Suami Misterius - Bab 455 Melanjutkan Hubungan Yang Sudah Berlalu

“Tidak sopan. Ahyon adalah kakakmu.” Saras melirik Ramzez dengan marah, lalu menggenggam tangan Ahyon sambil berkata : “Kalian dua kakak beradik sudah bersama ketika berada dalam perutku. Didunia itu tidak ada orang yang lebih dekat selain kalian, untuk apa mengucapkan terima kasih.”

Lalu Ramzez menemani ibunya mengobrol sebentar.

Akhir-akhir ini Saras suka membicarakan masa kecil mereka berdua, ketika itu ia menghidupi dua orang anak seorang diri, hidupnya begitu keras.

Ketika itu Ramzez masih bernama Ahzez. Mereka bertiga hidup bersama, meskipun hidup mereka cukup berat, tapi cukup bahagia.

***(Ah nama keluarga Ahyon)***

Saras mengingat masa lalu dan bercerita dengan senang, sementara Ramzez dan Ahyon malah menundukkan kepala menahan airmata.

Kalau bukan karena mereka berdua, Saras tidak perlu bekerja begitu keras, sampai akhirnya merusak tubuhnya seperti sekarang ini.

Setelah Saras bicara sesaat, ia terlihat begitu lelah.

Ramzez melihat jam tangannya lalu berkata : “Aku masih ada rapat nanti siang, aku kembali ke kantor dulu. Ma, besok-besok aku kesini lagi.”

“Hm, sana kerja, pekerjaan lebih penting.” Setelah Saras mengatakannya, ia berpesan pada Ahyon, “Sana antar adikmu keluar.”

Setelah Ahyon melihat ibunya berbaring di ranjang dan memejamkan mata, ia baru mengantar adiknya keluar.

Kedua kakak beradik ini berjalan ke depan lift sambil membicarakan masalah administrasi masuk kerja, pintu lift terbuka dan Rendi Mirah muncul didepan mereka.

Ramzez tersenyum dan memanggilnya dengan datar, “Pa.”

Ahyon hanya memicingkan mata dna berpura-pura tidak melihat, dia sama sekali tidak suka dengan pria yang sudah menyumbangkan sebuah sperma untuk melahirkannya.

Rendi Mirah berusia 50 tahunan, dia mengenakan setelan jas lengkap, karena baru pulang dari luar kota, ekspresinya terlihat cukup tergesa-gesa.

“Ahyon, Ramzez, kalian berdua ada disini.” Rendi Mirah melangkah maju kehadapan mereka dan bertanya dengan khawatir, “Aku dengar ibumu dirawat, apa yang dokter katakan?”

“Hanya penyakit lama, Tuan Mirah tidak perlu kahwatir.” Ahyon berkata dengan datar dan dingin.

Setelah Rendi Mirah mendengarnya, ia hanya menghela nafas dengan tidak berdaya. Seolah sudah terbiasa dengan sikap Ahyon ini, ia berkata dengan tidak berdaya, “Aku pergi melihatnya dulu.”

“Tidak perlu, ibuku baru saja tertidur, jangan mengganggu istirahatnya.” Ahyon mencegahnya.

Mendengar ini Rendi Mirah mengkerutkan alis dan merasa serba salah.

Da tepat disaat ini Ramzez bicara, “Kalau mau lihat silahkan lihat saja, kondisi ibu sekarang tidak akan bisa bertahan lama, lihatlah selagi bisa.”

Ucapan Ramzez cukup dingin dan penuh cibiran, membuat ekspresi wajah Rendi Mirah berubah menjadi buruk.

“Kenapa bisa separah itu, bukankah operasi waktu itu cukup sukses!”

“Pa, kamu belum tua tapi kenapa ingatanmu sudah seburuk itu. Ketika itu setelah operasi dokter sudah mengatakan, meskipun operasi berhasil, itu hanya akan menunda waktu saja, sekarang sudah menunda dua tahun, tidak akan kuat menundanya lagi.”

Tubuh Rendi Mirah yang tinggi besar bergetar, bibir tipisnya yang mengetat menjadi pucat. Ia tidak mengatakan apapun, langsung berjalan ke kamar Saras dirawat dengan tergopoh-gopoh.

Ahyon melihat pintu kamar yang terbuka lalu menutup, berkata dengan dingin dan datar : “Ibu tidak ingin bertemu dengannya.”

“Ibu sudah tertidur, tidak akan bisa melihatnya. Kalau dia ingin lihat biarkan dia melihat, semakin dia melihatnya, hanya akan membuatnya semakin bersalah. Ibu begitu menderita, atas dasar apa dia harus hidup dengan enak.” Ramzez berkata dengan wajah yang begitu penuh kebencian, kedua tangannya mengepal erat.

Ahyon mengetatkan bibirnya, matanya berkaca-kaca dengan suara yang tercekat, “Dua hari yang lalu dokter memberikan obat penahan sakit, ibu sudah memakan setengahnya lebih, meskipun dihadapanku dia selalu berpura-pura baik-baik saja, namun aku tahu dia pasti sangat tersiksa. Mungkin kematian merupakan pembebasan baginya. Aku sungguh tidak ingin melihatnya begitu menderita.”

Ramzez mengulurkan tangan dan merangkul Ahyon : “Ibu baru bisa pergi dengan tenang kalau kita baik-baik saja. setelah ibu pergi masih ada aku.”

Ahyon mengangguk dengan menahan airmatanya.

Keduanya berjalan masuk ke dalam lift, ketika lift tiba di lantai satu, Ahyon baru berencana mengantar Ramzez Mirah, begitu mengangkat wajahnya langsung melihat Hyesang.

Mereka bertiga bertemu seperti ini, tentu saja terasa canggung.

Namun Ramzez sama sekali tidak terlihat goyah, ia memasukkan satu tangan kedalam kantung celananya dan menyapa Hyesang dengan santai, “Kak Hyesang, kebetulan sekali.”

“Hm.” Ia mengangguk singkat dan menjawab, “Anak Rudy di rawat, aku datang untuk menengoknya.”

“Pantas saja. seorang politisi yang sangat sibuk, bagaimana bisa ditemui semudah ini.” Ramzez berkata dengan datar.

“Kondisi tante sudah membaik?” Hyesang bertanya, meskipun ia sedang berbicara dengan Ramzez Mirah, namun tatapan terus tertuju pada Ahyon.

“Maaf membuat anda khawatir, ibu kami cukup baik kondisinya.” Ramzez menjawab.

Namun Hyesang tahu apa yang dikatakan Ramzez bukan hal yang sebenarnya. Kondisi tubuh Saras dia cukup mengikuti, kondisinya sekarang jauh lebih parah dari yang dibayangkan.

“Jarang-jarang bisa bertemu, aku ingin menengok tante, apakah boleh?” Hyesang bertanya.

Ramzez tersenyum. Akhirnya terlihat juga, kali ini Hyesang datang khusus untuk menengok ibunya.

Ramzez baru akan mengangguk, namun Ahyon langsung menolak dengan dingin : “Ibuku sedang tidur, tidak bisa diganggu.”

Dia menolak dengan begitu keras, Hyesang juga tidak bisa mengatakan apapun, hanya bisa mengangguk dan berkata, “Kalau begitu lain kali saja.”

Setelah mengatakannya, ia langsung berjalan masuk ke dalam lift.

Ramzez menyipitkan matanya, melihat pintu lift yang perlahan menutup, lalu menoleh melihat Ahyon. “Dia sengaja datang menengok ibu. Dia masih cukup berperasaan, ibu begitu baik padanya, bahkan sudah menganggapnya seperti setengah putra sendiri.”

Setengah putra kandung artinya menantu, terdengar ada maksud tersembunyi dalam ucapan Ramzez Mirah.

Ahyon mengetatkan bibirnya, berpura-pura tidak mengerti apa yang dikatakannya.

Ramzez berdehem dan berkata dengan jujur : “Ahyon, apakah kamu tidak berniat untuk melanjutkan hubungan yang sudah berlalu dengan Hyesang?”

“Tidak.” Ahyon meliriknya dengan dingin, “Tidak perlu kepo dengan urusanku. Bukankah kamu mau rapat, masih belum mau pergi juga?”

Ramzez merasa pancingannya tidak membuahkan hasil, sehingga pergi begitu saja.

Ahyon naik lift dan kembali ke kamar ibunya.

Pintu kamar tertutup, Rendi Mirah masih belum pergi.

Ahyon tidak begitu ingin bertatap muka dengan ayahnya itu, sehingga ia duduk di kursi yang berada didepan kamar dan menunggu.

Disaat bersamaan, dalam kamar rawat.

Saras berbaring dan tertidur dengan pulas.

Rendi Mirah menjaga disamping ranjang dengan mata berkaca-kaca. Ia hanya menatapnya dalam hening, tiba-tiba ia merasa begitu penuh penyesalan.

Ia ingat ketika ia menikah dengannya, usianya baru 20 tahunan. Semua masa lalunya bagaikan baru terjadi kemarin, namun hanya dalam sekerjap mata, mereka sudah menua, rambut Saras sudah mulai memutih.

Rendi Mirah mengulurkan tangannya yang gemetar ingin menyentuhnya, namun tangannya terhenti di udara, lalu ia turunkan dengan segera. Dai tahu Saras mudah terbangun dari tidurnya, dia tidak ingin mengganggu istirahatnya.

Tiba-tiba Rendi Mirah teringat apa yang Ramzez katakana, ‘waktunya sudah tidak banyak lagi’, itu membuat airmatanya mengalir dengan deras tanpa terkendali.

Ketika Saras masih muda, maagnya memang sudah tidak baik. Kemudian saat hamil ia muntah dengan parah, selama kehamilan sepuluh bulan ia muntah selama sepuluh bulan sampai lambungnya terluka. Lalu karena ia harus menghidup dua orang anak seorang diri, ia sibuk mencari nafkah juga menjaga anak, makan tidak teratur sehingga lambungnya rusak parah.

Operasinya yang sebelumnya sudah membuang sebagian lambungnya, namun tetap tidak bisa membuatnya bertahan lama.

Setiap kali Rendi Mirah mengingat ini, dia merasa begitu menyesal. Kalau ketika itu ia tidak membuat kesalahan, sekarang dia sudah memiliki seorang putra dan juga seorang putri, sekeluarga berempat, mereka pasti sudah bisa hidup dengan sangat bahagia sekarang.

Rendi Mirah menangis disamping ranjang Saras cukup lama baru pergi.

Pintu kamar tertutup perlahan, namun Saras yang berbarik di ranjang malah membuka matanya, bantal yang berada dibawahnya sudah basah oleh airmatanya.

Ia mengingat apa yang terjadi dulu, ketika ia melamarnya dengan begitu gagah dan bersumpah untuk menjaganya seumur hidup. Namun hidupnya sudah sampai diambang batas, tetapi janjinya tetap tidak terealisasi. Dikehidupan ini, mereka sudah tidak ada harapan lagi.

Kalau benar ada kehidupan berikutnya…. Saras berharap tidak akan bertemu dengannya di kehidupan selanjutnya. Dikehidupannya yang sekarang, dia hidup terlalu lelah, ia juga memiliki kebencian padanya sampai akhir hayatnya, bahkan kebencian itu sama sekali tidak sanggup ia tepis.

Novel Terkait

Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu