Cinta Pada Istri Urakan - Bab 178 Pasangan Yang Sulit Berpisah

Meja makan kembali lagi suasana tertawa dingin dan penuh kesopanan.

Laras tidak tahan mengirimkan wechat ke Manda untuk mengeluh-- "Apa-apaan, hal ini orang rumahmu juga bisa tahan?"

Manda dengan cepat membalas--- "Sebelum bertunangan mereka sudah tau Tanu orang seperti apa, aku sudah menegur kakakku semalaman, juga menegur papa mamaku sangat lama, tapi mereka malah menyuruhku untuk pasrah saja, kalau begitu aku juga tidak bisa apa-apa."

Laras---"Kejadian seperti ini pasti tidak akan yang terakhir kali, Tanu diluar tidak tau ada berapa banyak wanita, kak Maira juga bisa menahan ini?"

Manda---"Kamu tidak mendengar jaminan keluarga Dibyo? Setelah menikah kak Maira lah yang berkuasa, kak Maira juga tidak bodoh."

Laras---"Tapi Tanu saja bisa begitu kejam kepada seorang ibu hamil, apa bisa memperlakukan kak Maira dengan baik?"

Manda---"Yang kamu bilang sudah aku katakan semua, dia tidak mau dengar."

Laras---"Sekarang belum nikah, semuanya masih sempat, kalau sudah nikah, dia pasti akan menyesal."

Manda---"Menyesal juga masalahku tidak perlu kamu urus, eumh, katanya gitu."

Laras sangat marah, memasukkan handphonenya kesaku, mengangkat pandangannya kearah Tanu dan Maira.

Hanya melihat kedua orang itu yang tidak lama tadi masih sedikit asing lebih mirip seperti aktor mendadak, sekarang ini malah begitu intim.

Tanu selain mengambilkan sayur juga menyuapinya, sebentar bentar juga akting mengelus kepalanya dengan manja, wajah Maira juga senyum penuh manis, sangat mirip dengan pasangan yang sulit dipisahakan.

Untuk itu, Laras hanya punya satu pemikiran, yaitu--- mau muntah!

"Benar-benar tidak tahan, terlalu hina." Laras berbicara dengan suara rendah.

Gavin dengan tetap tenang memegang tangannya dibawah meja, "Ini adalah urusan rumah orang lain, kita jangan ikut campur."

"Tapi......"

"Shh." Gavin memotongnya, dengan pandangan menunjuk kesamping.

Laras mengikuti arah pandangannya melihat kesana, hanya melihat Nagita yang berpindah tempat ke tempat ibu Dibyo, kedua orang itu saling berpegangan tangan, seperti kakak adik.

Masih ada bagian lain, Rama dan ayah Dibyo saling cheers, berbicara dengan bahagia.

Juga melihat sekeliling, tidak peduli saudara dari keluarga Dibyo ataupun dari keluarga Atmaja, semuanya makan minum, berbicara dan tertawa.

Bahkan kakek dan Manda, juga menonton dengan dingin.

Jadi, untuk apa dia begitu marah?

Laras menarik nafas dalam, dengan suara yang hanya bisa didengar dua orang berkata: "Baik, aku juga tidak akan peduli."

"Senanglah sedikit."

"Tidak bisa."

"Malam ini kita tidak pulang kerumah."

"Apa?"

Gavin melihat kedua matanya yang cantik, tidak tahan untuk mengejek, "Sekali bilang tidak pulang langsung begitu senang?"

Laras menarik kembali kedua sudut bibir yang terbuka lebar, bertanya: "Kalau tidak pulang tidur dimana?"

"Bukannya kita sedang di hotel, buka kamar."

"......"

"Kenapa, tidak mau? Kalau tidak mau kita pulang."

"Tidak, tidak, tidak, buka!"

Gavin dan Laras saling memandang, diam-diam tertawa.

Yang tidak jauh, Maira yang dengan wajah senang tapi hati berdarah melihat gambaran itu, jangan tanyakan seperti apa perasaannya.

Walaupun dihadapan semua orang Gavin dan Laras tidak tampak seperti sangat dekat, tapi cinta yang dari dalam hati itu tidak bisa menipu, apalagi pandangan mereka melihat satu sama lain.

Pada masa mereka tinggal di desa, dia sering mengirimkan pesan kepada Gavin untuk beberapa waktu, awalnya untuk bertanya kabar Laras, Gavin bisa membalasnya, lalu Gavin mengerti maksudnya, jadi tidak pernah membalasnya lagi.

Gavin adalah orang cerdas, bertemu berkali-kali juga tidak membicarakan apapun, dia pikir, Gavin pasti sangat merendahkan perilakunya seperti itu.

Sekarang dibandingkan dengan Tanu, bisa dibilang, Tanu Dibyo masih kurang sangat banyak dari Gavin, tapi, dia bisa apa?

"Maira, bagaimana kalau malam ini kamu tidak usah pulang?" Tanu memeluk pinggangnya, dengan tidak tau malu mengusulkan, "Lagipula kita sudah bertunangan, pindah ke tempatku saja."

Maira menarik pikirannya yang berkeliaran, dengan canggung tersenyum, "Sepertinya tidak begitu baik, bagaimanapun kita belum menikah, aturan lama juga harus dijaga."

"Aturan kan juga manusia yang buat, pikiran orang sekarang begitu terbuka, untuk apa menjaga aturan lama itu?“ Dibawah meja, tangan Tanu sudah masuk ke kedua pahanya, tujuannya sangat jelas, nafsu.

Ibu Dibyo yang mendengar percakapan mereka, berkata: "Anakku, kamu jangan bandel, Maira adalah gadis baik, jangan karena sikapmu malah menyakitinya."

Nagita berkata dengan halus: "Lihatlah dua orang ini, susah pisah begitu, tapi Tanu, ajaran keluarga Atmaja sangat ketat, aturan lama ini juga harus dijaga, bagaimanapun kalian belum menikah, anak perempuan keluarga Atmaja tidak akan tinggal seatap sebelum menikah, harap kamu bisa menghargai kami."

Tidak menunggu Tanu membuka mulut, Ibu Dibyo langsung berkata: "Benar, yang ibu besan katakan benar, walaupun aku harap Maira bisa cepat datang bantu aku, tapi aturan lama juga harus dijaga."

Wajah Tanu tampak tidak puas, tapi juga mengikuti kemauan mereka, "Baiklah, kalau begitu aku hanya bisa menahan."

Dia melihat pandangan Maira sedikit berpindah, dengan sisa penglihatannya melihat temannya yang dimeja sebelah sana.

Itu adalah beberapa teman baik Maira, tadi di depan pintu hotel dia memperhatikan wanita yang tadi ditampar Laras, dadanya sangat besar.

Pesta makan malam tunangan akhirnya selesai, para teman dan sanak saudara satu per satu pulang, Maira juga ikut keluarga Atmaja pulang.

Ibu Dibyo sebelum masuk kemobil, dengan khawatir berpesan, "Hari ini jangan bermain diluar lagi, cepat pulang."

"Ma, kamu mengomel lagi."

Ayah Dibyo melihatnya, "Masih tidak berubah sedikit juga? Untung ini bukan pesta pernikahan, aku peringatkan kamu nak, hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi."

Tanu sampai meminta mohon, "Aku tau pa, ini kan mau cepat kesana urus."

Ayah Dibyo dengan suara rendah mengajarkan: "Kali ini harus diurus sampai beres."

"Baik, baik, baik, kamu dan mama pulang istirahatlah..... supir, jalan."

Setelah mengantarkan semua orang, Tanu menghelakan nafas berat, berbalik badan bersiap naik kemobil sendiri, malah melihat -----

"Parkirkan mobil, kamu pulanglah." Dia mengirimkan supir, dengan langkah besar berjalan kedepan.

"Hai, kamu.... kamu....." Dia berpura-pura seperti mengingat sesuatu, tiba-tiba teringat, "Kamu Yunar kan?"

Yunar yang saat itu berdiri ditengah angin malam, wajahnya masih ada bekas kena tampar, mata yang merah sehabis menangis karena tidak terima, sekarang masih belum reda sepenuhnya, dia sedikit malu, dengan tangannya menutupi pipinya yang merah bengkak, mengangguk kepala pelan, "Benar, halo tuan muda Dibyo."

"Apa kamu sedang menunggu mobil?"

"Eumh, supir belum datang." Dia berdiri menyamping, tidak ingin dia melihat merah bengkak pipinya.

"Kebetulan sekali, supirku juga belum datang,” Tanu melangkah mendekatinya, dengan dekat melihatnya, "Biarkan kulihat luka diwajahmu."

Tidak menunggu Yunar merespon, Tanu langsung menjulurkan tangannya memegang wajahnya, dengan pelan memutar kemari, dia berdecak dan mengerutkan keningnya, mendesah berkata, "Si Laras itu barbar sekali, bagaimana boleh memukul orang?"

Novel Terkait

Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu