Cinta Pada Istri Urakan - Bab 292 Kamu Jangan Bergerak

Suster membawa keluar botol infus kosong yang sudah ditukar, sebelum pergi dia tersenyum kepada Sonny, pandangan itu, ekspresi itu, tampak sekali sedang malu-malu.

Apa mungkin Vero tidak mengerti pandangan kagum suster itu?

Sonny sangat canggung, berdiri jauh di ujung ranjang, ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak tau bagaimana memulainya.

Vero dengan lemah berkata: "Aku tidak apa-apa, hanya luka luar, tidak perlu kamu temani, kamu bilang saja pada Gavin kalau aku yang menyuruhmu pulang, pergilah."

"Ini adalah perintah jendral, aku harus menurutinya."

"Dia membohongimu, saksi apanya, aku sama sekali bukan saksi."

Hal ini, sebenarnya dia juga tau.

Vero berpikir, lalu menghela nafas: "Aih, ini pasti ide Laras, kamu tidak perlu mempedulikannya, pergilah."

Sonny seperti boneka kayu berdiri diposisi awal tidak bergerak, juga tidak berbicara.

Vero melihatnya seperti ini, langsung membalikkan badannya membelakangi, memikirkan suster tadi dengan genit memainkan matanya, dia marah.

Tahun ini dia sudah berumur 30 tahun, sudah wanita tua, mana bisa dibandingkan dengan wanita muda?

Sonny tau dia pasti sedang tidak senang, dulu juga sepert ini, kalau marah langsung tidak mempedulikan orang.

Tapi dia tidak tau Vero marah gara-gara apa.

Apa yang terjadi tadi? Vero menyuruhnya pergi dia tidak pergi, lantas dia langsung marah?

Tapi kalau dia benar-benar pergi, Vero pasti akan lebih marah lagi.

Menjadi pria itu sulit ya.

Seperti kawan lama yang sedang mengobrol, Sonny dengan pelan bertanya: "Kenapa tubuhmu menjadi lemah begini? Bukannya dulu kamu sangat sehat?"

Dulu Vero adalah wanita yang suka berolahraga, mungkin karena dulu dari kecil dia sudah bermain dengan anak laki-laki, putra keluarga Pradipta sangat suka berolahraga dan bermain, dia juga ikut bermain.

Memanjat gunung, bersepeda, berenang, berkuda, berselancar salju, menyelam, semua olahrga dia bisa, bahkan dia melakukan dengan sangat bagus.

Tetapi setelah putus, dia setiap hari tenggelam dalam kesedihan, jangankan jogging, berjalan saja dia tidak mau, dia bisa bermalasan di tempat tidurnya selama 3 hari, kalau memang sudah lapar sekali baru bangun cari makan.

Hanya dalam 3 tahun, kesehatan badannya memburuk, untungnya ketahanan badannya dulu bagus, kalau tidak pasti sudah tumbang.

Jadi kondisi badannya sekarang sangat membuat Sonny khawatir.

Tapi Vero juga menarik selimutnya, tidak mempedulikannya.

Tampaknya Vero memang sangat marah.

Sonny memutar, berjalan ke depannya.

Vero memajukan bibirnya, membalikkan badannya lagi.

Sonny membujuknya seperti dulu, semakin Vero tidak mempedulikannya, dia semakin muncul ke hadapannya.

Dia memutar lagi, berjalan ke hadapannya.

Vero ingin membalikkan badannya lagi, tapi pergelangan malah ditahan oleh Sonny, "Jangan buat jarumnya miring, kalau miring nanti harus ditusuk ulang lagi, ini sudah kantong infus terakhir, kalau ditusuk lagi bukannya kesakitan sekali lagi?"

Sonny ingat Vero paling takut disuntik, dia mengingat sangat jelas, ada suatu tahun Vero demam, harus di infus,nadinya lebih tipis, saat itu suster itu menusuk 5 kali tapi tidak tepat. Lalu kepala susternya datang, jarumnya digerakkan kesana kemari, butuh satu menit baru berhasil, membuatnya kesakitan sampai keringat dingin, mulai dari saat itu dia sangat trauma dengan jarum.

Infus saat itu, sudah lewat 1 minggu, tangannya masih biru, membuat Sonny sangat tidak tega.

Sekarang, Sonny menahan tangannya yang ditusuk jarum, hal yang dia pikirkan, juga hal yang Vero pikirkan.

Vero: "Lepaskan."

Sonny: "Kamu jangan bergerak."

Vero: "Lepaskan."

Sonny: "Kamu jangan bergerak."

Vero: "Lepaskan tidak?"

Sonny: "Kalau kamu tidak bergerak akan kulepaskan, kalau tidak aku akan menekannya sampai infus mu habis."

Vero terdiam sekejap, melihatnya dengan kesal, tenaganya terlalu besar, jangankan pergelangannya, seluruh badannya sama sekali tidak bisa bergerak.

Dulu ketika dia masih sehat saja sudah tidak bisa mengalahkan tenaga Sonny, apalagi sekarang.

Pandangan mereka saat ini terlalu intim, juga terlalu canggung, Vero menurut, menghela nafasnya, berkata: "Baik, aku tidak bergerak, lepaskan tanganku."

Sonny memandangnya sangat lama, dia merasakan tangannya memang sangat lemas, lalu pelan-pelan melepaskan tangannya.

"Ngobrol sebentar?"

Vero dengan pandangan terkejut melihatnya, "Mau ngobrol apa, diantara kita apa yang bisa diobrolkan?"

"Kalau kamu merasa tidak ada, yasudah tidak usah."

"......" Benar-benar membenci mulut sendiri yang lantang.

Sonny menarik kursi sampai kesebelah ranjang, dia duduk, dengan serius melihat Vero, "Nona Vero, saya sangat bosan, kumohon berbincanglah denganku, boleh tidak?"

Vero dengan sombong membalasnya, "Kenapa tidak bilang dari awal tadi?"

"......" Sifatnya yang dikasih hati minta jantung benar-benar sedikitpun tidak berubah.

"Mau ngobrol apa?"

Sudut bibir Sonny tersenyum, nona besar ini sungguh sangat pintar meminta lebih, dia berkata: "Sangat bukan gayamu pingsan sampai melukai kepalamu, kalau dibilang memanjat gunung Everest lalu kekurangan oksigen dan pingsan, diangkat turun dari gunung, aku masih lebih percaya."

Beberapa tahun ini mulut Sonny memang sangat iseng, dalam waktu singkat tidak bisa diubah.

Vero melihat dia tidak senang, dengan dingin tertawa dan berkata: "Aku tidak sehebat kamu."

Sonny mencium bau bir yang sangat berat darinya, lalu bertanya: "Sejak kapan belajar minum bir? Dicium bau ini, kamu minum lebih banyak dari mereka ya."

Vero dengan galak berkata: "Memangnya minum bir harus belajar? Aku mau, minum tinggal minum saja, aku tidak sepertimu minum bir wajah langsung memerah, aku minum sebanyak apapun wajahku tidak akan memerah, ribuan gelaspun tidak akan mabuk."

"Minum bir bikin wajah merah atau tidak dengan kemampuan minum tidak ada hubungan."

Mereka berdebat seperti ini, apa tidak mau membicarakan hal serius? Sonny mengalihkan pembicaraan: "Baik, tidak mempermasalahkan minum bir dulu, kita bicarakan kondisi badanmu dulu."

"Badanku sangat sehat."

"Kamu tidak perlu bohongi aku lagi, kakak ipar sudah memberitahuku, gula darah rendah, anemia, kekurangan gizi, detak jantung lambar, sesak nafas, sering pusing dan pingsan, ada depresi lagi, depresi apaan, kenapa kamu bisa terkena depresi?!"

Vero sangat kesal, "Laras yang bilang?"

"Ehn."

"Dia membohongimu."

Vero hanya mengatakan yang sebenarnya, tetapi semakin dia seperti ini, Sonny semakin yakin kondisi kesehatannya memburuk sangat parah.

"Jangan bohong lagi, kakak ipar sangat jujur, hari ini kalian ngobrol apa? Kenapa kakak ipar seperti tau tentang kita berdua?"

"Tidak membicarakan apa-apa, siapa yang akan membicarakan ditinggalkan orang kepada orang luar, emangnya aku tidak punya harga diri?"

Sonny sangat menyayangkan, mereka berbicara seperti ini, seperti kembali pada saat mereka bersama dulu, berbicara dan tertawa, berdebat dan ribut.

Dia tanpa berdaya berkata: "Itu bukan meninggalkan, itu berharap kamu mempunyai pilihan lebih baik, itu demi kebaikanmu."

"Berhenti, kalau kamu mau berbicara seperti ini jangan bicara lagi, aku tidak suka mendengarnya."

"Baik,baik, tidak bicarakan lagi, aku berharap kamu jangan menyiksa badanmu, tidak ada yang lebih penting dari kesehatan, jangan sampai kehilangan dulu baru menyesal."

"He, terimakasih bajingan."

"Aih, kamu kenapa berkata kasar?"

"Berkata kasar kenapa bajingan?"

"Aku tidak bajingan."

"Aku marah padamu, Sonny!"

"......"

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu