanya sama kamu, bisa tes saat ini, sekarang, langsung ? !”

“Bisa.”

Laras menarik Manda, “Ayo.”

Sambil berjalan, Gavin menatap Manda dengan ekspresi penasaran, “Kenapa tiba-tiba mau cari ?”

Manda tersenyum, dalam hatinya sedikit gelisah, suara bicaranya terkesan tidak aman, “Tidak ingin dihina oleh Nagita karena identitas diri, juga tidak ingin menjadi minder karena identitas diri.”

“Nagita ?” Gavin menatap lagi ke Laras, “Kalian sudah bertemu dengannya ?”

Saat ini reaksi Laras sudah sangat datar, “Ini wajar-wajar saja, kenapa juga kalau sudah ketemu, apa kami masih mungkin peduli dengan orang gila ?”

Mengenai kalimat ini, mengapa Gavin tidak begitu bisa mempercayainya ?!

Novel Terkait

Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu