Cinta Pada Istri Urakan - Bab 1015 Anakmu Adalah Orang yang Takut Istri

Kota Jakarta memasuki musim gugur, hujan musim gugur dan dingin, setelah beberapa kali hujan yang berhenti dan turun, suhu pun menurun, sepertinya baru tidak lama kemarin masih musim panas dengan matahari terik, sebentar saja sudah dingin.

Baru mengedipkan mata saja, Nana dan Bobi sudah menjadi anak kelas besar, Allan dan Anna mulai merencanakan masalah sekolah SD kedua anak ini.

Allan bertekad mau mengirimkan anak ke sekolah asrama, untuk melatih kemandirian si anak, tapi Anna tidak mengizinkannya.

Allan: "Apa buruknya sekolah asrama? Bukankah Gavin waktu kecil juga seperti itu?"

Anna: "Justru karena Gavin waktu kecil masuk sekolah asrama, aku baru tidak setuju cucu dan cucu perempuanku juga sekolah disana, kamu ini si tak mempunyai hati nurani, kamu tau memasukkan Gavin ke sekolah asrama, selama sebulan tidak bisa bertemu, yang sebagai ibu sesedih apa kamu tau tidak?"

Allan: "Sekarang sudah tidak seperti dulu, sekarang seminggu boleh pulang kerumah sekali."

Anna: "Juga tetap tidak boleh, waktu kecil Gavin lengket sekali denganku, setiap kali liburan dan pulang kerumah selalu meminta untuk tidur denganku, tapi semakin besar malah semakin jauh dariku, hubungan kami berdua menjadi dingin, semua ini karena sekolah asrama."

Allan: "Kamu lihat Gavin sekarang, artinya jalan ini benar."

Anna menaikkan suaranya, dengan menggebu-gebu berkata: "Apanya benar, dia mendapatkan berapa banyak kesulitan, beberapa kali nyawanya dalam bahaya, setiap hari aku tidak bisa tenang, takut kalau orang muda akan lebih duluan pergi daripada orang tua, apanya baik? Aku tidak ingin selain mengkhawatirkan anak, juga mengkhawatirkan cucuku. Lagipula, Nana adalah anak perempuan yang cantik, apa kamu juga tega?"

Allan sekarang benar-benar sudah tua, suaranya sudah tidak sekuat dulu lagi, tapi keagungan dalam kata-katanya tetap tak berkurang, "Hati wanita lemah lembut, sekarang kamu memanjakan dan melindungi mereka, kedepannya hanya akan mencelakai mereka."

Meskipun Anna tidak berani melawan Allan, tapi masalah yang berhubungan dengan kedua cucunya, dia harus berusaha sebentar, "Mencelakai atau tidak aku tidak tau, aku hanya tau kalau anak orang lain semuanya besar dengan orangtuanya, aku juga tidak melihat yang tidak bertanggung jawab dan tidak baik."

Waktu Gavin kecil, semuanya ditentukan oleh Allan, setelah dikirimkan ke sekolah asrama, beberapa bulan berturut-turut tidak membolehkannya pulang, hanya liburan musim panas dan liburan musim dingin saja, Allan baru menyuruh orang pergi menjemputnya pulang.

Saat itu, Allan juga sering keluar dinas, Anna sendirian di rumah, ketika merindukan anaknya langsung menangis, ketika merindukan suami juga menangis, dia sampai depresi selama beberapa waktu.

Sekarang dipikir-pikir, dia juga harus berterimakasih kepada mertuanya, saat itu mertuanya melihatnya seharian depresi dan sedih, sekali sekali akan mencari masalah kepadanya, kedua mertua dan menantu ini, ada tawa dan tangis, seperti itu melewati waktu-waktu suram itu.

Anna sudah cukup merasakan penderitaan perpisahan dengan darah dagingnya, dia sedih, anak juga sedih, dia tidak ingin Nana dan Bobi masih kecil sudah harus merasakan kesulitan seperti ini.

Anna: "Allan, sudah zaman apa, kamu mengira kamu masih boleh mengambil keputusan? Tidak ada gunanya kamu bilang kepadaku, kamu bujuk anak dan menantu kita baru ada guna. Kalau Gavin dan Laras setuju, maka aku juga tidak akan mengatakan apa-apa."

Wajah Allan suram, Gavin tidak mudah dibujuk, apalagi Laras, apakah dia masih tidak tau?

Anna berkata lagi: "Meskipun Gavin setuju, Laras juga tidak mungkin setuju, anakmu adalah orang yang takut istri."

Allan: "........" Benar-benar tidak guna.

Pada saat ini, suara Gavin terdengar dari atas, "Siapa yang bilang aku takut istri, aku ini namanya menghargainya. Ma, bukankah papa juga menghargaimu, kalau mau membandingkan galak apa kamu bisa melawannya? Bukankah dia masih tetap harus mendengar perkataanmu, apa mama berani bilang kalau papa takut padamu?"

Gavin berjalan turun, Anna langsung menyambut kemari, "Nak, kebetulan sekali kamu datang, papamu bilang tahun depan akan mengirimkan Nana dan Bobi ke sekolah asrama."

Gavin sudah mempunyai persiapan mental, dia dan Laras juga sudah sepakat, "Pa, zaman sekarang sudah tidak sama, sekolah SD asrama juga tidak sama dengan dulu, sekolah SD asrama sekarang semuanya milik swasta, syaratnya bagus, tidak bisa melatih mental."

Allan memajukan bibirnya, "Membohongiku lagi?"

Sekarang Gavin berbicara dengan papanya, juga sudah tidak sekeras dulu lagi, saat tidak sama pendapat terlebih tidak akan menggebrak meja dan beradu mulut, dia akan menjelaskan.

"Pa, sekarang anak-anak dikirimkan ke sekolah swasta, kita juga tidak kekurangan uang, mereka adalah raja kecil di rumah kita. Dan juga tidak sedikit orang tua adalah pengusaha ataupun selebriti, mendidik anak juga seperti perjalanan melakukan bisnis ataupun pertunjukan seni, tidak sama dengan kita, benar bukan?"

Ini dia pelajari dari Laras, awalnya dia juga setuju mengirimkan anak ke sekolah asrama, Laras menggunakan alasan ini, membujuknya.

"Dan juga, pa, memilih sekolah berarti memilih lingkungan, aku juga tidak bilang kalau sekolah asrama tidak bagus, tidak peduli asrama swasta ataupun negeri, kita harus mengamatinya, bagaimana menurutmu?"

Allan yang masih keras kepala, meskipun merasa kalau perkataan Gavin masuk akal, tapi hatinya tetap tidak goyah.

"Pa, kita masih ada waktu setahun, tidak buru-buru, amati pelan-pelan."

Allan mengerutkan kening: "Orang di sekolah negeri banyak dan runyam, tidak aman."

Gavin: "Juga tidak mengumumkan kalau ini adalah anak kita, siapa yang tau? Lagipula, pergi sekolah dan pulang sekolah ada supir, juga ada bodyguard diam-diam, tidak akan berbahaya."

Anna: "Sekolah SD di sebrang jalan itu sangat bagus, cucu Pak Zhang dan Pak Liu semuanya bersekolah disana, antar jemput keluar masuk juga sangat sesuai aturan, tidak pernah mendengar ada terjadi sesuatu, dan juga dekat dari kediaman Gavin, efektif sekali, juga tidak perlu khawatir akan macet."

Allan akhirnya menghela nafas, "Nanti baru dibicarakan lagi."

Anna juga menghela nafas lega, dia paling mengerti emosi suaminya sendiri, sebuah kalimat 'nanti baru dibicarakan lagi', artinya dia sudah mengalah.

Dia melihat Gavin memakai seragam, bertanya: "Nak, kamu sudah mau pergi bekerja?"

"Benar, waktu libur sudah berakhir, sudah mau mulai sibuk lagi."

Anna menghela nafas lagi, batu besar di hatinya akhirnya sudah hilang, "Baguslah begitu, baguslah kalau bahaya sudah diselesaikan."

"Tidak pernah ada bahaya."

"Aduh, kamu tidak perlu mengatakan padaku, aku tau, tidak boleh banyak tanya, pokoknya kamu aman dan lancar, mama pun tenang." Sambil berbicara, Anna menunjuk lantai atas, "Bagaimana dengan Laras?"

"Dia masih belum bangun, nanti juga mau pergi kerja, akhir tahun banyak kerjaan, dia juga tidak bisa sesantai dulu lagi, Nana dan Bobi harus minta tolong mama jagakan."

Perkataan menyenangkan seperti ini, Anna yang mendengarnya, jangan tanyakan hatinya seberapa senang.

Anaknya adalah sebongkah es batu, biasanya mereka berdua jarang berbicara, sikap anaknya saat berbicara dingin dan wajahnya busuk, jauh lebih parah dibandingkan dengan papanya, tiba-tiba mendengar perkataan terimakasih dari anaknya, dia semakin semangat, "Tidak perlu kalian bilang, aku suka membawa anak-anak, kalian tenang, ada papa kamu, kami tidak akan memanjakan mereka."

Gavin meyatukan kedua telapak tangannya, dengan hormat membungkuk kepada orang tuanya, untuk berterimakasih.

Saat ini, Laras buru-buru turun dari atas, sebelah tangannya memegang syal, sebelah tangannya membawa tasnya, berjalan dengan sangat cepat, sebelah kakinya tidak hati-hati, hampir saja terjatuh.

"Aduh ya tuhan, mengejutkanku saja." Untungnya, dia berpegangan pada pegangan tangga.

Gavin melihatnya saja hatinya bergetar dengan kuat, "Kamu tidak bisa pelan sedikit, untuk apa buru-buru?"

"Sama-sama pergi, sama-sama pergi."

"Waktu kerjamu masih lama, untuk apa pergi sepagi ini?"

"Aku hampir lupa hari ini aku ada rapat penting, masalahnya aku masih belum ada persiapan, pergi cepat, bisa lebih cepat persiapkan."

Gavin merasa malu, "Kamu lebih sibuk dariku......"

Novel Terkait

Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
5 tahun yang lalu

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu