Suami Misterius - Bab 390 Muka Bertambah Tebal

Satu tangan Rudy menopang dagu, mengangguk sambil tersenyum, “Aku kembali ke Jing, lalu kamu bagaimana? Apakah ikut pergi bersamaku?”

“Margamu Sunarya, kembali ke keluarga Sunarya adalah hal yang wajar, aku pergi termasuk apa.” Ardian sambil membereskan daftar nama yang ada di meja, sambil sembarangan menjawab.

“Tanpa kamu mana bisa ada aku.” Rudy berkata.

Tangan Ardian yang memegang daftar mendadak mengepal, daftar nama juga diremasnya hingga kusut menjadi gumpalan. “Sekarang kamu sudah kuat dan dewasa, sudah seharusnya pergi. Ikut dengannya, lebih baik daripada ikut denganku. Sebenarnya, dulu aku yang tidak bisa berpikir jelas, seharusnya lebih awal mengantarmu pulang ke sana, kamu juga tidak akan mengalami begitu banyak penderitaan di keluarga Sutedja.”

Ardian selesai bicara, dengan gesit membereskan barang-barang yang ada di meja, “Sudahlah, kamu pergi sibuk saja, kepalaku sakit, mau kembali ke kamar tidur sejenak.”

“Kamu bisa tertidur?” Rudy bertanya.

Setiap kali mengungkit Bahron, Ardian pasti tidak bisa menghindari insomnia.

Ardian mengatupkan bibir, tidak bicara, raut wajah terlihat tidak terlalu baik.

“Sebelum pulang, dia menyuruhku menyampaikan salam padamu.” Rudy berkata lagi, menyipitkan mata hitam melihatnya. “Dia juga berkata: tidak tahan untuk mengingat kenangan masa lalu, menyesal pun sudah terlambat.”

“Apa yang dia katakan aku tidak ingin mendengarnya. Karena kamu begitu suka menjadi perantara, bantu aku memberitahu Bahron: kelak jangan muncul di hadapanku, paling baik jangan pernah ada hubungan apa-apa lagi.” Ardian selesai bicara, berdiri dan melangkah cepat ke lantai atas.

Rudy melihat sosok punggungnya menghilang di sudut, secara tidak sadar mengulurkan tangan menopang kening.

Kelihatannya, dia benar-benar tidak ada potensi menjadi mak comblang.

……

Ardian kembali ke kamar, tanpa sebab merasa kesal dan suasana hati kacau, ponsel juga berdering tidak tepat waktu.

“Aku transit di bandara kota A, tunggu kamu di tempat lama.” Di seberang telepon, suara Bahron.

Ardian mengerutkan kening, mengajukan pertanyaan dengan dingin, “Ada apa?”

“Memilih sebuah hadiah untukmu.” Dia berkata.

“Tidak perlu, tidak menerima hadiah tanpa melakukan apa-apa.” Ardian menolak dengan dingin.

Di seberang telepon terdiam sejenak, kemudian mengatakan: “Kamu melahirkan Rudy, jadi kamu adalah orang yang paling berjasa dalam keluarga Sunarya.”

Ardian: “…….”

Pria ini usia bertambah, muka juga bertambah tebal.

“Aku beri kamu waktu satu jam, jika tidak melihatmu, akibatnya kamu tahu.” Bahron selesai bicara, tidak memberinya kesempatan untuk menolak, langsung mematikan telepon.

Pria dalam keluarga Sunarya, terbiasa memaksa dan berkuasa, dalam hal ini, Rudy dan Bahron hampir sama persis.

Ardian ganti pakaian, penuh kekesalan berangkat ke snaa.

Jika dia mengabaikannya, hasilnya adalah menunggu dia datang mencarinya. Hal seperti ini, Bahron juga bukan tidak pernah melakukannya. Dia ingkar janji sekali, dia langsung pergi ke Sutedja Group menunggunya di aula utama, rasanya dia berharap bisa membuat kehebohan sehingga semua orang bisa mengetahuinya.

Ardian terburu-buru keluar dari vila, kebetulan bertemu dengan nyonya Sutedja dan Clara yang pulang habis berbelanja.

Clara menyapa Ardian dengan ramah, Ardian bahkan tidak mengangkat kelopak mata, setelah menjawab sekali, langsung lewat berpapasan.

Clara membawa banyak bungkusan di tangannya, wajah penuh raut kebingungan, “Sepertinya kakak ada urusan mendesak.”

Nyonya Sutedja mendesis, menjawab sepatah, “Jodoh buruk tidak dalam.”

Setiap kali Ardian muncul ekspresi ini, pasti karena Bahron, tanpa pengecualian.

“Masuk saja, pisah-pisahkan dulu barangnya, besok desainer akan kemari, kamar baru harus mulai diatur.” Nyonya Sutedja berkata.

Clara mengangguk dengan patuh, saat ini dia baru tahu, setelah dia dan Rudy menikah, setidaknya harus tinggal satu tahu di keluarga Sutedja, ini adalah aturan keluarga Sutedja.

Malam ketika berbaring dia atas ranjang, Clara tidak bisa menahan diri mengeluh pada Rudy, “Begitu aku terpikir akan tinggal bersama nenek Sutedja, dan kakak serta kakak iparmu dalam satu atap, aku langsung merasa seluruh tubuh tidak nyaman.”

“Setelah menikah kamu akan keluar untuk bekerja, lebih banyak waktu di kru daripada di rumah. Orang-orang itu, kamu sama sekali tidak perlu mempedulikannya.” Rudy berkata sambil tersenyum.

Dia baru saja selesai mandi, duduk di sisi ranjang, sedang memegang handuk menyeka rambut.

“Lebih baik suruh kak Luna bantu aku terima beberapa drama lagi, aku terus tinggal di kru saja.” Clara bergumam sekali, merenggangkan pinggangnya, lalu masuk ke dalam selimut.

Rudy sudah mengeringkan rambut, berbaring di sampingnya, tubuh yang hangat mendekat, baru saja mau mencium pipinya, Clara langsung mengulurkan tangan menutup mulutnya.

“Hari ini juga menolak berhubungan intim?” Rudy menarik tangannya, bertanya sambil tersenyum tipis.

“Belanja melelahkan sekali, paman, mohon lepaskan aku.” Sepasang tangan kecil Clara memegang baju depan dadanya, berkata dengan wajah memelas untuk mengambil hatinya.

Telapak tangan Rudy menggenggam tangannya, tanpa bersuara mencium bibirnya.

Clara mabuk oleh keterampilan menciumnya yang luar biasa, dua orang terjerat ciuman sejenak di atas ranjang, pakaian di tubuhnya juga sudah longgar semua, dia malah mendadak mengatakan berhenti.

“Tidur saja.” Rudy mengulurkan tangan membenarkan pakaian depan dadanya.

Clara di cium hingga bibir merah dan lembut, nafas terengah-engah, sepasang mata yang sejernih air, melototinya dengan sedih.

Pria ini pasti sengaja, sengaja!

Setelah itu, dua orang masing-masing tertidur.

Besok pagi Clara masih harus bangun awal untuk pergi ke bandara menjemput Milki.

Clara menikah, awalnya ingin Milki yang menjadi pengiring pengantin, tidak menyangka Milki dan Vincent sudah mengadakan upacara pernikahan di Afrika.

Identitas Milki yang sudah menikah, tidak cocok menjadi pengiring pengantin lagi.

Clara sendiri yang pergi menjemputnya di bandara, melihat Milki dan Vincent saling bergandengan keluar dari pintu keluar, tampang Vincent yang berhati-hati, menggandeng istrinya sendiri. Dan langkah kaki Milki agak berat, perut agak menonjol ke depan.

“Milki!” Clara penuh semangat berjalan ke depan, wajah terkejut melihat perut Milki yang menonjol ke depan. “Kenapa tidak memberitahuku lebih awal kalau kamu hamil?”

“Bukankah ini ingin memberimu sebuah kejutan.” Milki berkata sambil tersenyum.

“Anak juga bukan milikku, ada kejutan apa buat aku, bukankah hanya menguntungkan seseorang saja.” Clara tidak bersikap baik melototi Vincent yang ada di samping Milki.

Vincent cekikikan, “Clara, lama tidak bertemu.”

“Tidak terlalu lama bukan, terakhir kali masih bertemu denganmu di rumah paman. Pada saat itu, kamu masih bercumbu mesra dengan kakak sepupuku Mulyati.” Clara menyindir dengan kasar.

Wajah Vincent memerah, merasa canggung hingga tidak bisa mengatakan apa-apa.

Clara tidak menghiraukannya, mengulurkan tangan menggandeng lengan Milki, berkata: “Masih mengira pulang sambil membawa guci abu, ternyata malah membawa orang hidup, sungguh cukup mengejutkan.”

Vincent: “…….”

Dari awal dia sudah tahu kalau mulut Clara sangat hebat, tidak boleh diganggu.

“Clara, kita pulang dulu baru dibicarakan lagi. Duduk begitu lama dalam pesawat, pinggangku sudah pegal sekali.” Milki memegang tangan Clara, menariknya berjalan keluar bandara, termasuk membantu Vincent terlepas dari masalah.

Clara mengemudi, membawa Milki dan Vincent pulang ke rumah yang mereka tinggali sebelumnya.

Meskipun apartemen sudah lama tidak ada yang tinggal, tapi sebelum mereka kembali dalam negeri, Bibi Li sudah menyuruh orang membersihkannya, masih menyiapkan beberapa produk kehamilan dan bayi. Kamar yang awalnya sudah kosong, ditata menjadi kamar bayi, sangat hangat.

“Kalian ngobrol dulu, aku pergi ke pasar terdekat untuk membeli beberapa bahan makanan, Clara, nanti kita makan siang bersama saja.” Vincent berkata.

“Tuan muda Valva masak sendiri?” Clara bertanya sambil mengerutkan alias.

“Keterampilan memasak tidak baik, asal kamu jangan menghina saja.” Vincent sangat sopan, berhati-hati mengatakannya sampai selesai, mengeluarkan kunci dan pergi.

Novel Terkait

Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu