Suami Misterius - Bab 323 Ucapan Ini Tidak Usah Diucapkan.

Clara pun mengulurkan tangan mengambil nampan itu, lalu berkata dengan sopannya, “Bibi jangan terlalu tidak enak seperti ini, kamu datang ke sini untuk merawat nenek. Aku ini lebih muda darimu jadi mana mungkin aku mau menyusahkanmu.”

“Nona kamu tidak perlu sungkan. Aku baru datang ke sini jadi pasti nantinya banyak akan membutuhkan bantuan dari nona.” Kata Wini mencoba mengisyaratkan sesuatu ke Clara.

Senyum Clara masih saja tidak berubah dan dia masih begitu sopannya tapi dia sengaja jaga jarak dengan Wini, “Bagaimana bisa bibi berkata seperti itu. Aku selama setahun dengan tiga puluh lima hari, tiga ratus harinya melalang buana ke berbagai tempat dan hanya beberapa hari saja bisa tinggal di rumah. Jadi kalau kamu butuh bantuan apapun, kamu bisa minta Bibi Wulan saja membantumu.”

Clara sengaja menghindari ucapan berat dan menjadikannya lebih santai. Tapi Wini bukanlah orang bodoh, dia tahu maksud Clara dan akhirnya mengucapkan beberapa kata sebagai formalitas lalu pergi.

Clara pun menutup pintu dan sekalian menaruh nampan itu di samping.

Wulan melihat ke makanan barat yang masih hangat di nampan itu, lalu berkata kepada Clara, “ Wini juga bisa dibilang berniat baik. Dia sengaja menunjukan kebaikannya kepada nona. Tapi kenapa nona tidak mau menerimanya? Bukannya ada pepatah yang mengatakan, musuhnya musuh adalah teman.”

“ Wini memang adalah orang yang cerdas dan pandai. Tapi jika tahu jelas pasangan yang diincarnya punya istri dan anak tapi masih saja ingin jadi istri mudanya maka jelas sifatnya tidak akan mungkin bagus. Aku tidak ingin berhubungan atau bekerja sama dengan orang seperti itu.”

Selesai bicara, Clara mengambil tas jinjingnya lalu membuka pintu dan keluar.

Clara pulang ke apartemennya dengan mengendarai mobil. Dia mengambil kunci apartemennya lalu membuka pintunya, tidak ada lampu yang dinyalakan di ruang tamu. Hanya ada cahaya redup yang samar di dapur.

Sus Rani terbangun malam hari dan pergi minum air, dia tidak menyangka Clara bisa pulang selarut ini.

“Clara sudah pulang. Apa sudah makan? Aku malam ini membuat bubur labu, masih tersisa sedikit di kulkas.” Tanya Sus Rani perhatian ke Clara.

“Tepat sekali, sedikit lapar hehe.” Clara tersenyum menyeringai.

“Kamu lihat-lihat Wilson dulu sana. Aku akan menghangatkan nasinya dulu setelah itu aku hidangkan.” Selesai bicara, Sus Rani pun berbalik dan berjalan masuk lagi ke dapur.

Clara naik ke atas perlahan-lahan lalu membuka pintu kamar Wilson dengan hati-hati.

Hanya ada satu lampu warna kuning yang menyala dengan cahaya yang redup, Wilson sedang berbaring tidur di ranjang kayunya dengan berselimut sampai ke leher dan hanya memperlihatkan wajah bulat dan gemuknya yang begitu imut dan lucu.

Clara berjongkok di samping ranjang, lalu menundukkan kepalanya dan mengecup wajah mungil anaknya.

Wilson yang ada di dalam mimpi pun tiba-tiba bergerak, kedua tangan mungilnya tanpa sadar memegangi lengan Clara. Bibir kecilnya bergerak lalu bergumam, “Ibu.”

Suara manja anak kecil membuat hati Clara dalam sekejam meleleh dan melembut. Jika seandainya saja di tubuhnya sekarag tidak membawa debu dan kotoran dari luar, Clara pasti sekarang juga akan merangkul anaknya lalu memeluknya begitu erat.

Clara pun meninggalkan kamar Wilson dan kembali ke kamar utama. Sus Rani sudah membawakan dan menghidangkan nasi dan beberapa lauk ke atas. Bubur labu yang masih hangat dengan dua piring sayuran tumis.

“Harum sekali, terima kasih Sus Rani.” Clara mengambil sumpitnya dan mulai mengambil sayuran hijau lalu memasukkan ke mulutnya.

Menurut Clara, dua masakan sederhana dan tidak terlihat cantik buatan Sus Rani ini jika dibandingkan dengan satu meja makanan mewah, indah dan lezat di rumah Keluarga Santoso, lebih terasa penuh kelembutan dan kehangatan, mungkin ini yang dinamakan rasa kekeluargaan.

Clara tinggal semalam saja di apartemen. Pagi di keesokan harinya, Wilson melihat ibunya ada di rumah, dia pun senang kegirangan.

Hanya saja, Clara sore harus naik pesawat. Jadi dia hanya sampai pagi saja bisa menemani Wilson. Ketika dia mau keluar, Wilson menarik dress Clara dan mengatakan ibu jangan pergi. Dia menangis tersedu-sedu, dan dia tidak hentinya terus berteriak ibu, aku ingin ibu.

Ketika Clara keluar, mata Clara sangat merah dan sembab.

Bahkan sampai muncul satu pemikiran di otak Clara, melepaskan dan keluar sepenuhnya dari dunia entertainment lalu tinggal di rumah saja melayani suami dan mendidik anak. Rudy bukan tidak bisa membiayai kehidupannya.

Tapi pemikiran dadakan itu hanya sementara. Dia sudah melaksankan setengah dari syuting drama onlinenya jadi masih harus melanjutkannya. Pekerjaan yang telah diambil tidak boleh begitu saja tidak diteruskan.

Orang hidup di dalam masyarakat ini wajib untuk mematuhi aturan yang ada di masyarakat. Menghormati pekerjaan yang dipilih dengan sepenuh hati dan pikiran, itu sudah jadi kewajiban.

Clara pun akhirnya terbang kembali ke Kota W ke tempat lokasi pengambilan gambar. Keesokan harinya dia pun langsung mulai syuting lagi.

Hari itu, Clara syuting di dua adegan.

Adegan pertama yaitu pertemuan pertama Qing Wan dan kaisar, pertemuan yang sangat bermakna. Pertemuan kali ini mengubah seluruh sisa hidup Qing Wan.

Pada festival lentera, kerajaan mengadakan pesta kerajaan dan semua selir dari berbagai tingkatan akan hadir.

Hui Fei iri dengan kecantikan Qing Wan, dia pun mencari alasan untuk membuat Qing Wan tetap tinggal di Istana Lonceng. Pada Festival lentera, seluruh sudut tempat di Istana Lonceng kosong tidak ada siapapun. Para pelayan muda, cantik dan reputasinya baik ikut bersama dengan Hui Fei menghadiri pesta kerajaan.

Yang tersisa di Istana Lonceng hanya ada Qing Wan dan seorang ibu-ibu tua. Mereka berdua mengitari tungku api sambil memasak bola dumpling yang biasa disebut Yuanxiao. Mereka juga mengambil gunting untuk membuat hiasan jendela dengan kertas merah yang dipotong-potong membentuk bunga.

“ Hui Fei ini punya sifat yang terlalu kompetitif saja. Setiap pelayan muda dan cantik yang ada di bawahnya tidak akan bisa menjalani hidup dengan baik. Setahun hanya ada satu kali festival lentera, tapi dia malah meninggalkan gadis kecil sepertimu di sini... huh.” kata ibu-ibu itu menghela napas.

Sedangkan sifat Qing Wan malah sebaliknya, begitu cerita dan suka berpikir positif. Dia tidak hanya tidak mengeluh tapi dia malah menyajikan bola dumpling dan memberikannya diam-diam. Dia menempelkan hiasan bunga kertas di jendela dengan tersenyum gembira. Begitu menoleh, dia melihat vas bunga yang kosong lalu dia tiba-tiba punya ide yang menarik.

“Aku pergi dulu ke taman bunga Kerajaan untuk memetik beberapa bunga, agar menambar warna kebahagiaan di sini.” selesai bicara, Qing Wan pun mengenakan jubahnya lalu berlari keluar.

“Di luar masih turun salju, jalannya licin hati-hati terpeleset.” Teriak ibu-ibu ke arah punggung Qing Wan.

“Baik, Huwaahh!” Qing Wan baru melangkahkan kakinya keluar dan baru saja membalas dengan kata ‘baik’ tiba-tiba begitu menapakkan kaki ke jalan yang licin, dia pun terpeleset dan jatuh ke lantai.

Pemeran ibu-ibu, “.....”

Sutradara, “.....”

Kru kameramen, “.....”

Artis-artis dan pegawai kru yang lain, “.....”

Clara, “.....”

Wajah Clara yang seindah keramik pun jadi memerah, dia sangat malu sekali.

Baru setelah beberapa saat, Sutradara tersadar dari keterkejutannya dan buru-buru bertanya, “Clara, apa kamu tidak apa?”

“Tidak apa, tidak apa kok.” Clara pun segera berdiri dengan bantuan tangan dan kakinya. Dia menepuk-nepuk dressnya yang terkena salju lalu menggoyang-goyangkan tangannya ke yang lainnya menandakan dia tidak apa-apa.

Melanie dan perias pun segera menghampirinya, satunya merapikan riasan Clara dan satunya merapikan baju Clara.

“Tidak sampai terluka kan.” Tanya Melanie khawatir.

Clara menggelengkan kepalanya, “Kulit tangan tergores sedikit, nanti kalau sudah diusapin obat pasti akan baik-baik saja.

“Sini aku periksa dulu.” Untung saja di tas perias ada kapas dan alkohol medis. Dia pun mengoleskan alkohol dengan kapas itu ke tempat yang tergores.

“Departemen yang lainnya apa sudah siap? Clara kamu sudah siap belum?” tanya Sutradara dengan walkie talkienya.

Clara pun membuat isyarat ok dengan tangannya, lalu dia pun mendengar sutradara berkata, “Action.”

Clara pun kembali masuk di dalam ruangan lalu kembali berlari lagi keluar tapi kali ini dia sangat berhati-hati.

“Ok!” teriak sutradara sekali lagi. Lalu memerintahkan setiap departemen, “Tempat satunya, Taman bunga Kerajaan.”

Lokasi pengambilan gambar ini dibuat dengan menirukan istana kerajaan dengan perbandingan rasio satu banding satu. Ada juga beberapa pohon plum di sisi utara taman bunga Kerajaan. Musim dingin kebetulan sekali adalah musim ketika bunga plum mulai mekar.

Ada adegan menari setelah Clara memasuki taman bunga Kerajaan. Sutradara memberi Clara pengantar umum untuk drama itu, lalu departemen yang lainnya berdiri dan bersiap.

Sutradara tiba-tiba teringat sesuatu. Dia mengambil walkie talkie dan berteriak pada Clara, "Clara, hati-hati saat kamu menari. Jangan sampai jatuh terpeleset lagi."

Clara, "……”

Sutradara, ucapan ini bisa tidak diungkapkan ataupun diucapkan.

Novel Terkait

Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu