Suami Misterius - Bab 847 Mimpi Buruk

Clara menarik selimut, langsung berbaring di ranjang.

Melihat penampilannya, Markal tersenyum, berdiri dan keluar dari bangsal.

Tidak lama kemudian, dia menenteng sekotak bubur hangat kembali.

Bubur telur bayam, rasanya sangat tawar. Clara mengambil sendok memakan bubur sambil bertanya dengan acuh tak acuh, “Bagaimana aku bisa masuk ke rumah sakit?”

“Jatuh ke air.” Markal menjawab.

Mengapa jatuh ke air bisa melukai lengan?” Clara bertanya.

“Mungkin terkena benda tajam di bawah air.” Markal berkata. Ini merupakan tipuan yang berniat baik.

Karena Clara tidak ingat, jadi Markal berharap dia dapat melupakan hal itu selamanya. Bagaimanapun juga, itu bukan ingatan yang indah.

Clara tidak bertanya lagi, setelah makan dia turun dari ranjang, bergerak sebentar, dan meminta Markal mencarikan kertas dan pena, lalu mulai menggambar not balok dan sesekali bersenandung.

Markal berpikir, mungkin hanya dengan melupakan penderitaan, seseorang baru akan merasa bahagia.

Setelah itu, Clara langsung berbaring di ranjang.

Markal menyiapkan sebuah tempat tidur sementara di bawah ranjang, keduanya memiliki jarak yang sangat jelas.

Markal mendengar nafasnya yang teratur, perlahan-lahan terasa ngantuk.

Mulai sejak Markal menyelamatkannya keluar dari sungai yang dingin, Clara koma selama seharian, dan dia merawatnya selama seharian.

Markal memandang penampilannya yang tenang, untuk sesaat, dia benar-benar berharap waktu bisa berhenti, dia berharap dirinya bisa menjaga wanita ini selamanya.

Markal bertahan selama seharian, dia benar-benar merasa lelah. Dia memejamkan matanya dan baru saja terasa ngantuk, tiba-tiba terdengar jeritan Clara.

“Dingin, sangat dingin!” Dia memejamkan matanya dengan erat, tubuhnya meringkuk, dan tidak berhenti bergetar di bawah selimut.

Markal langsung hilang rasa ngantuk, dia segera duduk dan mendekati tempat tidur dan mendekati.

“Clara, Clara, ada apa?” Markal memanggil namanya dengan gugup dan cemas, “Clara, bangun!”

Clara sepertinya tidak dapat mendengar suaranya sama sekali, dia membenamkan dirinya di dunianya sendiri. Di dunianya, hanya ada sungai yang dingin, hanya ada kesunyian, kegelapan dan kematian.

Clara merasa dingin dan tidak berhenti bergetar, hawa dingin sepertinya berasal dari dalam hati.

“Clara, Clara!” Sepertinya seseorang sedang memanggil namanya. Dalam kegelapan, dia tiba-tiba melihat sebuah tangan yang kotor merentang ke arahnya.

"Ah! Pergi, jangan menyentuhku!" Clara tiba-tiba menjerit dan meninju kepalan tangannya.

“Clara, jangan takut, jangan takut, itu hanya mimpi, cepat bangun.” Markal mengulurkan tangannya, mencoba memeluknya, memberinya kehangatan dan kenyamanan.

Namun, begitu telapak tangannya menyentuhnya, Clara bagaikan binatang kecil yang ketakutan, menjerit dan berjuang mati-matian.

Markal tidak sempat bersembunyi, tinjuannya memukul langsung di wajahnya, wajahnya yang tampan menjadi bengkak.

Markal berdiri tak berdaya di depan ranjang rumah sakit, dia terburu-buru menekan bel di samping tempat tidur.

Para dokter dan perawat yang bertugas bergegas datang, melihat situasi di luar kendali seperti ini, dokter hanya bisa meminta perawat memberinya suntikan untuk menenangkan.

Dua perawat, ditambah dokter dan Markal, empat orang berusaha menekan Clara.

Clara berteriak tak terkendali, suaranya hampir menembus gendang telinga, dan ekspresi di wajahnya sangat ketakutan.

Seorang perawat mengambil jarum dan menyuntik ke lengannya. Cairan perlahan-lahan masuk ke tubuhnya, akhirnya Clara menjadi tenang.

Dia tidak berjuang lagi dan juga tidak bisa berjuang. Dia memejamkan matanya, alisnya yang indah berkerut, sepertinya terperangkap dalam mimpi buruk yang ketakutan, tidak mampu melepaskan diri.

Markal menutupi selimut dengan penuh perhatian, alisnya berkerut, dia merasa sangat tertekan.

Clara jatuh ke tangan orang-orang itu, apa yang pernah dia alami, dia tidak bisa bertanya, dan juga tidak berani bertanya. Clara telah melupakannya, paling bagus kalau tidak mengingatnya kembali.

Dokter berkata: "Biasanya, orang-orang yang telah mengalami stimulasi yang besar kemudian, akan muncul situasi di luar kendali seperti ini. Ini merupakan penyakit mental. Setelah keluar dari rumah sakit, aku menyarankan keluarga dapat membawanya ke psikolog."

Markal mengangguk dengan tertekan dan mengantar keluar para dokter dan perawat.

Dia kembali ke bangsal, di ranjang rumah sakit, Clara berbaring tenang, nafasnya teratur, kulit di wajahnya seputih keramik, sangat indah, tapi entah kenapa membuat orang merasa sedih dan sunyi yang tak terkatakan.

Dia mengulurkan telapak tangannya, ingin mencoba menyentuh dahinya dan menghiburnya, tetapi tangannya berhenti di tengah udara, setelah tertegun lumayan lama kemudian, akhirnya Markal memegang tangannya.

“Clara, jangan takut. Itu hanya mimpi buruk, akan baik-baik saja kalau sudah bangun.”

……

Pagi hari berikutnya.

Setelah bangun, Clara duduk di ranjang, meregangkan tubuhnya, sepertinya telah melupakan semua mimpi buruk yang dia alami semalam.

“Hai pagi pacarku.” Clara tersenyum menyapa Markal, dan terlihat sangat segar dan semangat.

Malah si Markal yang tidak tidur semalaman, lingkaran hitam di matanya terlihat parah.

“Apa yang ingin kamu makan di pagi hari?” Markal tersenyum bertanya.

“Makan saja apa yang bisa aku makan?” Clara menjawab dengan santai. Dia memegang pipinya dan berpikir dengan tak berdaya, sepertinya mereka hanya bisa mendiskusikan tentang makanan dan minuman.

Markal berjalan keluar dari bangsal, tidak lama kemudian kembali lagi, dan menenteng sebuah kotak makanan di tangannya.

Sarapan hari ini lebih meriah, ada bao, pangsit udang, bubur manis dan susu kedelai.

Clara sangat kenyang, memegang perutnya dan mengeluarkan bunyi “ceguk”.

Markal menyerahkan kertas dan pena padanya, lalu bertanya apakah dia ingin lanjut membuat musik.

“Hari ini tidak memiliki inspirasi, ayo kita pergi jalan-jalan di luar.” Clara meletakkan kertas putih di samping dan melompat turun dari ranjang.

Markal ragu-ragu sejenak kemudian mengangguk. "Oke."

Clara mengenakan seragam pasien, dan mengenakan mantel, berjalan mengikuti Markal di sepanjang dinding kuno berbintik-bintik di rumah sakit daerah.

“Sini bukan Kota A?” Clara menundukkan kepalanya, menendang batu di bawah kakinya dengan acuh tak acuh.

Dia adalah penduduk asli kota A, dia tahu apa warna langit di kota kelahirannya.

"Yah, sini adalah perbatasan." Markal menjawab.

"Mengapa aku bergegas datang ke tempat yang sepi ini? Syuting? Ke mana agenku?" Clara bertanya.

“Apakah kamu ingat dengan agenmu?” Markal bertanya dengan sedikit khawatir.

"Luna." Clara berkata dengan ceroboh, dan bertanya lagi, "Kamu belum menjawab pertanyaanku, mengapa aku datang ke sini? Dan begitu sial jatuh ke dalam air, aku bisa berenang dengan baik, oke!"

Markal menutup rapat bibirnya, dia tidak tahu bagaimana menjawabnya.

Clara mengangkat dagunya sedikit, dan menatapnya dengan tatapan cerah, "Ada apa, apakah sulit untuk menjawab?"

Markal menggerakkan bibirnya, tapi akhirnya tetap tidak mengatakan sepatah katapun.

Clara mengangkat bahu, sepertinya tidak terlalu peduli, mumpung dia pasti akan mengingatnya kembali.

Clara berhenti melangkah dan memasukkan tangan ke dalam sakunya, lalu berkata dengan santai, "Sebenarnya, aku tahu kamu bukan pacarku."

Novel Terkait

Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu