Cinta Pada Istri Urakan - Bab 116 Diculik Lagi

Ivan saat ini, bersemangat, sangat percaya diri, alisnya penuh bangga dan bahagia, sorotan mata sangat bertenaga, bersemangat sampai sama seperti mendapatkan penghargaan utama lomba desain arsitektur sedunia.

Dia belum pernah di bidang lainnya selain arsitek menghabiskan banyak waktu dan tenaga seperti ini, Laras tidak hanya membawa perasaan cinta pertama untuknya, yang terpenting lagi adalah, setiap kali bertemu dengannya, dia bisa merasa jiwanya seakan bisa meledak.

Gadis ini, dia pasti harus mendapatkannya, dia mau mengumumkan ke semua orang, Laras adalah miliknya seorang.

Semua sorotan mata tertuju ke Laras.

Muka Laras jadi berat, melamun seperti seekor patung ayam berdiri di sana, di pandangan orang di sekitar dia terlalu mengejutkan dan terlalu mencengangkan, tapi dia hanya ingin diam-diam marah sepatah, masih ok kalau jadi temanmu!

“Terima dia, terima dia, terima dia…” Teman kelas yang melihat keramaian mulai bersahutan.

Lama sekali juga belum mendapatkan jawaban, Ivan tersenyum ke Laras, menggenggam seikat bunga perlahan menuju ke arah Laras, dia tersenyum dengan percaya diri, disertai dengan sedikit malu-malu.

Namun Laras ingin mundur, hanya saja di belakang berdiri dan penuh orang, dia tidak ada jalan untuk mundur, yang parahnya lagi ada banyak pasang tangan dengan kuat mendorongnya ke depan.

“Laras…..”

“Sebentar” Laras menjulurkan tangan dan membatasi mereka berdua, menahan pria itu setengah meter darinya, “Hi, sorry, aku sudah ada pacar, aku juga tidak berencana mengganti pacar, atau menyeleweng.”

Ekspresi muka Ivan tertegun, tapi dengan sangat cepat tersenyum kembali, “Kamu cari alasan juga mau cari yang masuk akal sedikit, aku tahu itu semua adalah orang lain yang menjebakmu, aku percaya dengan seleraku, kamu bukan orang yang seperti ini.”

“…… Apa kita kenal akrab? Seberapa kamu mengerti tentang diriku? Aku sungguh ada pacar, aku tidak membohongimu.”

Ivan agak kaku, hal ini berkembang tidak seperti yang dia bayangkan, dia berjalan ke depan membungkukkan pinggang, dengan suara kecil berkata: “Aku mohon, orang banyak seperti ini, apa boleh kasih aku muka?”

Laras menghelakan nafas, tetap saja menolak, “Sorry, aku sungguhan sudah ada pacar, tidak bisa menerima pernyataan cintamu.”

Perkataan ini terlalu to the point, sama seperti sifat Laras, blak-blakan saja, walau melukai orang masih saja berbuat semaunya.

“Laras juga keterlaluan, sampai menolak Ivan.”

“OMG, ini terlalu memalukan, Laras sungguh tidak tahu diuntung.”

Terdengar suara bisik-bisikan dari samping, kepercayaan diri Ivan sedikit demi sedikit berkurang, dia yang paling terakhir merasakan semua ini, hati juga ada seuntaian perasaan sedih, “Laras, ini…. aku…aku… sejak kapan kalian berpacaran?”

Sekali teringat Gavin, Laras tanpa sadar merasa angkuh, di ujung mulutnya tersenyum manis, berkata: “Kita sudah pacaran setengah tahun.”

Kalau tidak dihitung tidak tahu, sekali dihitung langsung terkejut, dia dan Gavin sudah tercatat jadi suami istri hampir setengah tahun, tapi, waktu mereka berinteraksi, bisa terhitung dengan jari tangan.

Ivan tidak percaya terhadap hal ini, sudah ada beberapa waktu dia memperhatikan Laras, kebiasaan wanita itu, dari tidak keluyuran keluar, meski akhir pekan juga hanya di perpustakaan sepanjang hari, apa ini seperti orang yang punya pacar?

Tapi, tak peduli bagaimana juga, dia sudah menolak pria itu, hal ini adalah fakta.

“Laras, aku tahu kamu dulu difitnah oleh teman kelas sangat menyedihkan, aku juga tahu kondisimu di rumah, yang ingin kukatakan, aku rela menemanimu, menjagamu, tidak akan membiarkanmu terluka, aku juga rela untuk mengikuti kemauanmu, menerimamu apa adanya, hingga menurutimu, aku bisa 100 persen menyayangimu, sepenuh hati mencintaimu, apa kamu bisa memberiku satu kali kesempatan?”

Laras agak tidak dapat berkata-kata, kalau tahu dari awal tidak seharusnya menyembunyikan keberadaan Gavin, walau tidak mengumumkan fakta tentang pernikahan, mengumumkan percintaan juga ok, sudah seharusnya membawa Gavin berkeliling di universitas, dengan seperti ini tidak akan bisa ada kejadian yang memalukan seperti ini.

“Sorry sekali, tak peduli kamu percaya atau tidak, aku memang sudah ada pacar, dan juga, aku sangat mencintai pacarku.”

Dengan sorotan mata semua orang, Laras melewati Ivan, menginjak karpet merah, berjalan melewati kerumunan para mahasiswa, berlari pergi dengan cepat.

Seketika Ivan jadi terdiam, tangannya mengenggam seikat bunga, drone yang digantungi dengan spanduk pernyataan cinta yang membujur ke bawah terus berputar di luar sana di depan gedung, hujan kelopak bunga masih berlangsung, romantis hingga membuat pria itu ingin meneteskan air mata.

Sebelumnya bersinar dengan ceria, sekarang jadi sangat kasihan sekali, dia yang sama sekali belum pernah gagal, kenapa bisa ditolak.

Saat ini, kepala bidang Pendidikan Pak Seto dari tempat yang jauh berlari ke sana, berlari sambil marah, “Apa yang kamu lakukan, sedang melakukan apa?” Berdiri di bawah di lapangan rumput, berdiri di bawah hujan kelopak bunga, Pak Seto sedang mendongak melihat gerombolan orang di lantai 3, berteriak keras berkata, “Segera turun semua bersihkan lapangan, kalau tidak bersihkan akan diberi peringatan dan di-skors!”

Mahasiswa yang berkerumunan sekali diteriaki langsung bubar.

Laras sedetik saja tidak berani tetap berada di sana, segera berlari ke pintu gerbang universitas.

Terengah-engah sambil berpikir dalam hati, menyatakan cinta bukannya tulis surat cinta sudah cukup, apa perlu dibuat sampai sebesar ini? Aku malu kamu dipermalukan, apa harus seperti ini? Untung saja Gavin dinas keluar kota, kalau sampai dia tahu, bisa cemburu lagi.

Beristirahat sebentar, dia mengambil ponsel berencana tanya ke Manda apa sudah keluar, tapi, baru saja dia mengambil ponsel keluar, pundaknya tiba-tiba merasa sakit seperti tertusuk jarum.

“Ini….” Dia melotot dengan mata lebar melihat jarum suntik kecil di atas pundaknya, apa ini, dari mana datangnya?

Sedetik kemudian, tangan kirinya mati rasa, memegang ponsel saja tidak bisa, kemudian, otak besar mulai merasa seperti dunia berputar, merambat ke tangan, kaki dan seluruh tubuh.

Sebelum kehilangan kesadaran, dia teringat dengan Yuni, dan juga Damar yang dimarahi sampai pergi olehnya.

Laras terjatuh dan pingsan, sebuah mobil berwarna hitam datang menjemput, dengan gerakan yang sangat cepat seperti petir menggendong Laras masuk ke dalam mobil, dan pergi dengan cepat.

“Eh eh eh, orang… orang di dalam…”

“Wah, mereka menculik mahasiswi itu.”

“Kecepatan ini terlalu cepat, apa aku salah melihat? Apa sudah membawa pergi mahasiswi itu?”

“Cepat lapor polisi, ada orang yang diculik!”

Mahasiswa yang kebetulan lewat saling memberitahu satu sama lain, saling mengatakan untuk memastikan adengan yang mengejutkan yang baru saja dilihat.

Sekali Manda keluar mendengar perbincangan para mahasiswa, dia penasaran bertanya sepatah, “Apa yang telah terjadi?”

Seorang mahasiswi yang sangat terkejut dengan terbata-bata menjelaskan proses kejadian, setelah Manda mendengarkan juga merasa sangat terkejut, tengah siang bolong, cahaya matahari bersinar terang, di negara yang berhukum ini masih bisa ada kejadian menculik orang di muka umum seperti ini, terlalu menakutkan.

Tiba-tiba, di ujung sorotan matanya kelihatan sebuah ponsel di pinggir jalan sana, dia agak cemas, tidak berani memastikan, berjalan ke sana untuk melihat, casing ponsel yang sama persis dengan casing ponsel Laras, ini bukannya ponsel Laras?

Detak jantung Manda berdebar kuat dan sangat cemas menyadari bahwa sudah terjadi sesuatu yang berbahaya, menjerit dengan gelisah, “Ah, adikku yang diculik, mana polisi, apa sudah lapor polisi?”

“Polisi sudah datang, lihat, sudah sampai sudah sampai.”

Manda menoleh ke sana, belum sempat mobil polisi berhenti dengan baik, dia langsung dengan cepat menghampiri, hampir saja tertabrak.

Dengar-dengar ada mahasiswi yang diculik di depan pintu gerbang sekolah, polisi juga merasa sangat di luar dugaan, langsung segera kemari.

“Dik, apa yang terjadi? Katakan dengan pelan dan jelas.”

Manda khawatir sampai hampir menangis, “Adik sepupuku, adik sepupuku, bernama Laras.” Dia menarik polisi yang terlihat sudah agak tua, dengan suara kecil berkata, “Dia adalah istri Gavin dari keluarga Pradipta di Jakarta, cepat selamatkan dia.”

Mata polisi dipenuhi dengan perasaan terkejut, sepertinya, ini bukan kasus penculikan biasa.

Novel Terkait

1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu