Suami Misterius - Bab 878 Adegan Yang Sama Berulang

“Iya, Aku mengerti. " Ardian segera mengangguk, sikap Bahron cukup memuaskannya.

"Masalah Petty dan Astrid..." Ardian bertanya lagi, dia langsung melemparkan persoalan sulit tersebut kepada Bahron. Masalah yang dapat menyinggung orang lain tentu harus diurus olehnya yang merupakan kepala keluarga.

"Suruh dia pindah kembali ke lantai dua!" Bahron berwajah muram, berkata dengan emosi: "Saat berada di Inggris, mereka bertiga bisa tinggal di kamar dengan luas kurang dari 40 meter persegi selama lebih dari 10 tahun. Setelah pulang negeri, kamar seluas 100 meter persegi malah tidak muat untuk dia dan asistennya. Jika dia merasa tidak nyaman untuk tinggal di rumah ini, dia boleh saja pindah keluar."

Setelah Nenek Sunarya mendengar itu, dia menghela nafas berat meskipun dia tahu bahwa kata-kata putranya benar, "Kamu harus lebih bersabar, adikmu menanggung banyak penderitaan di luar negeri selama bertahun-tahun."

“Dia sendiri yang menyebabkannya!” Wajah Bahron semakin dingin, begitu dingin seakan bisa meneteskan air. "Dulu dia tegoda oleh kemakmuran kapitalisme dan berlari ke luar negeri dengan sewenang-wenangnya meski ditentang oleh keluarga. Kalau begitu, untuk apa dia pulang ke rumah lagi!"

Dua puluh tahun yang lalu, ekonomi dalam negeri jauh tertinggal daripada ekonomi di Eropa. Saat itu, Astrid begitu tertarik dengan orang Inggris sehingga dia bersikeras mengikuti orang itu kembali ke Inggris, pada akhirnya menimbulkan banyak masalah.

Pada waktu itu, pindah ke luar negeri bukan hal yang terlihat begitu biasa seperti sekarang, terutama untuk anak pemimpin. Oleh sebab itu, Tuan Besar Sunarya pernah diselidiki atas hal ini, ia bahkan emosi hingga kondisi kesehatannya semakin memburuk.

Jika bukan karena usia Nenek Sunarya sudah tua dan merindukan putrinya ini, Bahron tidak akan membiarkan Astrid dan anaknya kembali ke rumah.

"Hal seperti ini hanya akan ditoleransi kali ini. Jika terjadi lagi, maka usir mereka dari sini. Rumah Sunarya bukan tempat pengungsian."

Bahron lantas mengetuk palu atas keputusannya itu.

Setelah kejadian ini, Nenek Sunarya memanggil Astrid ke kamarnya dan memarahi Astrid habis-habisan. Mengenai tagihan yang tak terkira itu, Nenek Sunarya tidak memberikannya kepada Astrid.

Astrid tentu saja tidak akan mampu membayar tagihan itu, Nenek Sunarya tidak ingin terlalu memojokkan putrinya.

……

Di sisi lain.

Clara dan Rudy kembali ke apartemen.

Clara menendang sepatunya begitu memasuki pintu. Dia tidak memakai sandal, langsung pergi ke lantai atas dengan penuh emosi.

Rudy membungkuk untuk mengambil sandal merah jambu milik Clara dari rak sepatu, lalu naik ke atas melalui tangga yang terbuat dari kayu solid.

Di dalam kamar, Clara duduk di tepi tempat tidur dengan paras dingin.

Rudy berjalan mendekat, berjongkok di depannya, mengulurkan telapak tangan untuk mengangkat kaki kecilnya yang sedikit dingin, kemudian mengenakan sandal di kakinya.

“Pakai sandalmu, jangan sampai masuk angin.” Dia memperingatkan dengan nada lembut.

Clara tampak ambek, sengaja menendang sandal yang baru saja dikenakan Rudy, berkata dengan marah: "Kamu tidak usah atur, apakah kita sangat akrab?"

Mendengar itu, Rudy menggelengkan kepala sembari tertawa, berkata, "Kehilangan ingatan lagi?"

Clara dengan dingin menekan bibirnya, tidak mengatakan apa-apa.

Rudy menahan tawa, senyumannya hangat, tapi juga terlihat tidak berdaya. "Dokter bilang mengingat lebih banyak masa lalu dapat membantumu mengembalikan ingatan. Maukah aku menemanimu untuk menemukan ingatan-ingatan dulu?"

Clara mengerutkan kening untuk menatap Rudy, tidak bisa menebak apa yang ingin dilakukannya, tapi dia tetap mengangguk.

“Ikut denganku.” Rudy menggandeng tangan Clara, menuruni tangga kayu. Mereka datang ke depan pintu kamar di lantai pertama.

Terdapat banyak kamar di apartemen, ada beberapa yang terkunci. Clara selalu berpikir itu adalah gudang.

Rudy mengeluarkan kunci untuk membuka pintu, Clara mengikutinya masuk ke dalam kamar. Setelah masuk, dia baru tahu ternyata itu adalah teater mini.

“Duduk sesukamu.” Rudy menunjuk bantal lembut yang terletak di lantai.

Clara duduk di bantal lembut, seberangnya adalah dinding putih.

Rudy berjalan ke sudut dinding, di sudut itu terletak komputer dan proyektor. Dia mengutak-atiknya sebentar, kemudian memproyeksikan cahaya putih dari proyektor tepat di dinding putih seberang, cahaya putih membentuk gambar yang kompleks.

Gambar yang ditayangkan sangat familiar, itu adalah Hotel Xinghai. Rudy melamarnya di sana.

Video itu menunjukkan adegan lamaran Rudy padanya.

Gelombang laut, bintang langit, kembang api yang indah, serta sosok gemuk berwarna biru yang melawak.

Rudy berjalan terhuyung-huyung dari hotel dengan kostum Doraemon. Clara yang melihat adegan itu tidak bisa menahan diri untuk melengkungkan bibirnya membentuk senyuman.

Lengan Rudy melingkarkan di bahu Clara, tersentum sambil bertanya, "Apakah kamu sudah ingat?"

Clara segera menyimpan senyumannya, menggelengkan kepala dengan serius. Bertutur dengan sungguh-sungguh : "Jika adegan itu diulang, mungkin aku akan mengingatnya."

Clara mengedipkan sepasang mata hitamnya, menatap Rudy dengan sangat serius, memberi isyarat mata kepada Rudy untuk berlutut dan melamar ulang.

Rudy : “……”

Dia merasa dia telah menggali lubang besar untuk dirinya sendiri, lubang yang mengharuskan dirinya untuk lompat ke dalam.

Rudy berdiri dengan tak berdaya. Saat dia hendak berlutut, Clara tiba-tiba meletakkan tangannya ke belakang dan melepas cincin berlian di jari manis kanannya, kemudian lantas memasukkan cincin itu ke dalam saku.

Rudy berlutut dengan satu kaki, batuk ringan sebelum berkata, "Nona Clara Santoso, apakah kamu bersedia menikah dengan Tuan Rudy sebagai istri? Tidak peduli miskin atau kaya, sakit atau sehat, kamu akan selalu mencintainya, menghargainya, menghormatinya hingga akhir hayat pada setiap saat dan alasan apa pun."

Clara mengagumi ingatan Rudy yang sangat bagus. Kata-kata ini persis sama dengan apa yang dikatakannya dulu.

“Aku bersedia.” Dia mengangguk, menerima lamaran pernikahan Rudy dengan senang hati. Dia lalu mengulurkan tangan putih yang lembut ke depan Rudy dan memberi isyarat padanya untuk mengenakan cincin.

Rudy : “…..”

Ketika dia menggandeng Clara masuk ke kamar ini, Clara masih memiliki cincin nikah di jari, Clara malah melepaskannya dengan begitu cepat. Jelas, gadis kecil ini berniat meminta cincin berlian lain.

Rudy tentu tidak keberatan untuk membeli perhiasan untuknya, tetapi barang seperti cincin nikah bukanlah sesuatu yang semakin banyak semakin bagus.

Rudy berdiri dan berjalan ke meja, kebetulan ada sebuket lavender segar yang tertancap di vas yang berdiri tegak di atas meja. Rudy mengeluarkan sebatang bunga dari vas, melipat tangkai bunga berwarna muda keunguan itu menjadi bentuk cincin, lalu mengenakannya di jari manis kanan Clara.

Ada lekukan dangkal pada pangkal jari Clara yang disebabkan oleh pengenaan cincin dalam jangka waktu panjang. Cincin dari tangkai bunga itu pas menutupi lekukan tersebut.

Clara mengangkat lengan, mendekatkan 'cincin' ke bibir, menciumnya, aroma bunga yang tipis mewangikan udara di sekitar ujung hidungnya.

Meski agak asal-asalan, tapi itu unik. Clara mengangguk, cukup puas.

Rudy tiba-tiba mengulurkan lengan untuk meraih pinggang ramping Clara, lalu dengan kuat menyeret Clara ke pelukannya, "Lamaran berhasil. Selanjutnya, apakah pengantin pria boleh mencium pengantin wanita."

Rudy agak mengangkat alis, menampilkan senyuman pesona jahat. Tangannya mengangkat dagu Clara dengan lembut, ciuman hangat sergera tercetak pada bibir merah Clara.

Ciuman yang lembut dan mesra dengan cepat meningkatkan suhu keduanya.

Rudy tentu tidak akan menyudahi adegan ini dengan hanya satu ciuman, dia mengangkat Clara dengan posisi menyamping, berjalan keluar dari teater mini dan menuju ke kamar tidur di lantai atas melalu sepanjang tangga kayu yang kokoh.

Clara ditindih oleh Rudy di atas ranjang besar yang empuk, dagunya sedikit terangkat, menatap mata Rudy yang gelap.

Pria ini benar-benar memiliki sepasang mata yang indah, bak bintang di langit, bak laut yang luas. Ketika Rudy menatapnya dalam-dalam, tatapannya sangat mempesona.

“Rudy, kamu menggodaku.” Clara memoncongkan bibir merahnya, mengulurkan telapak tangan untuk menutupi mata Rudy.

Rudy tersenyum rendah, menarik tangan Clara dari matanya.

Ujung jari Clara sedikit dingin. Bibir tipis Rudy bergerak, memasukkan salah satu ujung jari Clara ke dalam mulut.

Novel Terkait

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu