Cinta Pada Istri Urakan - Matahari kecil Milik Rendra Pradipta

Tidak tahu mengapa, Rendra merasa bahwa hari ini Manda berbeda dari biasanya. Pipinya memerah dan menggigil dengan sangat memprihatinkan, tetapi di bawah lampu jalan yang berkelap-kelip, matanya sangat cerah bercahaya.

Rendra tidak pernah melihat cahaya itu di mata Manda selama bertahun-tahun.

Manda merasa Rendra terus menatapnya, dan merasa sedikit malu, "Haiya, kamu harus fokus saat mengemudi, mengapa menatapku terus?"

“Ada sesuatu di matamu,” Rendra berkata dengan acuh tak acuh.

"Apa itu?"

"Cahaya."

"Hei, itu salju yang tempel di bulu mataku. Di dalam mobil itu panas dan saljunya meleleh." Manda menyeka air es di bulu matanya dan duduk di mobil, menghangatkan tubuh sambil minum air panas, perut dan tubuh terasa hangat.

Wajanya penuh dengan senyuman, kedua matanya terlihat seperti kembali pulih, dan bahkan dirinya sendiri juga tidak tahu bahwa itu adalah jiwa yang bangga dan percaya diri yang telah hidup di dalam hatinya selama bertahun-tahun.

Langit benar-benar gelap. Deretan lampu jalan menerangi jalan seperti siang hari. Pemandangan jalan di kedua sisi menjadi semakin indah. Bangunan-bangunan bertingkat tinggi menyala terang. Hiruk pikuk di jalanan. Tidak ada yang berubah meskipun udara semakin dingin dan salju semakin tebal.

Rendra berkata sambil mengemudi: "Gavin berkata dirinya akan mencoba yang terbaik untuk membantumu menemukan kondisi Ave Maria saat ini. Ave telah berada di luar negeri selama lebih dari sepuluh tahun. Dunia di luar sangat besar dan luas, butuh waktu untuk menemukannya. Tapi untungnya, setelah mengetahui hubungan antara kamu dengan Rama, kita juga membuktikan bahwa Nagita adalah ular yang berbisa. Jadi jangan menyalahkan diri sendiri lagi karena riwayat hidupmu. Kamu punya ibu dan ayah, jadi kamu tidak perlu merasa rendah diri. "

Mata Manda berkaca-kaca, dan semakin bercahaya.

Rendra mengeluarkan kartu yang sudah dipersiapkan secara khusus dan memberikan kepada Manda, "Ada beberapa uang cadangan di kartu ini. Ambil dulu. Penyakit ayahmu bersifat jangka panjang. Uang pribadimu itu hanya bisa bertahan untuk beberapa hari saja. Gunakan punyaku. "

"..." Manda terkejut dan sangat tersentuh. Dia belum sempat menjelaskan kepadanya, tetapi Rendra sudah mengatakannya terlebih dahulu. "Ini... ini... rasanya tidak baik, ini milikmu..."

"Tidak ada baik atau buruk, suami dan istri adalah satu, tidak membedakan satu sama lain, cepatlah ambil, aku sedang mengemudi."

Manda sangat tersentuh dan tidak tahu harus berkata apa. Hidungnya memerah dan matanya menangis. Dia mengambil kartu itu sambil memegang tangan Rendra, dengan perasaan campur aduk, berkata : "Terima kasih."

Rendra tersenyum dan berkata, "Bodoh."

Tak lama kemudian, di depan jalan terjadi kemacetan. Kemacetan sudah padat saat jam kerja, dan salju yang turun tiba-tiba membuat lalu lintas semakin parah.

"Sepertinya itu akan memakan waktu yang lama, bagaimana kalau kita jangan pulang dulu dan mencari tempat makan di luar?"

"Kenapa harus makan di luar? Bulan kecil sedang menungguku."

"Sudah berapa lama kita berdua tidak menghabiskan waktu untuk bersama? Bulan kecil dijaga oleh orang tuaku dan tidak akan kelaparan, istri..."

Manda menggoyang-goyangkan kartu yang ada di tangannya dan bertanya kembali sambil tersenyum, "Punya uang adalah Tuan, maka ikut kata Tuan."

"Mau makan apa?"

"Hmm..." Manda melihat keluar dari jendela mobil. "Hari ini turun salju, tentu saja, lebih cocok makan hot pot."

Rendra langsung setuju, "Oke, hot pot dimulai."

Tidak ingat lagi kapan mereka terakhir kali berkencan. Setidaknya itu sebelum melahirkan putrinya. Dalam beberapa tahun terakhir, kehidupan Manda hidup sangat sensitif dan hati-hati. Rendra juga selalu berhati-hati dan menjaga perasaannya.

Manda yang dulu, hidup seperti matahari, bebas dan mudah beradaptasi, tidak ada beban hidup, Rendra menyukainya karena temperamennya yang kuat.

Kemudian, di bawah awan yang gelap, matahari kecil Rendra bersembunyi, tetapi tidak peduli berapa lama, tidak peduli berapa tahun, Rendra percaya bahwa Manda yang sangat ceria dan percaya diri, yang seperti matahari, pasti akan kembali.

——

Ketika putri dan suaminya mengalami kecelakaan, Nagita tinggal di rumah sakit sepanjang hari, semua orang membicarakan ketidakberuntungannya, kemudian, karena telah banyak mendengar, semuanya juga sudah mati rasa.

Selain itu, Nagita selalu mempermasalahkan hal kecil dan membuat keributan, ribut dengan perawat, ribut dengan staf pelayan, dan bahkan juga ribut dengan anggota keluarga pasien. Apalagi saat bertemu dengan Laras dan Manda, temperamen buruk Nagita semakin menjadi. Makanya Nagita terkenal dengan temperamennya yang buruk di rumah sakit. Semua orang tidak menyukainya.

Untungnya, Nagita hanya "rajin" selama sebulan. Setelah sebulan kemudian, dia tidak datang ke rumah sakit lagi setiap hari. Dia hanya datang ke rumah sakit tiga atau lima hari sekali untuk menjenguk Maira.

Nagita sama sekali tidak peduli dengan kondisi Rama, karena dokter tidak setuju untuk mengeluarkan Rama dari rumah sakit, jadi Nagita membiarkan Rama tetap tinggal di sana. Lagipula dia tidak akan membayar tagihan rumah sakit sepeser pun.

Maira mengalami luka bakar di sekujur tubuhnya dan sudah menjalani beberapa operasi pencangkokan kulit. Seluruh tubuhnya dibungkus. Sekarang dia tinggal di bangsal steril setiap hari dan membutuhkan perawatan yang sangat profesional dan hati-hati. Jadi, Nagita datang kemari dan bertanya kepada dokter tentang kondisi putrinya, lalu berdiri di luar dinding kaca dan memandangi putrinya dari jauh.

Seiring berjalannya waktu, Nagita semakin malas, biasanya dia datang berkunjung setiap hari, sekarang menjadi tiga hari atau lima hari sekali, dan waktu berkunjung juga semakin singkat.

Namun, penampilan Nagita menjadi semakin mewah dan pakaian yang dia kenakan berbeda setiap waktu, bahkan tasnya pun berbeda.

Saat itu, Nagita baru saja keluar dari ruang dokter dan akan menjenguk putrinya, tiba-tiba dia menerima sebuah panggilan telepon.

"Ada apa, sayang?"

"Baik, baik, aku akan segera ke sana, aku akan ke sana setelah melihat putriku."

"Apakah kamu benar-benar sangat merindukanku sampai tidak bisa menunggu sebentar?"

"Baiklah, baik, pesan makanan dulu, aku akan tiba di sana dalam sepuluh menit."

Nagita menutup telepon dan harusnya dia berbelok ke kanan dan menjenguk Maira di bangsal. tetapi akhirnya, dia bergegas belok ke kiri dan langsung masuk ke dalam lift.

Restoran tempat janjiannya berada di pusat perbelanjaan di seberang rumah sakit. Nagita berjalan dengan anggun sepanjang jalan sambil membawa tas bermerek kisaran ratusan ribu dan pergi berkencan dengan leluasa.

Di lantai tujuh pusat perbelanjaan ada sebuah restoran makanan Jepang kelas atas, harga satu porsi makanan saja sudah beberapa ribu,itu adalah restoran makanan jepang yang harga makanan beribu-ribu tetapi tidak membuat kenyang.

Begitu Nagita masuk, empat pelayan segera datang menyambutnya. Beberapa dari mereka menunjukkan jalan, ada yang membantu mengambil tasnya, ada lagi yang membantu mengambil mantelnya, dan satunya lagi membantu menggantikan sepatunya.

Sebuah pintu geser terbuka, seorang pria paruh baya sedang duduk di lantai dan tampaknya sudah lama menunggu. Begitu melihat orang yang tunggu sudah datang, dia sengaja berdiri dan mengulurkan tangannya menyambut Nagita, "Kakak ipar, akhirnya kamu datang, kemarilah, hati-hati..."

"Maaf sudah membuatmu menunggu."

Begitu pria itu memegang tangan Nagita, dia tidak melepaskannya lagi, Nagita berkata dengan sedih: "Kondisi Maira masih stabil hari ini, dan masih sempat mengobrol denganku sesaat, tetapi lukanya kemudian terasa sakit lagi, dan perawat memberinya obat penenang, lalu dia tidur. Begitu dia tidur, aku tidak tahu kapan dia akan bangun lagi, haih, melihat dirinya menjalani kehidupan yang begitu menyakitkan, hatiku ini... terasa sakit! "

"Bagaimana dengan bang Rama?"

"Memangnya apa yang bisa terjadi pada abang Rama?"

Nagita menundukkan kepalanya dan tersenyum, berkata, "Mungkin masih bernapas,, rumah sakit akan memberi tahuku jika dia sudah meninggal."

"Bagaimana kalau membawa abang Rama pulang ke rumah?"

"Buat apa membawanya pulang ke rumah, orang yang meninggal di dalam rumah hanya akan membawa kesusahan. Setelah dia meninggal nanti, dia akan langsung dikremasi, maka tidak akan mempengaruhi apa-apa."

"Hehe, kakak ipar benar, aku mengagumimu."

Nagita mengerutkan bibir dan tersenyum sambil memukul dadanya, kemudian berkata dengan manja: "Kamu sangat nakal."

Novel Terkait

Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
4 tahun yang lalu

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
5 tahun yang lalu

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
4 tahun yang lalu

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu