Cinta Pada Istri Urakan - Bab 15 Bunga Kampus

Bab 15 Bunga Kampus

Laras mengulurkan tangan dan melingkarkannya di pundak Manda, bibirnya tersenyum, sudut matanya melengkung, sepasang kakinya yang ramping sambil berjalan sambil berjinjit, gayanya bagaikan tuan besar saja.

"Hahaha, aku juga merasa diriku sangat keren, kenapa aku bisa keren seperti itu? Hahaha."

Manda juga tersenyum dengan indahnya, "Huh, tadi Nadira sangat kesal sampai mukanya hitam, benar-benar senang sekali, wanita murahan itu biasanya selalu mencari masalah denganku, kali ini bagus sekali, dia memetik hasil perbuatannya sendiri."

"Lihatlah wajah tak bergunamu itu, bagaimana mungkin dia bisa menandingimu?"

"Meskipun aku tidak menganggapnya, tetapi dia selalu di depanku mengganggu pemandangan, setiap hari di kelas harus melihat wajahnya yang bermakeup tebal itu, sangat menusuk mata!"

"Dia adalah bunga kampus, kau iri dengannya bukan?"

Begitu Manda mendengarnya, dia langsung melompat dan berkata : "Dia adalah bunga kampus? Orang yang menyebut dirinya sendiri bunga kampus apa bisa dibilang bunga kampus?"

Laras tersenyum dan menghiburnya sambil berkata : "Dia adalah bunga bangkai, kau baru adalah bunga mawar universitas Pelita Harapan, oke?"

Manda meliriknya sebentar lalu melepaskan tangan yang dilingkarkan di pundaknya, "Cih, Laras kata-katamu tidak ada yang bisa dipercaya, bunga kampus apaan, begitu tidak enak didengar."

"Kata-kataku memang tidak bisa dipercaya, apalagi teddy kecil yang imut sepertiku ini, guk guk guk, hahaha."

"......."

"Aiya bunga kampus Atmaja, sekarang masih belum terlambat, tetapi jika kau masih belum pulang, penyihir di rumahmu akan mengamuk, dulu masih ada aku yang menjadi tamengmu, sekarang kau sendiri yang harus menghadapinya."

Manda memutar bola matanya, jelas-jelas sedang mengkhawatirkannya, tetapi tetap harus mengucapkan hal yang membuatnya kesal, benar-benar sangat Laras sekali.

"Wei, Laras, Kau jujur padaku, tuan muda keluarga Pradipta itu...."

"Buat apa kau selalu menanyakan suami orang lain?"

"......"

"Kemarin aku juga melihatmu melihat suami bodoh tapi kaya rayaku itu dengan pandangan memuja, kenapa, kau suka padanya? Dasar kau, itu adalah adik iparmu sendiri."

"Adik kepalamu."

"aih, bukankah aku adalah adikmu?"

".....Laras, kau percaya atau tidak aku mampu merobek mulutmu?!"

Laras menggelengkan kepalanya, mengeluarkan lidahnya sambil tertawa, "Aku! Tidak! Percaya! Hahaha."

"......"

Mereka berdua jalan sambil tertawa sampai ke gerbang kampus, setelah itu mereka berpisah, saat ini langit sudah agak sedikit gelap.

Saat Laras mau berjalan ke arah stasiun kereta bawah tanah, sebuah mobil porsche pelan-pelan mengejarnya dari belakang dan berhenti di depan kakinya.

"Nyonya muda, "Pandu memanggilnya, memberhentikan mobil, membuka pintu, buru-buru turun dari mobil untuk memintanya masuk, "Nyonya muda, silahkan naik ke mobil, saya datang untuk menjemput anda pulang."

Laras tertegun, ini adalah mobil yang mengantarnya ke kampus pagi ini, dia juga adalah supir yang mengantarnya pagi ini, dia berpikir ternyata keluarga Pradipta benar-benar menganggapnya sebagai nyonya rumah.

"Kakak, terima kasih ya, aku kebetulan sedang bingung bagaimana cara pulang ke rumah, aku masih belum begitu kenal daerahnya."

"Nyonya muda tidak perlu sungkan, ini adalah perkerjaanku, nyonya muda silahkan naik ke mobil."

Laras melangkah ke depan, waktu baru saja ingin mengangkat kakinya, dia menoleh kebelakang, tersenyum dan menyarankan : "Harus berterima kasih kakak, ayo aku akan mentraktirmu makan shabu-shabu."

"Tidak berani nyonya muda, tuan muda juga sudah menunggu anda pulang makan di rumah."

Tiba-tiba Laras merasakan hawa dingin di belakangnya, kenapa kata-katanya tadi terdengar sedikit menakutkan, dia tertawa dengan garing dan berkata "Baiklah", lalu masuk ke dalam mobil.

Dari dulu dia adalah seorang gadis liar, kesana kemari tanpa ada yang peduli, tiba-tiba hanya dalam waktu satu malam saja, pulang pergi ada mobil yang mengantar, saat pulang ke rumah juga ada banyak pelayan yang melayani, ini adalah hal yang bahkan dalam mimpi sekalipun tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Dia merasa tidak berhak untuk mendapatkannya, dengan tanpa alasan yang jelas tiba-tiba dia mendapatkan perlakuan yang istimewa seperti ini, hatinya sangat tidak tenang.

Mobil terus melaju, Laras melihat keluar jendela, dengan diam-diam mengingat rute pulang ke rumah.

Semakin melaju mendekati rumah, dia semakin merasa takut, benar-benar orang kaya, bukankah ini adalah daerah yang paling mahal di kota ini, harga rumahnya selangit, melambangkan kekayaan, terlebih melambangkan kekuasaan, ini adalah tempat yang hanya bisa diimpikan oleh orang biasa.

Bukankah ini adalah tempat tinggal phoenix, aku yang hanya seekor burung gereja, meskipun terbang ke atas pohon juga tidak akan bisa berubah menjadi phoenix.

Mobil melaju masuk ke jalan kecil, di depan ada seorang nenek berambut putih berjalan perlahan dengan memegang tongkat, Pandu memperlambat laju mobil dengan hati-hati, pada saat mobilnya melewati nenek itu, dari arah pintu mobil terdengar suara "peng", Laras melihat dengan mata kepalanya sendiri nenek yang ada di sisi jalan itu terjatuh karena mendengar suara itu.

"Berhenti! Dia reflek berteriak, dia melepaskan sabuk pengaman sambil berkata, "Aku akan turun untuk melihatnya."

Pandu mengingatkannya dengan sedikit khawatir, "Nyonya muda, mobil kita tidak mengenainya, sekarang ada banyak penipuan yang menggunakan orang tua."

"Karena tidak mengenainya, maka kau tidak perlu khawatir, aku akan turun untuk melihatnya."

Laras membuka pintu dan turun dari mobil, dia melihat nenek itu telungkup di belakang mobil.

Mungkin dia tidak mengira orang di dalam mobil bisa begitu cepat, nenek itu melihat bahwa jarak ke mobil agak sedikit jauh, jadi dia sedikit mendekat ke belakang mobil, seluruh badannya hampir masuk ke bawah mobil, begitu melihat ada yang keluar, dia berusaha berdiri dengan susah payah, "Aiyo, tulangku yang sudah tua ini....tidak mampu bertahan lagi...."

Laras melihat nenek itu sangat gesit, tapi dia tidak berencana membongkar kebohongannya.

"Nenek, anda kenapa?"

Orang tua itu mengulurkan tangan dan menunjuk mobil mewah mereka, "Gadis kecil, kau punya mata, apa kau tidak melihatnya?"

Laras berpura-pura bodoh, "Hah? Melihat apa?"

Orang tua itu mengangkat tangan, menunjuk ke arah tubuhnya dan berkata : "Mobil kalian sudah menabrakku, takutnya tulang-tulangku yang sudah tua ini tidak mampu bertahan lagi."

Laras berjongkok dan melihat, berkata sambil tertawa : "Nenek, mobil kami melaju ke depan, bagaimana mungkin bisa mundur ke belakang dan menabrak anda."

Meskipun rambut orang tua itu sudah memutih, tetapi matanya jernih, semangatnya besar, badannya sehat dan segar.

Yang paling penting, saat pertama kali Laras melihat orang tua itu, dia langsung teringat kepada neneknya sendiri.

"Aku sedang berjalan pelan-pelan, mobil kalian yang tiba-tiba melaju kemari, lalu ada angin, membuat aku jatuh, penyebabnya adalah mobil kalian, yang juga adalah tanggung jawab kalian."

Ini jelas-jelas adalah penipuan, tetapi Laras tidak membongkarnya, bahkan masih tertawa dan berkata : "Baik, tanggung jawabku, aku mengakuinya, kalau begitu bagaimana kalau aku mengantarmu ke rumah sakit?" Nenek itu melambaikan tangannya, "Aku tidak mau pergi ke rumah sakit, jika masuk rumah sakit tidak akan bisa keluar lagi."

"Kalau begitu anda ingin bagaimana?"

"Gadis kecil, aku mau pergi ke depan sana, bisakah kau antar aku?"

"Anda mau ke depan? Tetapi tadi bukannya anda jalan ke belakang?"

Nenek itu terbata-bata dan tidak mampu berkata dengan jelas, Laras tersenyum dan menyetujuinya dengan cepat, "Baiklah, Nenek, anda ingin ke mana, saya akan mengantar anda ke sana."

"Benarkah?"

"Benar."

"Aiyo, bagus sekali, terima kasih gadis kecil."

"Nama saya Laras, Nenek, saya akan membantu anda berdiri."

"Baiklah, Laras."

Laras membantu nenek itu berdiri, Pandu melihat situasinya lalu dia berusaha untuk menghentikan Laras, "Nyonya muda, dia jelas-jelas sedang menipu kita, kenapa anda...."

"Mau tipu ya tipu saja, kenapa begitu perhitungan dengan orang tua."

"Anda...."

"Jangan bicara lagi, menyetir saja, kita antar nenek ini dulu." Laras memapah orang tua itu dengan hati-hati, "Nenek, pelan-pelan, hati-hati kepala anda."

Laras

Novel Terkait

Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu