Cinta Pada Istri Urakan - Bab 216 Aku Yang Tidak Bisa Tahan!

Manda pergi dengan cemas dan panik, Laras yang berbaring sendirian di dalam kamar pasien juga merasa sangat cemas.

Dia segera browsing dan menemukan kalau skandal selingkuh pamannya sudah menimbulkan sensasi di seluruh kota.

Di dalam kehidupan bermasyarakat saat ini, benar-benar tidak ada yang namanya rahasia, kekuatan netizen terlalu besar.

Bahkan seluruh sejarah keluarga Atmaja sudah tersebar dengan sangat jelas.

Dari Rama mengambil alih perusahaan Atmaja dari ayahnya lalu perjuangannya untuk mempertahankan perusahaan selama puluhan tahun, sampai akhirnya bangkrut dan kenaikannya yang sangat pesat saat ini, semuanya tertulis dengan sangat terperinci.

Hal ini bahkan juga melibatkan Real Estate Podomoro milik Romo dan juga keluarga Pradipta.

Namun karena status khusus yang dimiliki oleh keluarga Pradipta, tidak ada yang berani menggali lebih dalam, hanya menyebutkan satu kalimat "Keponakan Rama akhirnya menikah ke dalam keluarga Pradipta", setelah itu berhenti sampai di situ saja.

Kemudian netizen juga mengungkit soal permasalahan yang terjadi di antara Rama dan Romo, kedua saudara itu.

Internet mengatakan kalau Romo masuk ke keluarga Bakri dan meninggalkan putrinya, Laras ke keluarga Rama, sedangkan Rama tidak memperlakukan Laras dengan baik.

Ditambah lagi Romo tidak membantu Rama saat bisnis Rama mengalami kebangkrutan.

Bisa dibilang kalau kesuksesan Rama saat ini tidak ada hubungannya dengan Romo.

Mereka berdua mempunyai ideologi, konsep dan juga tujuan yang berbeda, bagaikan dua sisi mata uang koin yang berbeda.

Apa yang dikatakan di internet ini bisa dibilang sangat tepat sekali.

Saat Laras melihat semua hal ini, dia merasa sangat khawatir sekaligus juga sangat terkejut.

Pamannya bisa dibilang orangnya lebih alim, tidak neko-neko, sebaliknya bibinya lebih licik, selama ini pamannya selalu menurut terhadap apapun yang dikatakan oleh bibinya, jika bibinya mengatakan A, maka pamannya tidak akan berani mengatakan B.

Sekarang tiba-tiba terkuak kalau pamannya memelihara wanita di luar sana, wanita itu bahkan dicurigai sedang hamil, hal ini benar-benar sangat mencengangkan.

Operasi kakek Mon sangat berhasil, pemulihan pasca operasi juga sangat baik, sekarang kakek sudah bisa turun dari ranjang dan berjalan.

Dokter berkata kalau masalah di kaki kakek sebenarnya tidak serius, hanya saja karena sudah lama tidak diobati sehingga kondisinya terus dalam keadaan tidak baik, sekarang meskipun sudah diobati, namun biar bagaimanapun kakek sudah tua, selain itu karena sudah terlalu lama dibiarkan begitu saja tanpa diobati, maka biar bagaimanapun tetap tidak bisa pulih seperti sedia kala.

Kakek sudah merasa sangat gembira, dia tidak berhenti mengucapkan terima kasih.

Setelah kakek sudah bisa berjalan, dia langsung datang ke kamar pasien Laras untuk menjenguknya, saat kakek mengetahui bahwa permasalahan tempat tinggal dan juga sekolah Mon sudah diatasi oleh mereka, kakek bersikeras ingin berlutut di depan Gavin dan Laras, tidak ada yang bisa menghalanginya.

Gavin membantu kakek berdiri dan berkata : "Kakek Dwi, jika anda tulus ingin berterima kasih kepada kami, maka bekerja samalah dengan pekerjaanku, bisa tidak?"

Kakek tentu saja tidak berani percaya kalau dirinya yang tua renta ini bisa membantu pekerjaan mereka, jadi dia beranggapan kalau Gavin sedang berusaha untuk menghiburnya saja.

"Jenderal Pradipta, jangan berkata seperti itu, jangankan bekerja sama, jika memang ada sesuatu yang bisa aku yang sudah tua ini bantu, meskipun menginginkan nyawaku, aku juga bersedia."

"Kakek Dwi, tidak sampai seperti itu....." saat dia melihat tatapan mata Mon dan adiknya yang polos, Gavin akhirnya menahan dirinya, "Kakek Dwi, mari kita berbicara di tempat lain."

Di tangga rumah sakit Gavin memberitahu kakek segalanya tentang Parto dan istrinya yang adalah pengedar narkoba dan sedang menjadi buronan polisi, serta kemungkinan besar kalau mereka sedang bersembunyi di Gunung Sumbing.

Hati kakek Dwi terasa sangat sakit, namun dia tidak terlalu terkejut, "Jenderal Gavin, aku mengerti maksud anda, sebenarnya aku juga pernah mencurigainya."

"Maksudnya?"

"Sebenarnya dari sejak dulu aku sudah tidak terlalu berharap kepada dua orang tidak berbakti itu, hanya saja Mon sangat kasihan. Tahun lalu saat tahun baru, di depan rumah tiba-tiba tergantung satu kantung berisi daging babi, siapa lagi yang akan memberikan itu selain mereka? Jelas-jelas sudah pulang, tapi malah tidak pernah menunjukkan diri mereka, menurutku mereka pasti tidak punya muka untuk pulang ke rumah."

Gavin bertanya lagi : "Terus apalagi? Hanya sekali itu saja?"

"Benar, hanya sekali itu saja, aku mengingatnya dengan sangat jelas. Mereka benar-benar keterlaluan, orang rumah begitu susah, dua orang anak tidak pernah makan sampai kenyang, tidak ada baju yang hangat, namun mereka tetap tidak peduli."

"Kakek Dwi, kelak kalian dapat tinggal dengan tenang di Jakarta, soal sekolah anak-anak, termasuk soal pendaftaran tempat tinggal tetap, aku sudah mengurus semuanya."

Setelah itu Gavin memberikan ponsel yang biasa digunakan oleh orang tua yang sudah disiapkan sebelumnya kepada kakek.

"Kehidupan di Jakarta tidak sama dengan di dalam gunung, jika mempunyai ponsel maka akan jauh lebih mudah, jika ingin mencariku maka tekan 1, jika ingin mencari Laras tekan 2, jika anda membutuhkan sesuatu, maka hubungi kami saja, selain itu sebaiknya anda memberitahu saudara-saudara yang ada di rumah lama anda kalau kalian pindah kemari agar mereka tidak khawatir."

Kakek Dwi menangis terharu, "Ini....Jenderal Pradipta, anda dan guru Atmaja membantu kami sampai seperti ini, aku benar-benar tidak mempunyai apapun untuk membalasnya."

"Kakek, anda jangan berlutut, anda lebih tua dariku, aku tidak bisa menerimanya."

"Terima kasih, kalian benar-benar adalah orang yang baik."

Apa yang kakek Dwi tidak tahu adalah ponsel lama ini dilengkapi dengan perangkat pemantauan, baik panggilan telepon maupun keberadaannya dapat dipantau.

Asalkan Parto menghubungi ayahnya, keberadaannya dapat langsung terlacak.

Kakek Dwi sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit, Gavin mengirim mobil untuk menjemput mereka bertiga ke tempat tinggal mereka, bagi dari segi kehidupan sehari-hari mereka maupun dari segi sekolah Mon, semuanya sudah diatur dengan sangat baik.

Laras juga sudah mau keluar dari rumah sakit.

Dia tidak memiliki penyakit yang lain, hanya butuh istirahat yang baik saja, kalau begitu pulang dan beristirahat di rumah juga sama.

Malam harinya setelah Laras selesai mandi dia langsung kembali berbaring di atas ranjang.

Dokter secara khusus memberitahunya kalau ada satu bagian di paru-parunya yang masih belum sembuh sepenuhnya, hal ini membutuhkan istirahat yang baik, tidak bisa dipaksakan untuk lekas sembuh.

Dia sendiri tidak merasakannya sama sekali, saat dia menarik nafas dalam-dalam juga tidak terasa sakit.

Dia merasa kalau tubuhnya sudah tidak apa-apa.

Jadi saat Laras mendengar suara air yang mengalir di dalam kamar mandi, dia tanpa sadar mulai membayangkan adegan Gavin yang sedang mandi di dalamnya, dia tidak bisa menahan dirinya untuk merasa gelisah.

Setelah Gavin selesai mandi dan tidak melihat orang yang seharusnya sedang berbaring di atas ranjang, dia berkata : "Laras, kamu kembali, tidak menurut untuk berbaring saja, kamu pergi ke mana?"

Pada saat ini, terdengar suara lampu yang dimatikan, lampunya padam, seluruh ruangan tiba-tiba berubah gelap.

Apa-apaan ini? Gavin bertanya-tanya di dalam hatinya.

Laras diam-diam mendekatinya.

Begitu Gavin mendengar suara, dia langsung berbalik.

Namun dia tidak menyangka, baru saja dia berbalik, Laras sudah langsung menerjang ke arahnya.

Wajahnya ditempelkan ke dada Gavin, kedua tangannya memeluk pinggang Gavin dengan sangat erat, dia menggunakan kekuatan seluruh tubuhnya untuk membuatnya terdorong ke atas ranjang.

Atau bisa dibilang dia sedang "menyerang" Gavin.

Saat mata Gavin sudah terbiasa dengan keadaan kamar yang gelap, wajah Laras yang cantik muncul di hadapannya, dia menghela nafas dalam-dalam serta berkata : "Apa yang sedang kamu lakukan, serigala kelaparan yang sedang menerjang domba?"

Seluruh tubuh Laras menekan tubuh Gavin, dia juga tidak peduli akan tetesan air yang masih menempel di tubuh Gavin, wajah Laras terlihat merah, dia mengerucutkan bibirnya dan berkata dengan malu : "Suamiku, kita sudah berapa lama tidak tidur bersama? kamu tidak kangen padaku?"

"........" Gavin menarik nafas dalam-dalam, Siapa yang bilang tidak ingin? setiap pori-pori di dalam tubuhnya mendambakan untuk memiliki dirinya, tapi dia tidak bisa tidak memikirkan keadaan tubuhnya.

Dia berusaha keras menahan keinginannya, bertekad untuk tidak membiarkan percikan api ini semakin membesar, dia mendorong bahu Laras dan berkata : "Kamu nurut yah, pulihkan dulu kesehatanmu, setelah itu baru kita bicarakan lagi."

"Sudah tidak apa-apa, tubuhku sudah tidak apa-apa." Laras berkata dengan penuh semangat, dia sangat berharap kalau Gavin bisa segera memakan dirinya ini.

"Dokter bilang kalau luka di paru-parumu masih belum pulih sepenuhnya."

"Lukanya hanya sebesar lubang jarum, tidak masalah." kebutuhan biologisku lebih penting, mengerti tidak?!

"Lebih baik jika kita lebih berhati-hati, aku bisa tahan."

Laras mendongak dengan kesal, lalu dia menatap mata Gavin dengan meminjam cahaya yang remang-remang itu sambil berkata dengan tegas : "Aku yang tidak bisa tahan!"

Novel Terkait

Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu