Cinta Pada Istri Urakan - Bab 201 Di Keluarga Kita, Kamu Yang Membuat Keputusan

Weiner yang mendengar, hatinya pahit juga menciut, "Kakak ipar, dalam kondisi seperti ini kamu masih bisa bercanda, aku salut kamu benar-benar pemberani."

Jenny menggenggam tangannya memeriksa nadinya, nadinya sudah sangat lemah.

Laras tersenyum pahit, tanpa sadar air matanya turun, dia menangkat kepalanya, melihat Jenny, bertanya: "Apa aku tidak bisa keluar?...... Beritahu aku sejujurnya."

Ekspresi Jenny berbelit, berkata: "Disini tidak stabil, digali akan runtuh, juga ada genangan air...... untungnya hujan tidak deras, kalau air di hutan mengalir kebawah, mungkin akan terjadi bencana lebih besar, bisa jadi kami semua akan menemanimu disini selamanya."

Tampaknya kata-kata Jenny sedang menghiburnya, tapi diantara kalimat itu memberitahunya---mau menolongmu, sama saja dengan menyuruh para anggota menemanimu mati.

"Kamu bicara omong kosong apa?!" Weiner menegurnya dengan suara keras, "Kepala tim Jenny, untuk apa kamu berbicara seperti itu? Menakuti kakak ipar saja!...... Kakak ipar, kamu tenang, kami akan mencari cara untuk menolongmu keluar, bos sebentar lagi sudah datang, dia pasti akan menemukan cara."

Air mata Laras terus mengalir, dia malah menampilkan senyum tenang, berkata: "Jenny, kamu berbicara selalu tidak enak didengar, dan juga tidak ada satupun yang benar, aku tidak mempercayaimu."

",,,,,,," Jenny terdiam, mau percaya atau tidak, tunggu genangan air tinggi, kamu mati disini saja.

Saat ini, Weiner bertanya kepada Jordan dari walkie talkie, "Bagaimana keadaan dibawah?"

Weiner menjelaskan dengan jelas, terakhir bertanya, "Bos kapan sampai?"

"Sebentar lagi, 15 menit, bertahanlah."

"Kami bisa bertahan, tapi genangan air tidak bisa ditahan, baru masuk berapa menit saja, genangan air sudah melewati tangan."

Laras tiba-tiba meminta sebuah permintaan, "Apa aku boleh menelepon Kapten Jordan?"

Weiner mengoper walkie talkie masuk, Laras menerima walkie talkie, berkata: "Kapten Jordan, kalian bubarlah, tidak perlu menolongku."

Jordan: "......"

Weiner: "......"

Termasuk Jenny yang sangat menginginkan dia mati: "......"

Seketika, dia merasa malu atas kebohongan dia sendiri tadi.

Jordan: "Kakak ipar, selagi ada setitik harapan, kamu tidak akan menyerah, kamu juga tidak boleh menyerah."

Laras dengan tersedak berkata: "Tapi aku tidak boleh menarik kalian mati bersama," Laras menggunakan tangan kosongnya menepuk air selokan yang naik sedikit demi sedikit, "Kamu sudah dengar? Genangan air semakin banyak, kalian cepat pergi."

Longsor digunung bertemu hujan, kemungkinan akan memicu longsor yang lain, ataupun aliran puing.

Bagaimana boleh karena dia seorang, membuat semua orang dalam bahaya.

Perkataan Jenny memang kasar, tapi semuanya adalah fakta.

Laras mengumpulkan tenaganya, berkata: "Kapten Jordan, aku sudah tidak bisa keluar, badanku yang tertindih sudah tidak dapat merasakan apa-apa, kalau bukan karena kalian datang, aku sudah mati."

Jordan melihat langit kosong, tidak nampak helikopter, hanya ada tetesan hujan yang berselang seling, dia dengan dilema berkata: "Kakak ipar, aku tidak bisa mengambil keputusan, aku tidak bisa menyetujuimu."

"Kalau begitu kamu menurut dengan Gavin tidak?"

"Perintah bos tentu aku menurut."

"Dia menurut padaku."

"......"

Saat ini, suara gemuruh dari gunung yang amat gelap terdengar, beberapa batu besar jatuh kebawah lagi, menyebabkan guncangan.

Semua orang sangat waspada, terdapat keberanian dimata mereka, tapi juga membawa ketakutan yang tersembunyi.

Dibawah, Jenny tidak stabil, langsung berpegangan pada balok atap.

Weiner yang memegang senter, menahan nafasnya, bumi sedang bergoyang, tangannya juga, sinar cahaya senter juga bergoyang.

Untungnya, setelah 3 atau 4 detik, kembali tenang lagi.

Laras berkata: "Kalian lihat, kalau kamu tidak membubarkan mereka, kalau terjadi apa-apa bagaimana? Karena aku seorang, membuat kalian begitu banyak orang dalam bahaya, aku tidak bisa menerimanya."

Jordan tidak bersuara, susah untuk memilih.

Laras tiba-tiba bertanya: "Aku boleh menelepon Gavin tidak?"

"Boleh!"

Lalu panggilan Gavin tersambung.

Dibatasi handphone dengan walkie talkie, akhirnya Laras bisa mendengar suara Gavin.

"Laras, aku sudah mau sampai, kamu tunggu."

Air mata Laras, menengalir lagi, dia juga tidak ingin mati, dia masih begitu muda, masih belum punya anak, belum menemukan ibunya, dia masih ada banyak hal yang belum dikerjakan.

"Laras, kamu bisa dengar tidak?"

Laras menahan kuat rasa sakitnya, dengan tenang bertanya: "Gavin, didalam rumah kita, kamu menurut tidak denganku?"

"Nurut, di keluarga kita kamu yang membuat keputusan."

"Baik, sekarang kamu perintahkan timmu, semuanya bubar."

"......" Gavin yang berada di helikopter, hatinya sangat sakit sampai terpelintir.

Semua tentara yang berdiri di tanah kosong yang menunggu perintah, tidak ada satupun yang tidak menangis.

Saat ini, Jenny mengambil walkie talkie dari tangan Laras, dengan nada bicara profesional, melapor: "Pak ketua, dari bawah bahu semua badan istrimu tertimpa, dia sudah tidak bisa merasakan apa-apa lagi, detak jantung dan nadi juga sangat lemah, sekarang disini hujan, dibawah terus berguncang, bisa roboh kapan saja."

"Kamu diam!" Gavin menggeram, "Jordan, Jordan."

Jordan langsung mengambil handphone, "Hadir."

"Sesuaikan dengan perubahan keadaan."

Ekspresi Jordan sudah mau membelit, apa maksudnya sesuaikan dengan perubahan keadaan?! Dia tidak tau harus melakukan apa.

"Aku masih ada 10 menit, paling lama paling lama 10 menit, segera sampai."

"Baik, aku mengerti bos."

Setelah memutuskan panggilan, Jordan langsung memerintahkan, "Sonny, turunkan pompa, Weiner, kamu dari bawah ikuti, dalam 5 menit harus selesai."

Sonny sambil berteriak "Baik", sambil mengangkat pompa dan mengarahkan selang menuju lubang.

Setelah 5 menit, Jenny sudah keluar.

Sonny sudah keluar.

Terakhir, Weiner juga sudah keluar.

Pompa air diletakkan di paling bawah, sudah mulai menyedot air, Selang mengembul membawa air kotor yang disedot dari bawah.

Semua orang tau, ini ukuran yang sama sekali tidak memadai.

Semua orang tau, air yang disedot terakhir juga akan menyusup kebawah lagi.

Dari atas langit terdengar suara helikopter, dari kejauhan, semua orang melihat dibawah helikopter tergantung sebuah tali panjang, di atas tali digantung seseorang, mengikuti kecepatan terbang helikopter.

Helikopter hampir tidak mengurangi kecepatan, Gavin yang digantung langsung terbang ke lokasi bencana.

Ditengah kemalaman, hujan membasahi wajahnya, angin membungkusnya, dia mengeluarkan sekuat tenaga ingin menggunakan kecepatan paling cepat untuk sampai padanya.

Waktu jarak ke tanah masih ada beberapa meter, Gavin melepaskan tangannya, langsung melompat.

Semua orang yang melihat sampai keringat dingin, berani melompat seperti ini, Bos benar-benar tidak mau hidup.

"Bos, kamu tidak boleh masuk, dibawah genangan air semua."

"Bos, berhati-hati, kakak ipar ditimpa sangat keras, tidak bisa ditarik keluar."

"Bos, lubangnya sangat kecil, kamu tidak bisa masuk."

Tidak peduli bagaimana orang disebelah menasehatinya, Gavin pantang mundur, selangkahpun dia tidak ragu, semenit pun tidak dia tunda, langsung berlari pergi.

"Setelah 10 menit kalau kami tidak naik, kalian bubar."

Ini adalah perintah militer terakhir, sebelum Gavin menghilang.

Novel Terkait

Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu