Suami Misterius - Bab 345 Farplane

Rudy selesai mendengarnya, merasa tidak berdaya dan menggeleng, tersenyum lebar, “Turun dari pesawat baru siapkan hadiah juga tidak terlambat, dia tidak pemilih.”

Ternyata bertemu dengan orang tua, dalam hati Clara semakin tidak memiliki keyakinan. Senior keluarga Sutedja, kesan pertama yang diberikan padanya adalah sulit untuk berinteraksi dengan mereka.

Setelah pesawat mendarat, melakukan perjalanan dengan mobil selama lima jam lagi, baru sampai di tempat tujuan.

Ketika mereka berangkat adalah malam hari, ketika turun dari mobil, sudah pagi hari.

Mobil berhenti di depan sebuah lorong yang sempit, sepatu hak tinggi Clara menginjak di atas jalanan batu sedimen, seluruh kota kecil di pagi hari terselubung dalam kabut tipis, ada semacam perasaan samar-samar, perasaan seperti ilusi juga seperti nyata. Air mengalir yang berliku-liku, jembatan lengkung batu kuno, pohon willow dan bunga liar bermekaran di tepi sungai, pemandangan di depan indah seperti sebuah lukisan yang diam.

“Di sini adalah?” Clara bertanya.

“Farplane. Para leluhur keluarga Tikar (keluarga Adisti Tikar) berada di sini.” Rudy menjelaskan, menggandeng tangannya, berjalan maju ke depan di atas jalanan batu bersedimen.

Selangkah demi selangkah melangkahi anak tangga, melalui gang yang sempit, Clara baru menyadari di dalam gang ada sesuatu yang berbeda. Empat rumah dalam satu bangunan keliling, sangat antik dan kuno, kelihatan sudah tua sekali. Tetapi bangunan rumah semuanya indah dan halus, di atas pintu adalah balok yang terukir lukisan, bahkan dua singa batu yang ada di depan pintu juga terbuat dari bahan biji batu giok yang sangat bagus, menunjukkan identitas pemilik rumah yang sangat agung.

“Ini adalah rumah leluhur keluarga Tikar.” Rudy selesai bicara, sekaligus menjelaskan: “Rumah leluhur ini sudah memiliki sejarah lebih dari 100 tahun, aula pemujaan leluhur keluarga Tikar berada di belakang rumah leluhur. Katanya, leluhur keluarga Tikar lebih dari sepuluh orang yang sudah mendapatkan gelar Phd (gelar akademis tertinggi pada masa itu), tetapi ketika Orde Baru pemerintahnya korupsi, keluarga Tikar tidak bersedia menjadi pejabat.

Sekolahan pertama di Farplane didanai oleh keluarga Tikar, semua anak yang ada di kota sekolah di sana, bisa dikatakan, para pelajar yang ada di kota, semuanya adalah murid keluarga Tikar, prestise keluarga Tikar juga sangat tinggi di daerah setempat itu.

Masa-masa awal pendirian negara, kakekku keluar dari tempat ini, masuk ke dalam Tsing Hua Universitas menjadi pelatih, kemudian, memasuki lembaga penelitian, dia telah menerbitkan banyak karya akademis penting, seorang pelajar terkenal dan memiliki reputasi bagus.

Kemudian, orang dalam keluarga Tikar perlahan mulai meninggalkan tempat ini, pindah ke kota A dan menetap di sana. Setiap tahun hanya musim dingin, ibuku baru akan kembali ke sini untuk memulihkan diri, di sini empat penjuru di kelilingi gunung, sepanjang tahun empat musim selalu hijau.

“Farplane begitu indah, apakah tidak mengembangkan pariwisata?” Clara tidak mengerti dan mengajukan pertanyaan, jika itu adalah objek wisata, setiap hari sekelompok demi sekelompok wisatawan, jangan berharap bisa menenangkan diri, juga tidak cocok untuk memulihkan diri.

“Tempat ini terlalu pelosok, tidak ada sumber daya untuk mengembangkan pariwisata.” Rudy selesai bicara, satu tangan memegang tangannya, lalu mengulurkan satu tangan mengetuk pintu.

Kemudian, dua belah pintu kayu berat warna perunggu terbuka sebuah celah, terlihat sebuah wajah gemuk dan bulat.

“ Kak Tikar.” Rudy menyapa, kemudian, memperkenalkan pada Clara, “Ini adalah Kak Tikar, kerabat jauh di rumah, selama bertahun-tahun ini dia dan suaminya yang selalu menjaga rumah leluhur ini.”

“Kak Tikar.” Clara memanggil sekali dengan manis, tampilan alis dan matanya yang melengkung sangat membuat orang menyukainya.

“Rudy membawa istrinya pulang, cepat masuk. Jika bibi tahu kalian pulang, pasti akan senang sekali.” Wajah Kak Tikar penuh senyuman, sangat ramah membukakan pintu, menyuruh mereka masuk.

Pada jam ini, nyonya Sutedja sedang mendengarkan rekamanan gramofon di aula rumah leluhur, sebuah gramofon tua, tapi kualitas suaranya masih termasuk tidak buruk.

Nyonya Sutedja melihat Rudy memegang Clara masuk, merasa agak terkejut, kemudian, tersenyum lembut, "Kalian datang kemari kenapa tidak memberitahu terlebih dahulu, aku sudah setua ini, tidak sanggup menahan kejutan dari anak muda seperti ini.

Rudy sambil tersenyum berjalan ke hadapannya, dengan intim merangkul kedua belah pundaknya. "Tiba-tiba rindu padamu, langsung membawa Clara kemari."

"bibi, apa kabar." Clara berdiri di hadapan nyonya Sutedja dengan sopan, menyapa sambil tersenyum. Sebenarnya, usia nyonya Sutedja sudah bisa menjadi neneknya, tetapi silsilah tidak boleh kacau, ibu Rudy, tentu saja dia harus memanggilnya bibi.

Nyonya Sutedja mengangguk sambil tersenyum, dia pernah bertemu sekali dengan Clara, masih ada kesan terhadap gadis kecil yang memiliki didikan bagus ini. "Nona Santoso silahkan duduk."

Clara sangat patuh duduk di kursi kayu pearwood, dan tidak banyak bicara sembarangan.

Dia tidak terlalu paham dengan Nyonya Sutedja, tidak tahu jelas sifat dan temperamennya, lebih banyak bicara lebih mudah terjadi kesalahan, malah lebih baik diam saja agar aman, meninggalkan sebuah kesan patuh dan lembut buat nyonya Sutedja.

Mata nyonya Sutedja dengan tenang melihatnya dari atas sampai ke bawah, jelas sekali sangat puas. "Kalian masih belum makan bukan, kebetulan temani aku makan bersama."

Nyonya Sutedja perlahan-lahan mulai berdiri dari posisinya, Clara sangat memiliki pandangan langsung ikut berdiri, dan mengandeng satu lengannya sambil menuntun, tidak keterlaluan antusiasnya, tetapi perilakunya sangat baik.

Nyonya Sutedja semakin merasa puas. Pelan-pelan menepuk tangannya, sambil berjalan sambil mengatakan: "Farplane lebih terpencil, tidak ada makanan enak, sarapan pagi yang disiapkan selalu hidangan lokal, kamu coba rasa segar saja.

"Aku dengar dari Rudy, rebung yang ada di Farplane sangat segar dan lezat." Clara berkata.

"Eng, sarapan pagi penduduk lokal tidak bisa dipisahkan dari rebung, keterampilan Tika sangat bagus sekali." Nyonya Sutedja berkata sambil tersenyum.

Tika adalah nama panggilan Kak Tikar.

"Kalau begitu aku beruntung sekali bisa makan." Clara tersenyum, mata dan alis terlihat agak melengkung, seperti seekor kucing kecil yang rakus, penampilannya yang imut dan nakal, sama sekali tidak mengejutkan langsung membuat nyonya Sutedja tersenyum senang.

Ruang makan berada di sebelah aula utama, hidangan sudah tertata di atas meja sejak dari tadi. Keluarga besar yang memiliki sejarah seperti ini sangat memiliki perhatian khusus, peralatan makan dan hidangan, semuanya adalah bahan porselen bagus, indah dan halus seperti karya seni.

Clara merasa, menggunakan peralatan makan yang begitu indah dan halus untuk makan, tidak perlu makan juga sudah kenyang.

Sarapan pagi ini, suasana sangat harmonis sekali.

Setelah selesai makan, nyonya Sutedja berpesan pada Kak Tikar agar membawa Rudy dan Clara berjalan-jalan di sekitar sini.

Kak Tikar membawa mereka keluar, berjalan menuruni jalan bebatuan sedimen, sambil berjalan, Rudy sambil menanyakan kondisi kesehatan nyonya Sutedja akhir-akhir ini.

“Kondisi bibi selama di sini selalu tidak buruk, bangun pagi akan mendengarkan lagu sejenak, kemudian duduk di taman berjemur matahari, pada sore hari akan jalan-jalan di sekitar, terkadang akan mengunjungi rumah kerabat atau tetangga, sehari makan tiga kali selalu tepat waktu, malam jam sembilan akan langsung tidur. Asalkan tidak ada orang dari keluarga Sutedja yang membuat kesal, hari-hari bibi sangat nyaman dan senang.”

Kak Tikar mengungkit keluarga Sutedja, dalam nada bicara penuh sindiran yang tiada habisnya. “ keluarga Tikar telah terkenal selama ratusan tahun, kakek adalah cendikiawan akademik terkemuka. Keluarga Sutedja termasuk apa, hanya orang yang baru kaya, memiliki beberapa uang busuk, sungguh sudah menganggap dirinya sebagai keluarga terpandang.”

Kak Tikar semakin bicara semakin semakin marah, memegang tangan Clara, lanjut mengatakan: “Nona Santoso, kamu jangan melihat tempat kami ini daerah kecil, setiap keluarga berpendidikan dan paham etiket, jika dalam keluarga siapa ada wanita atau pria yang selingkuh dalam masa pernikahan, maka akan terkena makian dan hinaan yang mengerikan. Kepala kota memiliki hak untuk mengusir mereka keluar dari Farplane. Mana seperti keluarga Sutedja yang begitu tidak tahu malu, anak haram masih dibawa pulang ke rumah secara terang-terangan. Pheiiiii!”

Clara selesai mendengarnya, terus mengangguk menyatakan setuju. Dia memiliki sikap impulsif untuk menetap di Farplane.

Kak Tikar membawa mereka berjalan di sepanjang tepi sungai, sungai kecil yang berliku-liku ini mengelilingi seluruh Farplane, air sungai jernih hingga bisa langsung melihat dasar sungai, bahkan bisa langsung melihat ikan yang sedang berenang di dasar sungai.

Sepanjang perjalanan, setiap orang yang ditemui akan berinisiatif menyapa Kak Tikar, bisa dibuktikan kalau Kak Tikar tidak membual, orang-orang setempat memang sangat menghormati keluarga Tikar.

Ketika melewati sebuah halaman gerbang tinggi, seorang nenek memanggil Kak Tikar untuk pergi menjemur ikan bersama, Kak Tikar meninggalkan mereka dan pergi.

Novel Terkait

 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu