Suami Misterius - Bab 658 Wanita Suka Melontarkan Pertanyaan Ini.

“Rudy, seandainya, seandainya Bobo memang sebuah kecelakaan antara kamu dan Rahma, apa yang akan kamu lakukan ?”

Nada bicara Clara sangat datar, namun wajahnya sangat pucat.

Sinar matahari di luar jendela sangat cerah, namun tetap tidak bisa mencerahkan bayangan gelap di sekelilingnya.

Tatapan Rudy berubah sejenak setelah mendengarnya, tatapannya perlahan-lahan menjadi dingin, kesannya datar namun menyeramkan.

“Clara, hanya ada satu kecelakaan dalam hidupku, yaitu jatuh cinta padamu.”

Clara terbengong dan menatap Rudy dengan tatapan bingung, tidak tahu bagaimana bereaksi dalam waktu seketika ini, sebuah sudut pada bagian jantungnya terasa sakit.

Rudy tidak berbicara lagi, malahan mengulurkan tangan dan memeluk pinggang Clara, mengunci tubuh Clara ke dalam pelukannya.

Rudy menunduk dan mencium bibir Clara dengan lembut.

Clara membuka lebar kedua matanya dan terus menatap Rudy, dia melihat Rudy sedang memeluk dirinya dan melihat Rudy menunduk dan mencium bibirnya, akhirnya Clara tidak sanggup menahan air matanya lagi, air mata terus mengalir ke sudut bibirnya, sehingga menimbulkan rasa asin di antara dua buah bibir.

Tubuh Rudy yang tegap menjadi kaku sejenak, lalu meninggalkan bibir Clara.

Rudy mengerutkan alis sambil menghapus bekas air mata di wajah Clara dengan jarinya, lalu berkata dengan nada mengeluh, “Kenapa menangis ?

Aku paling takut melihat kamu menangis.

Setiap kali kamu menangis, aku akan berpikir, apakah aku telah melakukan kesalahan yang menyakiti kamu.”

Rudy sanggup melawan musuh di tempat peperangan, dan juga sanggup menguasai dunia bisnis, meskipun dia sangat unggul dalam segala bidang, namun tetap saja ada bidang kelemahannya.

Dia sama sekali tidak mengerti dengan wanita.

Isi hati wanita jauh lebih dalam dibanding laut, perubahan suasana hatinya lebih cepat daripada cuaca di langit, awalnya dia ingin menghibur Clara, namun malah membuat Clara menangis tersedu-sedu.

Contohnya saat ini, Rudy tidak tahu alasan Clara yang menangis secara tiba-tiba.

Akan tetapi, setelah Rudy menghapus air matanya, Clara mulai melilit dan memeluk tubuhnya lagi, tersenyum bagaikan seekor rubah kecil.

“Aku kali ini ke luar negeri, setidaknya butuh waktu satu minggu untuk menyelesaikan pekerjaanku, kamu jangan berulah ya, jangan berurusan dengan wanita yang kacau balau lagi.

Ada lagi, usahakan cepat selesaikan masalah Rahma.

Aku merasa pusing setiap kali melihatnya.”

“Iya mengerti, istriku.”

Rudy tersenyum tidak berdaya.

Suasana hati wanita memang tidak pernah stabil.

Pada saat ini, siaran pengumuman bandara sedang mengingatkan penumpang agar naik pesawat.

Melanie Mintani sudah menanti di gerbang penerbangan.

Rudy mengantar Clara sampai gerbang penerbangan, lalu berpamitan dengan tampang tidak tega.

Di luar bandara, ada sebuah mobil yang sedang menanti Rudy, Raymond sedang menyandar di pintu mobil dengan gaya malas, tangannya sedang menjepit sebatang rokok.

Raymond melihat Rudy yang berjalan keluar dari bandara, dia membuang rokok ke atas lantai dengan sembarangan dan memadamkan rokoknya, setelah itu baru mengulurkan tangan untuk membuka pintu mobil, lalu dia tersenyum mengejek dan berkata :”Kalau terbayang adegan perpisahan kalian penuh rasa tidak tega, bulu kuduk aku bisa merinding parah.”

Rudy melirik sekilas ke arah Raymond, dia malas melayaninya, hanya bertanya dengan nada datar, “Rahma masih tunggu di kantor ya ?”

“Iya, menanti dirimu sampai mati.”

Raymond menjawabnya.

“Dia sekarang tidak ada pekerjaan ya, dia sudah menunggu di depan pintu saat kantor baru buka, resepsionis menahan dia, dia malah duduk di sofa lobi sambil minum kopi, gayanya seolah-olah menganggap kantor kita adalah kafe, masih bisa terus menambah kopi secara gratis lagi.”

Tatapan Rudy terkesan dingin seketika.

Rahma selalu sibuk dalam beberapa tahun ini, berjuang sana sini demi sesuap nasi, kehidupan seperti ini memang terlalu susah bagi nona keluarga kaya seperti dirinya.

Sementara identitas anaknya pada saat ini telah bagaikan rumput penyelamat nyawa, akhirnya dia bisa terlepaskan juga dari keluarga Rugos yang membebani dirinya.

Oleh sebab itu, wajar saja apabila Rahma ingin terus menyeret rumput penyelamat nyawa ini.

Raymond jelasnya juga mengetahui strateginya, sehingga terus menyindir, “Lagi pula, asalkan dia menimpakan tanggung jawab anak haram itu kepada kamu, selanjutnya dia dapat hidup aman tenteram, makanya dia bersikeras tunggu di kantor, enak sekali perhitungannya.”

Rudy terus mengerutkan alis, masalah Rahma memang sulit diatasi, tidak dapat diselesaikan dengan solusi yang meringankan maupun tindakan yang kasar.

Seandainya orang lain yang berulah di hadapan Rudy, Rudy memiliki seratus solusi penyelesaian untuk membalasnya.

Namun keluarga Mirah dan keluarga Sutedja adalah kerabat kawin, sehingga Rudy harus menjaga harga diri kedua belah pihak.

Sepanjang perjalanan menuju kantor dipenuhi oleh keheningan.

Akhirnya mobil berhenti di depan pintu Sutedja Group.

Rudy dan Raymond menginjak tangga secara bergiliran, ketika baru masuk ke dalam gedung kantornya, mereka sudah langsung melihat Rahma yang duduk di atas sofa ruang tunggu, kesannya bagaikan seorang pengawal penjaga pintu.

Akan tetapi, Rahma lebih santai dibandingkan pengawal, saat ini dia sedang menikmati kopi sambil membaca majalah.

Rahma juga melihat kedatangan Rudy dan langsung menghampirinya.

Namun Rudy hanya terus mengabaikannya, dan beranjak terus ke arah lift.

Rahma yang tidak ingin pasrah terus mengikutinya, beberapa resepsionis ingin menghalanginya, namun langsung mundur setelah melihat isyarat dari Raymond.

Rahma terus mengikuti Rudy dan masuk ke dalam ruangan CEO.

Rudy melepaskan jas di tubuhnya dan letak di atas sofa, setelah itu, dia melipat lengan kemeja sambil berjalan menghampiri meja kerjanya, lalu mengulur tangan dan menyalakan komputer di atas mejanya.

Rahma seolah-olah dianggap sebagai manusia transparan, dia terus menggigit bibir, dan berjalan ke hadapan meja kerja Rudy dengan ekspresi pucat, “Rudy, kita bahas sebentar.”

Rudy menyimpan tatapannya, lalu mengangkat kepala dan melirik ke arah Rahma.

“Bahas apa ?

Bahas masalah anakmu lagi ?”

“Iya.”

Rahma mengangguk, “Rudy, kita berdua memiliki seorang anak, kamu tidak bisa mengelak kenyataan ini.”

Rudy mengerut bibirnya dan tidak berbicara apapun, namun tatapannya membawa kesan sindir.

Tatapan Rudy membuat Rahma merasa malu, namun Rahma tetap harus melanjutkan pembicaraannya.

“Rudy, aku tahu kamu masih marah denganku karena masalah saat itu.

Memang benar, saat itu aku memang bersalah padamu, tetapi kamu coba jujur sendiri, seberapa banyaknya perasaan kamu padaku ?

Rudy, apakah kamu pernah mencintaiku ?”

Rudy terus menatapnya dengan tatapan yang datar.

Dia tidak tahu mengapa wanita suka melontarkan pertanyaan ini.

Clara juga sering bertanya padanya bahwa : Sayang, kamu mencintaiku ?”

Akan tetapi, Clara melontarkan pertanyaan ini hanya sekedar untuk manja pada dirinya saja.

Rudy juga sangat senang untuk memanjakan Clara.

Namun apabila pertanyaan ini dilontarkan dari mulut Rahma, kesannya seperti sedang interogasi, sehingga membuat orang yang mendengarnya merasa tidak nyaman.

Lagi pula, Rahma tidak pernah menanyakan hal ini ketika mereka masih bertunangan, saat ini mereka tidak memiliki hubungan apapun lagi, tidak ada gunanya juga apabila Rahma menanyakan hal ini.

Rudy tidak berbicara apapun, hanya keheningan yang tersisa di antara mereka.

Rahma tersenyum sinis dan bertanya, “Kenapa ?

Tidak berani menjawab ya ?”

“Rahma, kenyataan selalu menyakitkan, tidak mesti seperti ini.”

Rudy menjawab dengan nada datar.

“Kalau aku nekat mau tahu ?

Meskipun mati juga harus mati dengan jelas.”

“Tidak pernah.”

Rudy langsung menjawab dengan terus terang.

Rahma mendengar jawabannya, rasanya bagaikan ditampar oleh seseorang pada wajahnya, rasa kesakitan ini sangat nyata.

Sebenarnya, Rahma telah mengetahui jawaban ini dari sikap Rudy terhadap dirinya saat itu, akan tetapi, dia tetap saja merasa sedih apabila mendengar secara langsung dari mulut Rudy.

Pada saat itu, Rahma juga sangat berharap bisa menikah dengan Rudy, dan juga berusaha untuk menjadi seorang istri yang baik dan teladan, dia terus menahan kesusahannya di keluarga Sutedja hanya demi Rudy, namun Rudy sama sekali tidak menghargainya.

“Rudy, kenapa mau bertunangan denganku kalau memang tidak pernah mencintaiku, kamu mempermainkan aku ya ?

Atau mempermainkan keluarga Mirah !”

Emosional Rahma sedikit hilang kendali dan terus bertanya padanya.

Novel Terkait

Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu