Suami Misterius - Bab 978 Kotak Paket

"Sudahlah, berhentilah menangis. Simpanlah tenagamu saja.”

Ahmed menggendongnya kembali ke atas ranjang, lalu membantunya memasangkan selimut ke Su Loran dengan terburu-buru.

“Aku sudah bilang berkali-kali. Jangan memakai sepatu hak tinggi ketika kamu hamil. Tapi kamu tetap saja tidak mendengarkannya.

Sekarang tanpa sengaja tersandung dan jatuh dari tangga, lalu mau menyalahkan siapa coba.”

“Tidak, tidak seperti itu, dia itu yang telah membunuh anakku. Dia lah yang mendorongku dari tangga. Dia adalah pembunuhnya!”

Su Loran menarik baju Ahmed dan berteriak terus tanpa terkendali.

“Sudahlah, aku akan menyelidiki masalah ini sejelas-jelasnya. Kamu merawat dirimu baik-baik sampai sembuh dulu di rumah sakit, jangan mencari gara-gara lagi.”

Kata Ahmed dengan wajah muramnya.

“Ahmed! Perlu menyelediki apa lagi. Dia sendiri sudah mengakuinya tadi!”

Su Loran meringkuhkan tubuhnya sambil berteriak dengan suara rendahnya.

Tapi kemudian, dokter dan perawat berjalan masuk ke dalam, lalu memberikan suntikan penenang kepada Su Loran. Lalu, menangani lukanya lagi.

Di bawah efek obat, Su Loran pun perlahan memejamkan mata dan akhirnya tertidur. Akhirnya suasana jadi hening.

Ahmed menatap Su Loran tidur lalu memasrahkan ke dokter untuk baik-baik merawatnya. Baru setelah itu, dia berbalik keluar dari bangsal. Ketika lewat di samping Talia, dia berkata dengan ekspresi wajah yang dingin, “Masih belum pergi saja?

Apa kamu berniat untuk melanjutkan menonton keributan?

Atau karena melihatnya belum mati, kamu merasa masih belum cukup!”

Talia mengangkat kepala memandangnya. Tatapan matanya sangat dalam dan rumit. Tapi, pada akhirnya dia tidak mengatakan apapun.

Dia pun keluar dari bangsal bersama Ahmed. Lalu, berjalan keluar dari rumah sakit.

Di depan pintu utama rumah sakit, Ahmed langsung berjalan ke samping mobilnya, lalu berkata dengan suara berat dan dinginnya kepada Talia, “Naik.”

“Aku datang kesini bawa mobil sendiri. Aku tidak perlu pergi denganmu.”

Kata Talia.

“Aku bilang naik, apa kamu tidar dengar hah!”

Teriak Ahmed dengan nada suara yang meninggi.

Talia diam sejenak. Setelah menegang beberapa saat, dia pun melangkahkan hak tingginya maju ke depan, mengulurkan tangan membuka pintu mobil, lalu masuk dan duduk di mobil.

Ahmed menginjak gasnya, mobil pun langsung melaju keluar dari parkiran rumah sakit.

Mobil melaju sangat cepat sekali. Tapi, untungnya ini bukanlah jam-jam padat kendaraan. Jadi, tidak banyak mobil yang ada di jalan sehingga tidak ada bahaya atau resiko apapun.

Ahmed membawa Clara kembali pulang ke apartemen.

Begitu berjalan masuk ke apartemen, Talia langsung melangkahkan hak tingginya berjalan masuk lalu naik ke lantai atas, bahkan tanpa melepaskan sepatunya.

Di belakangnya terdengar suara pintu ditutup dengan sangat keras.

Suara yang keras itu membuat Talia menghentikan langkahnya dan menoleh ke Ahmed.

Wajah Ahmed sangat muram seperti akan turun hujan saja. Dia melototi Talia dengan dinginnya, “Su Loran keguguran. Bayinya sudah meninggal. Apa sekarang kamu puas?”

“Kenapa, apa hatimu sakit?”

Sudut bibir Talia ditarik, menunjukkan senyum hinaan dan cibiran.

“Selama bertahun-tahun ini, begitu banyak wanita yang pernah kamu pelihara di luar sana, begitu banyak juga wanita yang rela menggugurkan bayinya demi kamu. Kamu sendiri tidak pasti mengingat semua hal itu kan.

Aku tidak pernah melihatmu kalut dan marah seperti ini, aku kira kamu tidak peduli sama sekali.”

Selesai mendengar itu, ekspresi wajah Ahmed semakin tidak menyenangkan, dia berkata dengan suara yang begitu dingin, “Walaupun ada wanita yang hamil tanpa disengaja. Sebelum janinnya berbentuk, aku pasti akan menyuruh mereka untuk menggugurkannya.

Tapi janin di dalam kandungan Su Loran itu sudah berumur enam bulan, kamu benar-benar bisa setega itu!”

“Kenapa aku tidak tega! Ketika dia menculik anak perempuanku, kenapa dia tidak ada sedikitpun belas kasihan! Jika bukan karena di pabrik sedang ribut kejadian pencurian, sehingga ada pemeriksaan pabrik di pintu, baru saat itulah mereka menyadari ada Yaya yang sedang pingsan di sana. Yaya bisa saja mati terjebak di kegelapan pabrik!”

Ahmed tidak bisa berkata apa-apa ketika ditanyai hal ini oleh Talia. Setelah diam beberapa saat, dia pun memaksakan diri berargumen, “Bukankah Yaya sudah tidak apa. Kamu mengeluh marah dan membenci Su Loran, kalau begitu tinggal menyerang langsung saja ke dia. Kenapa kamu bisa-bisanya mencelakai anak yang belum lahir, dia itu anakku juga!”

Talia mengangkat dagunya, wajahnya dingin dan sombong.

"Sebenarnya, aku juga tidak ingin mencari perhitungan atau melawan anak yang belum lahir. Tapi hamil telah menjadi jimat pelindung Su Loran, mengambil jimat pelindungnya maka dia baru bisa menerima sanksi hukum, dengan begini baru bisa memberikan keadilan untuk Yaya.

Yaya-ku, baru berapa umurnya. Tapi sudah harus menerima perawatan dari psikolog. Anak yang dulunya suka tersenyum ceria dan suka bicara, sekarang bahkan tidak terlalu mau bicara.

Benar sekali, anak dalam kandungan Su Loran memang darah dagingmu. Tapi kamu jangan sampai lupa, kalau kamu juga adalah ayahnya Yaya!”

Setelah mengatakan ini, Talia pun melangkahkan hak tingginya naik ke lantai atas.

Ahmed duduk sendirian sambil merokok di sofa ruang tamu, satu persatu batang rokok dihisapnya hingga ruang tamu dipenuhi dengan asap tebal.

Setelah dia menghisap hampir setengah bungkus rokok, terdengar lagi langkah kaki dari tangga yang terbuat dari kayu, Talia menuruni tangga dengan membawa satu koper.

Kopernya tidak besar, seharusnya hanya berisi barang-barang mahal dan penting saja.

Ahmed menatapnya dengan tatapan dingin ketika dia berjalan dan berhenti di depannya, dengan marahnya dia mematikan rokok yang dia apit di jarinya ke asbak, “Apa yang mau kamu lakukan?”

Masih ingin mengancam bercerai denganku?

Su Loran sudah keguguran, kamu masih mau apa lagi?

Apa selama tidak berhasil membunuhnya, kamu tidak akan berhenti?

Talia, aku peringatkan ya, sudah waktunya berhenti!

Talia sudah malas berdebat dan bertengkar dengannya. Dia hanya berkata dengan acuh tak acuhnya “Mari kita sementara ini pisah rumah dulu saja. menenangkan diri kita masing-masing dulu.”

Selesai bicara, dia menyeret kopernya berjalan sampai ke depan pintu utama, baru saja mengulurkan tangan membuka pintu, Ayah Ahmed dan Ibu Ahmed baru datang dan masuk ke dalam.

Begitu ibu Ahmed melihat Talia, tanpa mengatakan apa-apa terlebih dulu, dia sudah mengangkat tangannya dan menampar Talia dengan keras.

“Dasar kamu wanita kejam berhati jahat, bahkan bayi yang belum terlahir di dunia saja tidak kamu lepaskan. Dirimu sendiri yang tidak bisa melahirkan seorang putra dan kamu sekarang juga tidak mengijinkan wanita lain melahirkan seorang putra, sebenarnya apa yang ada di hatimu itu, apa kamu ingin keluarga Sunarya kami ini putus jalinan cucu dan keturunan selanjutnya!”

Talia memegangi wajahnya, dia menatap ibu Ahmed dengan dinginnya dan sudah malas berdebat dengannya.

Ahmed melihat adegan ini, dia langsung berjalan menghampiri dan melindungi Talia di belakangnya.

“Ma, keguguran Su Loran itu hanya kecelakaan. Tidak ada hubungannya dengan Talia.”

Kata Ahmed membantunya menjelaskan dan membelanya.

“Kamu masih saja membela istrimu! Kamu tidak usah menipuku. Su Loran sudah mengatakan semuanya padaku. Istrimu inilah yang menyuruh orang untuk mendorong Su Loran dari tangga, oleh karena itu dia sampai keguguran.

Su Loran khawatir kalau masalah ini jadi besar, nantinya malah akan mempengaruhi nama baik keluarga kita, kalau tidak dia pasti sudah melapor ke polisi!”

“Su Loran bilang kalau aku yang mendorongnya, lalu benar-benar aku yang mendorongnya apa?

Atau jangan-jangan dia melihat sendiri dengan mata kepalanya? Dia ingin melapor ke polisi, silahkan saja laporkan. Aku akan kooperatif!”

Kata Talia dengan sinisnya.

Karena dia berani melakukannya, maka tidak akan mungkin meninggalkan jejak apapun.

“Kalau bukan kamu lalu siapa lagi, siapa lagi yang punya kebencian besar hingga ingin mengambil nyawa cucuku! Dasar kamu wanita kejam, keluarga kami ini bagaimana bisa mengambilmu menjadi menantu kami!”

Teriak Ibu Ahmed, dia mengangkat tangannya dan mau menampar Talia lagi, tapi dihentikan oleh Ahmed.

“Sudah cukup, apa belum cukup ributnya! Masalah ini aku bisa menanganinya dengan baik. Kalian berdua pulang dulu saja.”

Kata Ahmed dengan matanya yang terlihat sangat lelah dan tak berdaya.

*** Ketika Keluarga Sunarya sudah ribut tidak karuan, kehidupan Clara justru dijalaninya dengan begitu tenang dan luar biasa damai. Selain hanya makan kenyang dan minum cukup, dia juga terkadang pergi berbelanja dan mengobrol dengan Honey, atau terkadang juga pergi berkunjung ke rumah pamannya.

Seluruh keluarga Ezra sangat berhati-hati dalam menjaga Clara, setiap kali Clara pulang ke rumah. Tamtam pasti akan khusus datang menjemput Clara.

Pada saat ini, Tamtam duduk di sofa ruang tamu. Dia menggoyang-goyangkan kakinya yang disilangkan, lalu berteriak ke arah lantai atas, “Clara, apa kamu perlu ganti baju sampai selama ini?

Kalian wanita ini ya, benar-benar cukup merepotkan saja!”

“Sudah kok, sudah, ini aku segera turun.”

Terdengar suara Clara dari lantai atas, tapi tidak terlihat orangnya.

Tamtam masih memiringkan kakinya, mengambil ponselnya lalu membolak-balik halaman web, dia sudah tidak sabar menunggu lagi.

Tepat pada saat ini, bel pintu berbunyi,

Sus Rani masih pergi membeli bahan makanan di pasar, masih belum kembali.

Tamtam terhuyung-huyung berdiri dari sofa, lalu dengan santainya berjalan ke depan pintu, mengulurkan tangan membuka pintunya.

Di luar pintu, berdiri seorang kurir dengan kotak paket di tangannya.

Novel Terkait

My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu